Mubadalah.id – Ini adalah kisah perjalanan haji saya yang pertama. Alarm hp sudah meraung-raung sejak pukul 02 pagi, tetapi ketika jam 03.30 wib, anggota regu yang satu kamar dengan saya sudah mulai bangun dan melaksanakan sholat malam. Suhu ruangan yang dingin membuat saya merasa berat untuk meninggalkan kasur. Tetapi akhirnya tepat pukul 04.00 wib saya mengikuti aktivitas ibu saya, ibu Kasmini dan ibu Adriana untuk salat malam dan berdzikir hingga shubuh.
Setelah usai salat shubuh, kami tidak lantas pergi ke lantai satu untuk sarapan, mengingat jadwal keberangkatan perjalanan haji ke bandara Soekarno – Hatta masih jam 11 siang, dan kamar kami ada di lantai tiga, maka kami pun bercengkrama sambil merapikan barang bawaan yang perlu dirapikan serta mengantri kamar mandi yang telah disediakan di dalam untuk empat orang jamaah.
Kami mulai turun ke lantai satu untuk sarapan ketika jam menunjukkan pukul 08.00 wib. Beruntungnya, tidak lama setelah kami usai sarapan, petugas haji pun meminta kami untuk berkumpul di tempat sarapan untuk dibagikan paspor, visa dan tiket keberangkatan untuk perjalanan haji kami.
Setelah mendapatkan paspor perjalanan haji, kami pergi keluar asrama untuk membeli beberapa peralatan yang lupa terbawa. Di depan asrama, ada fotografer yang kemarin sore memfoto kami ketika memasuki asrama. Saya bertanya pada bapaknya, “Berapa pak?”. Beliau menjawab, “Dua puluh ribu dua foto”. Artinya satu foto 10rb.
Saya pun menyampaikan harga tersebut pada ibu. Urusan tawar-menawar adalah bagian beliau. Karena foto saya dan ibu ada 6 lembar, maka akhirnya kami sepakat mengambil foto-foto tersebut di angka 15 ribu rupiah untuk dua foto. Setelah membeli keperluan yang dibutuhkan, kami kembali ke asrama. Karena ibu berjalan pelan, maka saya memberikan kunci kamar kepada Bu Adriana dan Bu Kasmini yang hendak masuk kamar terlebih dulu.
Setelah berkemas, saya pun turun terlebih dulu sambil membawa koper untuk mencari petugas haji yang kemarin membantu mengangkat koper milik ibu mengingat ibu tidak bisa membawa beban berat. Sambil menunggu ibu, saya mulai merapikan kursi di meja makan untuk diduduki oleh para ibu sebelum menuju ke tempat pemeriksaan koper sedang.
Ketika Ibu, Bu Adriana dan Bu Kasmini telah turun, tak lama petugas haji yang lain menyampaikan informasi untuk segera bergegas ke gedung pemeriksaan bagi jama’ah yang telah siap untuk melanjutkan perjalanan haji. Setiba di tempat, petugas menyampaikan untuk tidak membawa air lebih dari 100 ml. Jika ada yang membawa cairan lebih dari 100 ml seperti air minum bisa diminum terlebih dulu atau dibuang.
Ibu berpesan pada saya, “Banyak-banyak baca Laa haula” ketika petugas mulai memeriksa bawaan kami sebelum melakukan perjalanan haji. Alhamdulillah bawaan koper sedang dan tas selempang kami tidak ada yang dikeluarkan satupun dari tempatnya. Kami pun segera menuju kursi tunggu Bus Damri yang telah disediakan oleh petugas.
Sambil menunggu waktu keberangkatan perjalanan haji, petugas haji menyampaikan agar kami senantiasa memanfaatkan waktu ibadah semaksimal mungkin mengingat kesempatan beribadah haji belum tentu bisa hadir untuk yang kedua kali apalagi hingga berkali-kali. Apalagi saat ini di Jakarta masa tunggu keberangkatan haji kurang lebih 25 tahun. Setelah waktu keberangkatan tiba, kami pun berbaris untuk menaiki Bus Damri.
Di perjalanan haji ini, agar waktu lebih bermanfaat, ketua rombongan mengajak kami untuk bertalbiyah bersama, dan memberikan kultum tentang keutamaan menjadi haji mabrur. Saya yang sedang merasa seperti hendak flu, akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Saat terbangun, Bus Damri sudah berada di depan pintu keberangkatan bandara khusus jama’ah haji.
Kami mengantri untuk melakukan sidik jari dan foto. Di tengah-tengah antrian, tiba-tiba ada pembawa acara stasiun televisi Arab Saudi yang menanyakan kepada petugas, apakah ada jama’ah haji yang bisa berbahasa Arab. Saat itu saya langsung teringat ayah, beliau adalah guru bahasa arab yang sangat mahir dibidangnya. Sayang, penyesalan tiba selalu dibelakang. Saya yang seharusnya banyak belajar dari beliau, namun menyia-nyiakan kesempatan emas tersebut.
Setelah masuk di ruang tunggu bandara, saya merasa semakin tidak enak badan, tenggorokan rasanya gatal, saya pun segera menghubungi petugas kesehatan haji yang bertugas, dan Alhamdulillah segera diberikan obat untuk meredakan gejala yang saya alami.
Alhamdulillah, akhir kata, saat ini kami sudah berada di dalam pesawat perjalanan haji menuju Madinah. Namun ada hal yang perlu dijadikan catatan dalam hal bertayamum. Tidak sedikit jama’ah yang masih kurang paham cara bertayamum, ada yang bertayamum seperti berwudlu, atau tidak mencari tempat berdebu halus lainnya ketika tempat tersebut sebelumnya sudah dijadikan tempat untuk bertayamum.
Akan sangat lebih baik jika baik petugas haji maupun pramugari/pramugara tidak hanya sekadar memberikan informasi terkait waktu masuknya salat, tetapi juga mengingatkan kembali kepada para jama’ah haji tata cara bertayamum. Bisa juga menyediakan tutorial video di layar yang telah disediakan di pesawat dan menginformasikannya secara berkala seperti ketika petugas selalu menginformasikan secara berkala terkait keamanan dan keselamatan jama’ah selama di pesawat.
Wallahu a’lam bisshawab. Semoga kami sampai ke Madinatul Munawwaroh dengan keadaan sehat dan selamat. Labbaik Allahumma Labbaik. Di dalam pesawat, 14 Juni 2022 pukul 21.56. []