• Login
  • Register
Kamis, 23 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Indonesia Tanpa Diskriminasi Gender

Wanda Roxanne Ratu Pricillia Wanda Roxanne Ratu Pricillia
21/08/2020
in Personal, Publik, Rekomendasi
0
Jolly Mohan

Jolly Mohan

239
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Indonesia tanpa diskriminasi, mungkinkah? Indonesia tanpa diskriminasi gender, mungkinkah? Indonesia tanpa diskriminasi gender adalah salah satu cita-cita kemerdekaan saya dan mungkin banyak perempuan lainnya. Sekaligus doa. Saat pandemi seperti sekarang, orang-orang lebih banyak di rumah tapi diskriminasi gender terus ada.

Bahkan bentuknya beralih lebih banyak dari diskriminasi secara langsung menuju diskriminasi dalam sosial media.
Beberapa hari lalu saya ikut berkomentar di Twitter dan ada laki-laki yang berkomentar “Opinimu bagus Mbak, pembalutnya pakai apa?”. Kemudian ada netizen yang bertanya apa hubungannya opini bagus dan pembalut. Katanya semakin bagus pembalut maka semakin nyaman seseorang dan itu dapat meningkatkan daya pikir orang tersebut.

Ada beberapa laki-laki yang tertawa karena komentar itu. Teman perempuan saja justru berkomentar, “Gak ngotak yang komen”. Tentu ini tidak lucu bagi saya, justru ini adalah bentuk hinaan yang halus yaitu dengan memuji tapi justru menanyakan sesuatu yang tidak nyambung sama sekali. Guyonan seperti itu bisa disebut sexist atau microaggressions. Lebih tepatnya gender microaggressions.

Gender Microaggression

Menurut University of New Hamsphire, microaggression adalah perilaku verbal dan nonverbal yang dikomunikasikan secara negatif, bermusuhan, dan menghina orang-orang yang terpinggirkan (berbasis jenis kelamin, ras, etnis, seksualitas, dll), yang terjadi sehari-hari, baik disengaja ataupun tidak dan seringkali tidak diakui. Dalam microaggression ada microassault, microinsult dan microinvalidations.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Baca Juga:

Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir

Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

Gender microaggression adalah hinaan kecil dan halus berbasis gender baik secara verbal, perilaku ataupun lingkungan sehari-hari yang biasa dilakukan baik disengaja ataupun tidak. Tipe gender aggressions adalah objektifikasi seksual, kewarganegaraan kelas dua, menggunakan bahasa seksis, asumsi inferioritas, pembatasan peran gender, penolakan peran sosial, penolakan adanya seksisme, tidak dianggap, lelucon seksis, dan pembatasan partisipasi sosial.

Sebenarnya, apakah microaggressions ini memiliki dampak pada diskriminasi gender? Kan micro, bukan makro? Tentu saja memiliki dampak. Menurut University of New Hamshire dalam “Making the Invisible Visible: Gender Microaggressions”, dampak dari microaggressions ada 3. Pertama, dampak negative terhadap standar hidup, yaitu upah yang tidak setara dan tingkat kemiskinan yang lebih tinggi.

Kedua, dampak negative terhadap kesehatan fisik seperti migraine, penyakit jantung, gangguan autoimun, dll. Juga dampak negative terhadap kesehatan psikologis yaitu depresi, kecemasan, serta ketidakpuasan citra tubuh dan gangguan makan.

Gender Gap

Menurut Gender Gap Report 2020, Indonesia berada di urutan ke-85 dari 153 negara dengan score 0.700 dari skala 0-1. Ranking pertama adalah Iceland dengan score 0.877. Dalam Global Gender Gap Index rangking berdasarkan wilayah Asia Timur dan Pasifik, Indonesia berada di urutan ke-8. Penilaian ini berdasarkan empat index yaitu Economic and Opportunity, Educational Attainment, health and Survival, dan Political Empowerment.

Dalam Economic and opportunity, Indonesia berada di ranking ke-68. Pada index Educational Attainemnt, Indonesia berada di urutan 104. Indonesia berada di posisi ke-79 pada Health and Survival dan posisi ke-82 dalam Political Empowerment.

Dari tahun 2006 ke 2020, Indonesia hanya mengalami perkembangan sebanyak 1% meski dalam index perekonomian memiliki perkembangan yang signifikan. Tapi nyatanya, perbedaan penghasilan dalam kerja bagi perempuan dan laki-laki adalah 1:2 dengan 54% perempuan yang berpartisipasi.

Sebenarnya data di atas sungguh sangat jelas dan menjelaskan kembali mengapa masih banyak bentuk-bentuk diskriminasi berbasis gender yang dialami oleh perempuan Indonesia. Secara biologis, perempuan mengalami menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Hal-hal ini dapat menjadi hambatan bagi perempuan dalam berpartisipasi dalam ekonomi, pendidikan, kesempatan kerja dan kesehatan.

Selain itu, sebagian masyarakat mempercayai bahwa tugas perempuan hanya di area domestik sehingga memungkinkan perempuan untuk tidak bekerja dan tidak melanjutkan pendidikannya. Tentu ini juga melibatkan kebijakan pemerintah secara umum yang kurang memfasilitasi pengalaman biologis perempuan.

Di Prancis, perempuan mendapatkan libur 21 hari, cuti hamil yang dibayar bagi perempuan dan laki-laki. Selain itu, ada pengasuhan dan pusat penitipan anak yang disubsidi, prasekolah universal gratis mulai usia tiga tahun dan kemudahan kredit pajak dan pembayaran karena memiliki anak. Perempuan Prancis dapat mendapatkan pengasuhan yang baik dan juga karier sekaligus. Coba kita bandingkan dengan di Indonesia, seberapa jauh kesenjangan itu.

Tauhid

Menurut Ibu Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm, implikasi langsung dari tauhid adalah kita tidak mungkin hanya mentuhankan Allah kalau kita masih mentuhankan apa pun selain Allah. Yaitu apapun yang kita menghamba padanya, tanpa menamainya tuhan. Ciri mentuhankan yang lain selain Allah adalah hanya tunduk mutlak pada Allah. Tanpa menunggangi dengan kepentingan kelompok tertentu.

Ketidakadilan gender atau diskriminasi gender ini yang paling mudah ditemui adalah dalam relasi laki-laki dan perempuan dalam rumah tangga. Ada pemahaman bahwa istri diminta taat mutlak pada suami. Lalu ada pemahaman istri hanya bisa taat pada Allah jika taat pada suami. Tentu ini menggeser makna tauhid untuk hanya menghamba pada Allah. Manusia tidak boleh menghamba kepada manusia lain apapun status sosialnya.

Taat pada suami hanya boleh dilakukan jika tidak bertentangan dengan ketaatan pada Allah. Dan tentu saja itu berlaku juga bagi suami. Standarnya adalah makruf bagi semua pihak. Dalam suatu hubungan seringkali ada relasi kuasa yang timpang. Pihak yang kuat menyalahgunakan kekuatannya untuk menundukkan pihak yang lemah. Itu yang terjadi pada perempuan berabad-abad lamanya bahkan sampai hari ini.

Perempuan mengalami lima bentuk pengalaman sosial yang mendiskriminasi yaitu stigmatisasi (cap buruk), marjinalisasi (peminggiran), subkoordinasi (dianggap tidak penting), kekerasan (fisik, verbal, psikis, finansial, dll), dan beban ganda. Kelima pengalaman ini masih menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak setara dengan laki-laki, yaitu perempuan hanya menjadi obyek.

Indonesia tanpa diskriminasi gender dapat dimulai dengan mendudukkan nalar kritis bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama punya mandat menjadi khalifah fil ard, yang tugasnya adalah menciptakan kemaslahatan seluas-luasnya di muka bumi. Ini berarti laki-laki dan perempuan memiliki mandat untuk menjadi mitra dalam kemaslahatan. Tidak saling menghambakan diri.

“Tidak ada orang yang tidak adil dan menyebutnya bertakwa. Sebaliknya, tidak ada orang yang takwa tapi tidak adil. Termasuk tidak adil gender.” – Ibu Nur Rofiah

Terbebas dari diskriminasi gender adalah tugas perempuan dan laki-laki untuk tidak menjadi pelaku kekerasan dan tidak pula menjadi korban kekerasan. Juga tidak menghamba pada manusia. Rasulullah mengatakan bahwa kita harus menolong saudara kita yang melakukan kedzaliman dan yang diperlakukan dzolim. Berarti ini termasuk ketidakadilan gender. Caranya adalah dengan mencegah dan menghentikan mereka dari berbuat dzalim, termasuk pada diri sendiri. []

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia

Wanda Roxanne Ratu Pricillia adalah alumni Psikologi Universitas Airlangga dan alumni Kajian Gender Universitas Indonesia. Tertarik pada kajian gender, psikologi dan kesehatan mental. Merupakan inisiator kelas pengembangan diri @puzzlediri dan platform isu-isu gender @ceritakubi, serta bergabung dengan komunitas Puan Menulis.

Terkait Posts

Perayaan Nyepi

Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

22 Maret 2023
Menjadi Minoritas

Refleksi: Sulitnya Menjadi Kaum Minoritas

21 Maret 2023
Peminggiran Peran Perempuan

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

21 Maret 2023
Rethink Sampah

Meneladani Rethink Sampah Para Ibu saat Ramadan Tempo Dulu

20 Maret 2023
Travel Haji dan Umroh

Bagaimana Menghindari Penipuan Biro Travel Umroh dan Haji?

20 Maret 2023
Perempuan Harus Berpolitik

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

19 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perayaan Nyepi

    Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tips Aman Berpuasa untuk Ibu Hamil dan Menyusui

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rahmat Allah Swt Untuk Orang Islam dan Orang Kafir
  • Islam Adalah Agama yang Menjadi Rahmat Bagi Seluruh Alam Semesta
  • Ramadan dan Nyepi; Lagi-lagi Belajar Toleransi
  • Nilai Inklusif dalam Perayaan Nyepi 2023
  • Pentingnya Pembagian Kerja Istri dan Suami

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist