Aku masih ingat dulu pernah kemakan salah satu iklan produk kecantikan wajah yang menawarkan kulit putih cemerlang hanya dalam 14 hari. Gimana nggak kepincut, iklan tersebut digambarkan juga dengan alat ukur tone warna kulit dari coklat gelap hingga warna krem keputih-putihan yang cerah.
Ketika si artist iklan memakai produk itu dalam sehari warna kulitnya masih gelap yang disandingkan dengan alat ukur tone warna tadi. Lalu di hari ketiga, seminggu, dan dua minggu, dengan wajah yang bersanding alat ukur tone warna kulit tersebut, perkembangan sangat nampak di wajah artist itu, wajahnya jadi putih, cemerlang, cantik, pokoknya idaman warna kulit semua perempuan.
Saat itu aku masih duduk di bangku SMP, di mana aku mengikuti kegiatan pramuka yang kebanyakan di lapangan. Aku yang memiliki kulit sawo matang menjadi lebih matang ketika mengikuti kegiatan itu. Teman-teman dan saudaraku mengataiku dekil. Apalagi kalau habis latihan baris-berbaris, kata mereka hanya gigiku yang terlihat.
Awalnya aku cuek, tapi lama-kelamaan aku malu. Terlebih teman-temanku sudah memiliki pacar. Bagaimana denganku? Boro-boro pacar, yang ndeketin aja nggak ada. Dari situlah aku jadi berpikir, jangan-jangan aku jomblo gara-gara kulit sawo matangku yang sudah sangat matang, bisa dibilang gosong juga.
Aku yang saat itu termakan standar kecantikan produk kosmetik jadi insecure dengan fisik sendiri, lalu keesokan harinya aku langsung memakai produk itu. Setelah pemakaian aku selalu mengaca, apa warna kulitku sudah meningkat warna cerahnya. Aku sandingkan warna kulit wajahku dengan alat ukur tone warna kulit itu, dalam sehari, seminggu, lalu dua minggu, hasilnya tetap aja tuh. Produk yang menawarkan perlindungan dari sinar matahari ketika kita sedang beraktivitas di luar juga nggak berdampak di kulit wajahku.
Sejak saat itu aku jadi bodoh amat dengan produk-produk yang menawarkan kecerahan kulit. Di samping karena kapok, juga karena awalnya aku bukan tipe yang sangat memperhatikan penampilan dan kecantikan wajah. Lalu saat aku memasuki SMA, kulitku jadi lebih sedikit cerah tak segelap saat masih SMP, hal ini karena aku sudah tidak melakukan kegiatan lapangan seperti dulu. Hampir semua aktivitas ektrakulikuler, aku memilih di dalam ruangan, bukan faktor untuk menjaga warna kulit, tetapi kebetulan minatku ada di sana semua.
Saat usiaku memasuki 20 tahun. Aku jadi mengerti kekuatan sebuah media, baik di televisi maupun di internet. Penyebaran berita, ideologi, dan pemikiran yang berpengaruh sangat cepat dan berkembang pesat saat ini. Semua bentuk produk dagangan berlomba-lomba memasarkan melalui digital marketing yang menarik dan efisien.
Dengan sekali klik, mereka sangat ahli dalam membaca pasar dan menjangkau konsumennya. Begitu pula dengan informasi-informasi saat ini yang sangat cepat menyebar luas. Masyarakat sudah mulai berani bersuara di platform-platform internet. Menulis keresahan-keresahan yang dialaminya, tentang ketimpangan sosial, politik, ekonomi, dan ketidakadilan gender, yang salah satunya tentang standar kecantikan.
Suara-suara perempuan tentang standar kecantikan iklan yang harus dihilangkan tak pernah menyusut, menggiring fakta, opini, dan semangat persatuan tanpa rasis khususnya rasis warna kulit. Hal ini dimulai dari pembahasan kecantikan Perempuan Malenesia; berambut keriting dengan warna kulit hitam yang selama ini hampir tidak pernah dibahas.
Lalu tentang tagar blacklivesmatter, yakni rasisme yang terjadi di Amerika Serikat tentang ketidakadilan perlakuan yang diterima orang-orang kulit hitam di sana. Kemudian tentang mengembangkan potensi perempuan-perempuan yang selama ini dianggap sebelah mata jika fisik mereka tidak sempurna atau hanya karena mereka berwajah jelek atau dekil.
Saat ini aku banyak menemukan postingan instagram dan tautan artikel yang bersliweran di twitter tentang saling suppot perempuan untuk mengembangkan potensi dan bakat serta fokus berkarya tanpa memikirkan kekurangan fisik. Fisik bukanlah standar kecantikan seseorang. Kecerdasan, akhlak, dan produktivitas seseorang adalah wajah kecantikan yang sesungguhnya.
Kini, saat aku melihat iklan produk kecantikan yang dulu aku pernah kemakan iklannya, produk itu sudah tidak menawarkan kecantikan yang memutihkan dan mencerahkan, melainkan semua warna kulit sama cantiknya, produk itu hanya menawarkan agar kulit lebih terlihat segar, dengan konsep iklan yang dibintangi para perempuan yang memiliki keragaman fisik dan warna kulit yang sedang berkarya sesuai profesi mereka.
Aku yakin produk kosmetik itu sudah membaca pasar milenial yang sekarang sudah bergeser, dari kecantikan kulit putih cerah menjadi semua warna kulit itu sama cantiknya. Kalau dipikir-pikir ini semua berkat siapa ya? []