Mubadalah.id – Dalam memberikan hak-hak kepada seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas, maka negara memiliki kewajiban bukan hanya membuat kebijakan, melainkan juga menyediakan fasilitas publik yang ramah terhadap mereka.
Ketika penyandang disabilitas tetap berkewajiban berjamaah di masjid untuk salat jumat. Maka pemenuhan fasilitas (perantara) bagi mereka untuk bisa memenuhi kewajibannya juga menjadi wajib. Hal ini sebagaimana kaidah yang popular dalam fikih:
لِلِْوسَائلِِ حُكْمُ المَْقَاصِدِ
“Hukum sesuatu yang menjadi perantara sama dengan hukum tujuan akhir”.
Dalam kaidah lain menyebutkan:
مَا لَا يتَمُِّ الوَْاجِبُ إلَّا بهِِ فَهُوَ وَاجِبٌ
”Apabila suatu kewajiban tidak dapat dilaksanakan secara sempurna tanpa adanya sesuatu yang lain, maka pelaksanaan sesuatu yang lain tersebut hukumnya juga wajib”
Dalam konteks ini maka negara memiliki tanggung jawab membuat semua warga agar bisa menjalani kehidupan dengan nyaman. Ruang publik harus negara buat ramah terhadap penyandang disabilitas.
Begitu juga dengan ruang-ruang komunal seperti rumah ibadah. Khutbah-khutbah keagamaan yang disampaikan juga perlu mempertimbangkan keberadaan penyandang disabilitas netra, rungu, wicara, dan sebagainya.
Karena itu ketika menyampaikan khutbah, masjid-masjid di Indonesia perlu menyediakan bahasa isyarat, teks tertulis, dan alat penyampai pesan khutbah lainnya.
Bagi para penyandang disabilitas, penerjemah bahasa isyarat atau teks berjalan merupakan alat komunikasi dasar bagi penyandang disabilitas rungu dan wicara.
Tanpa tersedianya kedua hal tersebut, maka mereka tidak akan dapat menerima informasi. Maka memenuhi kedua hal tersebut harus ditempatkan sebagai prioritas bagi penyedia layanan termasuk juga tempat wudhu yang ramah bagi pengguna kursi roda.
Sebagaimana kaidah taqdīmul aham ‘alā al-muhim Lummal anfa’ fal anfa’ (mendahulukan yang lebih penting dan bermanfaat).
Sehingga, dengan memperhatikan hal di atas, maka penting juga bagi lembaga non-pemerintah atau swasta untuk diharuskan menyediakan ketersediaan fasilitas peribadatan yang ramah bagi penyandang disabilitas sesuai kemampuan mereka.
Hal ini, karena penyandang disabilitas tak hanya mengakses fasilitas pemerintah saja, namun juga fasilitas lainnya milik swasta. []