• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Vibes Ramadan yang Penuh Nilai Toleransi

Kita semua belajar bahwa perbedaan agama bukan menjadi sekat untuk tetap saling kerja sama, dan tolong menolong antar umat agama

Fajar Pahrul Ulum Fajar Pahrul Ulum
27/03/2024
in Personal
0
Ramadan

Ramadan

1.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Bulan Ramadan seringkali disebut sebagai bulan suci yang mengundang umat Islam di seluruh dunia untuk mengeksplorasi spiritualitas dan kebaikan. Namun, di balik tirai kesucian itu, terdapat peluang emas yang sering kali disebut sebagai berburu pahala.

Dalam konteks berburu pahala, Ramadan menyediakan arena yang luas. Setiap amalan, tidak peduli sekecil apa pun, dijanjikan pahala yang berlipat ganda. Dari berpuasa, melaksanakan shalat tarawih, hingga aktivitas sehari-hari seperti membantu sesama, semua menjadi ladang pahala yang subur.

Di Ramadan tahun sekarang, selain terdapat ladang pahala yang begitu luas, juga vibes yang berbeda, karena diwarnai potret-potret sikap toleransi antara umat Islam dan non Islam. Seperti trend war takjil, berbarengannya Hari Nyepi dan bulan Ramadan, serta menjalani puasa di gereja.

Trend War Takjil

Bulan Ramadan tahun sekarang melahirkan sebuah trend baru, di mana umat Islam dan non Islam berlomba-loba untuk berburu takjil. Trend tersebut dinamai war takjil. Hal ini sebenarnya sudah lama terjadi setiap bulan Ramadan, akan tetapi viralnya baru terjadi di tahun ini.

Trend ini mulai viral di media sosial ketika salah satu pendeta Steve Marcel dari Gereja Tiberias Indonesia khotbah di hadapan para jemaatnya. Ia mengatakan “agama kita toleran, tapi soal takjil kita duluan.”

Baca Juga:

Kontekstualisasi Ajaran Islam terhadap Hari Raya Waisak

Pesan Toleransi dari Perjalanan Suci Para Biksu Thudong di Cirebon

Temu Keberagaman 2025: Harmoni dalam Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

9 Nilai Paradigma KUPI

Mendengar itu, seluruh jamaatnya tertawa terbahak-bahak dan merespon kembali dengan candaan dan kegembiraan.

Dengan adanya trend war takjil yang tengah viral ini merupakan salah satu bentuk keberkahan yang dapat umat muslim dan non Islam rasakan sekaligus. Keberkahan tersebut karena banyaknya para pembeli makanan dan minuman di sore hari.

Selain itu, lewat trend ini juga, banyak masyarakat Islam yang tersadarkan bahwa orang non Islam itu baik, asyik dan bisa kita ajak becanda. Hal-hal seperti ini tentunya akan memperkuat hubungan antar umat beragama yang harmonis.

Hari Nyepi dan Ramadan

Selain trend war takjil, Ramadan tahun ini juga berbarengan dengan peringatan Hari Nyepi umat Hindu.
Fenomena ini sangat langka, karena antara kedua hal tersebut terdapat perbedaan yang mencolok. Ramadan identik dengan kemeriahan kegiatannya sedangkan Hari Nyepi dengan dengan kesunyian sebagai syarat utamanya.

Bagi umat Islam, Ramadan merupakan waktu untuk meningkatkan ibadah, memperbaiki hubungan sosial, dan memperkuat kesadaran spiritual. Sedangkan bagi umat Hindu, Hari Nyepi merupakan hari berpuasa dari kegiatan apapun. Peringatan hari ini menjadi waktu untuk introspeksi, meditasi, dan membersihkan diri dari dosa-dosa.

Meskipun perbedaan keduanya sangat kontras, umat Islam dan umat Hindu tetap bisa menjalani kegiatan spiritualitasnya masing-masing dan saling menjunjung nilai toleransi.

Inilah yang terjadi di Bali, masyarakat Islam melaksanakan tarawih di rumah masing-masing dan masjid terdekat dengan berjalan kaki dan menggunakan penerangan secukupnya.

Dari potret ini, kita bisa belajar bagaimana toleransi itu sangat menyenangkan. Umat Islam tetap bisa melaksanakan ibadah tarawih, pun umat Hindu bisa melaksanakan ibadah Nyepi dengan penuh khidmat.

Menjalani Ibadah Puasa di Gereja

Melansir dari detik.com, puluhan warga korban banjir di Kabupaten Kudus mengungsi ke Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI) Tanjungkarang Kecamatan Jati. Total ada 89 jiwa warga Tanjungkarang yang mengungsi di gereja. Para pengungsi ini mayoritas umat Islam dan sebagian kecil Kristen. Meski begitu, mereka saling toleransi di tengah kondisi banjir.

Warga Desa Tanjungkarang yang beragama Islam sangat bersyukur karena pihak gereja tidak hanya menyediakan tempat pengungsian, tetapi juga kebutuhan makan. Dengan demikian mereka bisa menjalani ibadah puasa dengan tenang, meskipun berada di tempat pengungsian.

Pendeta GKMI Tanjungkarang, Hendra Jaya mengatakan, gerejanya telah digunakan tempat pengungsian sejak tahun 1970. Hingga sekarang jika ada banjir, aula gereja sering digunakan warga untuk mengungsi, baik yang beragama Islam maupun Kristen.

Lewat potret-potret toleransi di atas, kita semua belajar bahwa perbedaan agama bukan menjadi sekat untuk tetap saling kerja sama, dan tolong menolong antar umat agama. Hal ini menegaskan bahwa dalam kondisi sulit, nilai-nilai toleransi dan solidaritas dapat mengalahkan perbedaan agama dan membawa harmoni di antara masyarakat yang beragam. []

Tags: nilaiPenuhramadantoleransiVibes
Fajar Pahrul Ulum

Fajar Pahrul Ulum

Peserta Mubadalah Academy Batch 1 saat ini sedang menempuh studi akhir di kampus ISIF Cirebon

Terkait Posts

Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Inspirational Porn

Stop Inspirational Porn kepada Disabilitas!

19 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Hadits
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi
  • Menyusui Anak dalam Pandangan Islam
  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version