Mubadalah.id – Belahan jiwa yang semakin bening dalam mencintai satu sama lain. Belahan jiwa yang saling melindungi. Belahan jiwa yang hidup untuk hidup belahan jiwa yang lain. Itulah cinta yang kokoh.
Hidup Bapak dan Ibuk semakin meriah dengan hadirnya cucu dan menantu. Meskipun anak-anaknya sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri, rumah ibuk selalu ramai dengan kunjungan cucu-cucu. Mereka bermain –main diruang tamu. Kadang juga dikamar ibuk. Hampir tiap hari. Kadang anak-anak kecil ini berlarian di rumah Isa, rumah Nani atau rumah Ibuk. Bapak sering ikut bermain dengan mereka. Bapak juga yang mengantar-jemput cucu-cucunya ke sekolah. Bapak sering bolak-balik sampai lima-enam kali dari Gang buntu ke sekolah. Ketika pembantu di salah satu rumah anaknya sedang libur, bapaklah yang membantu memandikan dan menyiapkan sarapan untuk cucu-cucunya. Ibu mereka harus berangkat kerja pagi hari.
(baca:https://mubaadalahnews.com/2016/12/sikap-anda-pada-perempuan-tentukan-kualitas-iman-dan-taqwa/ )
Bapak selalu bangun sebelum Azan Subuh berkumandang untuk membersihkan rumah. Ia kemudian jalan pagi bersama ibuk. Tiap bulan, bapak mengurusi tagihan listrik, air, internet disemua rumah anak-anaknya. Ia juga yang siap siaga ketika ada atap yang bocor , tabung LPG yang sudah kosong, membeli susu buat cucu, membuang sampah, atau menghijaukan taman di rumah anak-anaknya. Ia bahkan menanam beberapa pohon disepanjaung Gang buntu. Bapak selalu setiap mengantar ibuk kepasar. Ia selalu ada disamping ibuk. Semenjak bapak tidak menarik angkot, ia banyak membantu ibuk di rumah. Apa pun yang ia bisa lakukan untuk ibuk, ia lakukan. Ia tidak bisa diam. Ia bahkan sering membersihkan selokan kecil disepanjang Gang Buntu.
“Yek, coba lihat! Bapakmu sekarang tidak segelap dulu,” kata Ibuk.
“Iya Buk. Coba lihat pipinya juga. Mulai gembil,” timpal Bayek.
“Bapakmu hidupnya seneng sekarang. Lebih sehat. Sehabis subuh jalan pagi ke kaki Gunung Panderman. Hampir tiap hari. Jalanya cepat sekali, Le. Bapak berhenti merokok lima tahun yang lalu. Bapak juga enggak minum kopi lagi loh sekarang. Bapakmu beda. Yek,” lanjut Ibuk yang sedang menemani Bayek makan siang.
“Tapi, Le. Bapakmu paling senang ngurusin cucu seperti tidak ada capeknya. Pagi, siang, malam. Dari ngantar sekolah, ngantar berenang, les ngaji sampai kadang menemani mereka tidur. Ini bikin Bapakmu seneng, Le,” kata Ibuk yang kemudian pindah keruang tamu.
Inilah saat yang aku nantikan. Melihat Bapak di rumah, menikmati masa tua, setelah bertarung di jalanan selama 40 tahun, lamun Bayek di meja makan.
Semenjak Bapak pensiun, kerja Ibuk dirumah agak ringan. Ibuk hanya mengurus didapur. Setelah jalan pagi, Ibuk langsung belanja, dan memasak. Ibuk tak hanya memasak untuk Bapak tapi juga untuk anak, menantu dan cucu-cucunya yang tinggal dekat rumah Ibuk. Selasai masak, sekitar jam 11 siang, ia mengirimkan makanan ke rumah Isa, Nani dan Rini.
“Biar Ibuk saja yang masak. Biar Ibuk ada kegiatan. Biar lebih murah juga ya. Ibuk seneng kok,” kata Ibuk. Anak-anak tentu sangat senang karena Ibuk jago masak.
Kegiatan ibuk diluar rumah hanya pengajian atau kalau ada hajatan. Ibuk tidak lagi harus pergi berhutang ke Bang Udin atau ke Pegadaian. Anak-anak tak lagi meminta sepatu baru, baju sekolah, uang kuliah, atau baju lebaran. Kini, anak-anak Ibuk yang selalu berusaha menyenangkan kedua orang tua mereka. Ibuk dan Bapak, setelah 40 tahun berjuang, akhirnya melihat cahaya atap rumahnya.
Dua cucu Ibuk, anak Mira, tinggal di Karawang. Hampir setiap hari mereka menelpon Ibuk dan Bapak. Kadang, Arti, cucu yang paling kecil, masih belum setahun, hanya bisa merengek di telepon. Ibuk dan Bapak kadang mengunjungi mereka meskipun tak sering.
“Cucu-cucu yang ada di Gang Buntu, tak bisa ditinggal lama-lama,”kata Bapak.
40 tahun lebih mereka mengarungi lautan kehidupan. Berawal dari pasar sayur Batu, mereka berlayar. Terus berlayar. Cinta mereka tak pernah using, bahkan semakin kuat. Badai kerap mengempas perjalan hidup tapi perahu mereka juga semakin kuat, cinta mereka semakin kokoh. Mereka adalah belahan jiwa satu sama lain.
( baca: https://mubaadalahnews.com/2016/12/perkawinan-sebagai-janji-kokoh/
Belahan jiwa yang semakin bening dalam mencintai satu sama lain. Belahan jiwa yang saling melindungi. Belahan jiwa yang hidup untuk hidup belahan jiwa yang lain.
Belahan jiwa, belahan hidup.
Belahan jiwa yang saling menghidupkan.
Belahan jiwa yang saling merawat.
Sumber: Novel IBUK, penulis Iwan Setiawan