Mubadalah.id – Jihad merupakan elemen penting dalam pertahanan Islam. Jihad ibaratkan sebuah pohon, sedangkan akarnya adalah akidah yang lurus dan moderat. Kemudian dahan dan rantingnya adalah syariat yang penuh dengan toleransi berdasarkan Alquran, hadits, dan ijma ulama. Meski demikian, masih ada saja orang yang mempertanyakan, apakah mati mencari nafkah untuk keluarga itu lebih baik daripada mati berjihad di jalan Allah?
Jadi penjelasannya seperti ini. Jihad akan memiliki pengertian pelaksanaan hukum Allah dengan bijaksana dan suka cita yang memunculkan buah berupa akhlak mulia yang memesona mata. Jihad Islam syariatkan dalam bentuk pertahanan diri. Sebab Islam merupakan agama yang moderat dan sangat menjunjung tinggi toleransi antar umat beragama. Rasulullah bersabda:
أَحَبُّ الدِّينِ إِلَى اللَّهِ الحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ
Artinya: “Agama yang paling dicintai Allah adalah yang condong kepada kebenaran dan toleransi”. (HR. Bukhari).
Dan di dalam hadits yang lain Rasulullah bersabda: “Aku diutus membawa agama yang condong kepada kebenaran dan toleransi”. (HR. Ahmad dan Thabrani).
Dari dua hadits di atas, makna dan tujuan jihad tak lain adalah mengagungkan Allah. Lalu mengajarkan manusia untuk memanusiakan manusia dengan ilmu dan hikmah. Dari dua hadits itu pula Rasulullah mengajarkan bahwa seorang muslim harus berada dan berpegang kepada kebenaran. Namun juga harus memiliki sikap toleran kepada mereka yang berbeda.
Ibadah yang Bernilai Besar
Jihad merupakan salah satu ibadah yang sangat besar pahalanya. Banyak ayat-ayat Alquran dan hadits-hadits Rasulullah yang menjelaskan keutamaan dan besarnya balasan yang akan kita peroleh ketika melakukan jihad. Di antaranya hadis yang terdapat dalam kitab al-Muwaṭṭa’ yang berbunyi:
مثل المجاهد في سبيل الله كمثل الصائم القائم الدائم الذي لا يفتر من صلاة ولا صيام حتى يرجع
Artinya: “Perumpamaan orang yang berjihad di jalan Allah itu seperti orang yang berpuasa, shalat. Dia tidak berhenti berpuasa dan shalat itu sampai ia kembali”. (HR. Malik).
Hadits tersebut menyebutkan perumpamaan yang menunjukkan bahwa pahala jihad sangatlah besar. Oleh karena hadits itu banyak orang-orang yang ingin melakukan jihad demi mendapatkan pahala yang sangat besar itu.
Namun terdapat satu amalan/pekerjaan atau ibadah yang menurut Khalifah Umar bin Khattab lebih baik daripada melakukan jihad di jalan Allah. Pekerjaan tersebut adalah mencari rezeki yang halal demi memenuhi kebutuhan keluarga. Umar bin Khattab berkata:
لأن اموت من سعيي علي رجلي اطلب كفاف وجهي احب الي من أن اموت غازيا في سبيل الله
Artinya: “Kematianku karena berusaha sendiri untuk mencari kecukupan diri, lebih baik daripada kematianku berperang di jalan Allah Swt”.
Pada perkataannya tersebut, Umar menyebutkan bahwa kematian yang datang kepadanya ketika beliau sedang mencari rezeki lebih baik, daripada kematian yang ia peroleh ketika berperang. Di dalam kesempatan yang lain, beliau juga menegur seseorang yang pekerjaannya hanya mengandalkan doa saja dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya tanpa mau bekerja.
Beliau berkata:
لايقعد احدكم عن طلب الرزق يقول اللهم ارزقني فقد علمتم ان السماء لاتمطر ذهبا و لا فضة
Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian dalam mencari rezekinya dengan hanya berkata: ya Allah berikan aku rezeki. Sungguh kalian mengetahui bahwa sesungguhnya langit tidak akan pernah menurunkan hujan emas dan perak”.
Etos Kerja Khalifah Umar Bin Khattab
Ungkapan itu menunjukkan betapa Khalifah Umar menaruh kepedulian yang teramat luar biasa besar terhadap etos kerja. Bahkan pedihnya perjuangan di medan perang dianggapnya belum mampu menyaingi perjuangan seseorang dalam berjihad mencari nafkah untuk keluarga.
Perkataan beliau tersebut selaras dengan firman Allah yang menyuruh untuk bekerja. Dalam surah at-Taubah Allah berfirman:
وَقُلِ ٱعْمَلُوا۟ فَسَيَرَى ٱللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُۥ وَٱلْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya: “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. At-Taubah: 5).
Dari firman Allah tersebut, mengajarkan kepada manusia bahwa tujuan dari pekerjaan itu harus kita kembalikan kepada Allah, dan menjadikan Allah sebagai tujuan mencari nafkah untuk keluarga, dan dari pencarian harta tersebut. Karena dengan begitu, seseorang bukan hanya mendapatkan kesenangan di dunia, melainkan juga kesenangan di akhirat kelak. []