Mubadalah.id – Di antara hal yang mengusik pikiran para pemuda, terutama yang masih berstatus lajang, barang kali berhubungan erat dengan persoalan jodoh. Mereka yang belum menikah sedikit banyak tentu pernah merasakan kegalauan seputar pasangan masa depannya. Bahkan, jika sudah ada lawan jenis yang disuka, dia akan berdoa agar orang tersebut ditakdirkan menjadi jodohnya.
Sampai-sampai ada doa terkesan “guyon” yang mengesankan fanatiknya seseorang yang sedang kasmaran. “Ya Allah, kalau dia jodohku, dekatkanlah. Bila ia jodoh orang lain, putuskanlah, lalu jadikan ia jodohku.” Demikian kira-kira ungkapan pemuda yang kadung jatuh cinta pada gadis, ataupun sebaliknya.
Tempo hari bahkan salah satu mahasiswa bertanya, bagaimana agar bisa berjodoh dengan orang yang kita sukai dan apa surat Al-Quran yang bisa dibaca agar “istiqamah” mencintai seseorang. Pertanyaan demikian menggambarkan kondisi yang umum sekali dirasakan pemuda yang sudah mulai memikirkan ihwal pernikahan.
Dulu pun saya juga begitu. Beruntung, waktu mondok saya diajari oleh Abah Kiai sebuah doa yang biasa dibaca Nabi Daud As, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Doa agar mencintai orang yang tepat ini secara tersirat membuat saya berpikir saat itu, kenapa harus meminta berjodoh dengan orang yang dicintai, bukankah lebih baik mencintai orang yang menjadi jodoh kita?
Dalam benak banyak orang, menikah dengan pasangan yang dicintai pasti membuahkan kebahagiaan. Padahal, tidak selalu begitu. Menikah dan mencintai orang yang tepat kita boleh jadi termasuk salah satu kunci kebahagiaan dalam berumah tangga. Tidak harus diawali dengan rasa suka melalui hubungan pra-nikah semisal pacaran.
Karena itulah, saya menawarkan doa tersebut kepada murid saya:
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ، وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَالْعَمَلَ الَّذِي يُبَلِّغُنِيْ حُبَّكَ، اَللَّهُمَّ اجْعَلْ حُبَّكَ أَحَبَّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِيْ، وَأَهْلِيْ، وَمِنَ الْمَاءِ الْبَارِدِ
“Ya Allah, aku memohon agar bisa mencintai-Mu, dapat mencintai orang yang cinta kepada-Mu, juga (supaya bisa mengerjakan) perbuatan yang akan semakin membuatku cinta pada-Mu. Ya Allah, jadikanlah rasa cintaku pada-Mu jauh lebih besar daripada rasa cintaku pada diriku, keluargaku, dan air dingin.”
Dalam Kitab Ihya’ Ulumiddin, terdapat redaksi lainnya, sebagai berikut:
اَللَّهُمَّ ارْزُقْنِيْ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ أَحَبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُقَرِّبُنِيْ إِلَى حُبِّكَ
“Ya Allah, karuniakanlah rasa cinta kepada-Mu, rasa cinta kepada orang yang mencintai-Mu, dan rasa cinta kepada orang yang bisa semakin membuatku cinta kepada-Mu.”
Berdoa agar orang yang disukai membalas cinta kita itu memang penting. Akan tetapi, ada yang lebih penting dari itu, apakah orang tersebut bisa membuat kita lebih dekat pada Allah atau tidak. Jika orientasi cinta sudah disandarkan pada mahabbatullah, niscaya kita akan merasakan nikmatnya iman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
ثَلاَثَةٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهَنَّ حَلاَوَةَ الإِيْمَانِ: أَنْ يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ المَرْءَ لاَيُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
“Tiga perkara jika terdapat pada diri seseorang maka ia akan merasakan manisnya iman, yaitu jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, dia tidak mencintai seseorang kecuali karena Allah, dan dia benci untuk kembali pada kekufuran sebagaimana dia benci jika dilemparkan ke neraka.” WaLlahu a’lam. []