Mubadalah.id – Sejak awal, Islam hadir ke muka bumi untuk membawa misi yang besar yaitu membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan. Bahkan dalam sejarahnya, ajaran ini hadir untuk menolak tirani, eksploitasi, dominasi, serta hegemoni dalam berbagai bidang termasuk ekonomi, politik, budaya, bahkan relasi gender.
Al-Qur’an tegas menyeru kita agar berpihak kepada kelompok yang tertindas. Dalam Surat al-Nisa’ ayat 75, Allah SWT berfirman:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا مِنْ هٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ اَهْلُهَاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ نَصِيْرًا
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang semuanya berdoa: Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi-Mu, serta berilah kami penolong dari sisi-Mu.”
(QS. an-Nisa’ [4]: 75)
Pesan serupa juga berulang kali muncul dalam al-Qur’an. Yaitu kita diwajibkan untuk membebaskan kaum mustad’afin (yang dilemahkan dan ditindas), menyantuni anak yatim, fakir miskin, budak belian, hingga para tawanan perang. Bahkan, dalam catatan sejarah keagamaan, seluruh nabi dan rasul diutus untuk membawa agenda pembelaan terhadap kaum lemah ini.
Lihatlah bagaimana Musa digambarkan al-Qur’an sebagai tokoh yang memimpin kaum tertindas, Bani Israel, keluar dari cengkeraman Fir’aun, sosok simbolik dari para mustakbirin, orang-orang yang congkak dan menindas.
Allah SWT dengan gamblang menyatakan simpati-Nya kepada kaum tertindas. Dalam Surat al-Qashash ayat 5, Dia berfirman:
وَنُرِيْدُ اَنْ نَّمُنَّ عَلَى الَّذِيْنَ اسْتُضْعِفُوْا فِى الْاَرْضِ وَنَجْعَلَهُمْ اَىِٕمَّةً وَّنَجْعَلَهُمُ الْوٰرِثِيْنَ ۙ
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin serta menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi bumi.”
(QS. al-Qashash [28]: 5)
Membela Kaum Lemah
Ironisnya, al-Qur’an juga mengecam keras mereka yang menutup mata terhadap derita kaum lemah. Orang yang tak peduli pada dhu’afa dan mustad’afin sebagai pendusta agama (yukadzdzibu bi al-din). Bahkan kadang-kadang tercatat pula sebagai para pencemooh (al-huzamah).
Karena itu, kalau hari ini kita mendengar dalil-dalil agama hanya digunakan untuk menguatkan status quo. Yaitu untuk membenarkan kekuasaan, kekayaan, atau meremehkan perjuangan keadilan sosial. Maka patut kita bertanya: ajaran Islam yang mana yang sebenarnya mereka bawa?
Sebagaimana dalam pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir dalam bukunya Pertautan Teks dan Konteks dalam Muamalah, agama justru hadir agar kita menegakkan keadilan dan membela mereka lemah. Karena membiarkan ketimpangan terus merajalela sama saja dengan mengkhianati semangat dari Islam. []