Mubadalah.id – Tri Risma Harini, Wali Kota nyentrik dengan segudang prestasi. Ada banyak sekali pencapaian yang patut untuk diacungi jempol dari seorang pemimpin perempuan pertama Surabaya ini. Kiprahnya dalam memimpin dan menyulap sudut-sudut kota menjadi indah, menjadikan ia sangat berbeda dengan walikota sebelumnya.
Risma, begitu ia akrab dipanggil, terbukti mampu membawa perubahan pada Surabaya. Salah satu yang menjadi buah bibir adalah keberhasilannya menutup salah satu lokalisasi terbesar se-Asia Tenggara di Surabaya. Dolly, siapa yang tak pernah mendengar nama tersebut? gang yang identik dengan aquarium-aquarium besar penuh dengan manusia resmi tutup pada tanggal 19 Juni 2014 silam.
Upaya Tri Risma Harini tersebut menuai pro dan kontra yang sempat menghiasi penutupan lokalisasi, yang ada di Jalan Putat Gede itu. Risma percaya bahwa dengan tidak adanya lokalisasi, anak-anak di sekitar Putat Gede diharapkan bisa mendapat lingkungan yang lebih sehat untuk tumbuh dan berkembang. Selain itu, salah satu alasan mendasar penutupan Dolly, agar warga sekitar mampu mencari rizki yang halal.
Meski begitu, Tri Risma Harini perempuan kelahiran Kediri ini juga memikirkan solusi penyelesaian masalah ekonomi eks perempuan yang dilacurkan di sana. mulai dari memberikan pelatihan secara berkala, hingga memberikan modal usaha mandiri. Risma, juga kerap mempromosikan barang dagangan warga binaan ex-Dolly pada tamu-tamu lokal maupun internasional, yang sedang berkunjung ke Surabaya.
Upaya-upaya Tri Risma Harini ini terbukti mampu menggantikan sumber penghasilan para mantan pekerja seks komersial di gang Dolly. Gebrakan yang dilakukan Risma mampu memikat hati warga Surabaya hingga 2 periode masa jabatan.
Banyak yang berpendapat bahwa niat Tri Risma Harini sangat mulia, namun tak sedikit juga yang mengkritiki kerja kerasnya. Tak terkontrolnya penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS), adalah pendapat yang kerap muncul dan bersinggungan dengan keputusan penutupan lokalisasi.
Tidak berhenti sampai disitu, pertumbuhan pekerja seks komersial juga dianggap semakin tak terkendali penyebarannya. Digitalisasi pelacuran juga menghambat sosialisasi seks aman, pada para pekerja seks komersial, akibatnya penyebaran PMS tidak terkontrol.
Beberapa aktivis perempuan berpendapat, harusnya perubahan pencegahan penularan PMS harus dilakukan setelah keputusan penutupan Dolly. Tentu hal ini untuk menghindarkan dari potensi penyebaran yang lebih besar.
Tri Risma Harini dinilai melalaikan penyebaran PMS, karena dari awal ia hanya terfokus dengan alasan agamis. Padahal terbentuknya Dolly tentu memiliki alasan yang sangat kompleks dari sekedar kurang Iman kepada Tuhan.
Saat ini, politikus PDIP itu tak lagi menyandang gelar sebagai Wali Kota Surabaya. Ia resmi dilantik menjadi Menteri Sosial pada tanggal 23 Desember 2020, menggantikan Juliari P Batubara yang terjerat kasus korupsi. Banyak yang menantikan gebrakan Tri Risma Harini selanjutnya.
Risma sendiri mengaku akan fokus benahi bantuan sosial (bansos) terlebih dahulu. Berkaca dari gaya kepemimpinannya yang tegas dan keibuan, ia digadang-gadang mampu mengakhiri sistem bobrok pada badan organisasi Kementrian Sosial (Kemensos).
Ada banyak beban yang harus diemban Tri Risma Harini, apalagi dalam kondisi darurat bencana seperti pandemi covid-19. Masyarakat menanti uluran tangan dari pemerintah untuk tetap bertahan hidup. Semenjak diberlakukannya PSBB pada setiap wilayah di Indonesia, tak sedikit masyarakat yang mengalami kerugian. Belum lagi disunatnya dana bansos, regulasi penyaluran bansos yang justru berpotensi untuk menyebarkan klaster penyebaran virus, dan masih banyak lagi. Siapkah Risma menangani?
Bercermin dari Dolly, sebagai seorang Menteri baru, kita semua berharap agar Tri Risma Harini lebih banyak mempertimbangkan aspek lain dalam mengambil kebijakan. Kebutuhan masyarakat yang kompleks akan lebih ideal jika dilihat dari pelbagai sudut pandang. Hapuskan diskriminasi terhadap kelompok tertentu, dan yang paling masyarakat awasi, jangan sampai korupsi. Selamat bekerja Ibu Tri Risma Harini! []