Mubadalah.id – Siapa yang suka diramal? Sepertinya hampir setiap dari kita menyukai ramalan, untuk melihat masa depan yang penuh misteri. Tentu dalam hal ini ramalan yang baik. Ada tiga hal mendasar dalam kehidupan manusia yang paling banyak dicari, diingintahui, dan membuat penasaran. Yakni jodoh, rezeki dan kematian. Siapa jodohku nanti, bagaimana peruntungan rezekiku, dan bagaimana nanti aku melalui akhir kehidupan? Tiga hal ini adalah misteri Illahi, dan hak preogatif Tuhan.
Jadi diksi Kuasa Ramalan di atas itu, bukanlah judul buku Pangeran Diponegoro yang ditulis oleh Peter Carey, dan tidak ada kaitannya sama sekali. Sebagai perempuan, dulu, dulu sekali sebelum menikah, aku juga menyukai ramalan. Ketika dipercaya menjadi tim redaksi Majalah Dinding Zig-Zag Ponpes Al-Amanah Al Fathimiyyah Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, aku pernah diminta membuat ramalan zodiak. Karena mengetahui, jika pembaca suka ramalan yang menyenangkan, maka aku karang saja yang positif, kabar baik, dan membahagiakan.
Meski tahu ramalan yang ditulis itu kebohongan belaka, tapi ndilalah kok orang yang baca percaya. Ketika tersugesti dan menjadi kenyataan, sebagai orang dibalik meja redaksi ikut senang saja. Misal ada kalimat, di minggu itu, zodiak A bakal menerima sambangan atau kiriman dari orangtuanya. Tetapi rasa senang itu membuncah karena kabar baik yang dialami, bukan karena ramalan yang menjadi kenyataan.
Kembali pada ramalan, berapa hari kemarin di rumah ada acara vaksin massal, kerja bareng Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Cabang Kabupaten Indramayu, Paroki Santo Mikael Indramayu, Puskesmas Kedungwungu Kabupaten Indramayu, dan Arridwan Segeran Kidul. Kebetulan salah satu nakes suka sekali meramal, meski kebenarannya entah hahaha.. Dan teman-teman relawan yang dengan senang hati menjadi target ramalan.
Sebagai perempuan yang semuanya masih single, di usia 20-an, harapan akan jodoh yang baik, rezeki yang lancar, dan akhir kehidupan yang baik, tentu menjadi dambaan semua orang. Aku pun pernah berada di posisi mereka, pernah merasakan bagaimana kegalauan quarter life crisis, meski sebelum masa itu benar-benar tiba, jodoh telah mengetuk pintu hatiku, dan dengan senang hati aku mempersilahkannya masuk.
Nah, untuk urusan jodoh, memang “sepenuhnya” karena keputusan Allah. Biasanya, untuk kasus jodoh ini, campur tangan Allah dirasakan sangat besar. Karena, kadang, sebesar apa pun usaha yang kita lakukan, kalau memang orang yang kita incar tidak suka, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, urusan hati ini, hanya Allah saja yang bisa membolak-balikkannya, tentu saja dengan caraNya yang terkadang tidak bisa kita mengerti.
Tapi, tetap saja, orang-orang yang berikhtiar lebih keras, cenderung lebih cepat mendapatkan jodohnya daripada orang-orang yang menunggu datangnya jodoh. Karenanya, kita pun harus introspeksi diri, seberapa besar usaha kita untuk mendapatkan jodoh tersebut.
Lalu, apa fungsinya do’a ? do’a adalah harapan terhadap kondisi ideal yang kita inginkan dan kita minta kepada Allah. Salah satu alasan mengapa do’a tidak langsung dikabulkan adalah karena Allah lebih mengetahui kondisi kita yang sebenarnya daripada kita sendiri. Karenanya, agar do’a kita terkabul, sering kali Allah menyiapkan kondisi kita terlebih dahulu.
Caranya, mungkin melalui kemantapan hati ketika mengambil suatu keputusan, atau rasa gelisah ketika akan melakukan sesuatu yang salah, yang jelas, bentuk pengabulan do’a ini sangat jarang sekali yang langsung. Misalkan, kita ingin menjadi orang yang shaleh, kemudian kita berusaha untuk mencari lingkungan yang baik agar kita bisa menjadi shaleh.
Dalam proses pencarian jodoh itulah, biasanya Allah menolong kita, misalnya dengan memberikan rasa tenang ketika kita bertemu orang-orang yang saleh, atau ketika berada di lingkungan tersebut, sehingga kita merasa betah berada di sana, dan pada akhirnya, karena sering bergaul, pelan-pelan kita pun menjadi orang yang saleh.
Melansir dari buku Pengajaran Agama Islam karya Buya Hamka, disebutkan bahwa arti qadla itu adalah aturan, sedangkan qadar adalah ukuran. Apapun yang terjadi di bumi ini, pasti ada sebabnya, bahkan kematian, rezeki dan jodoh pun tunduk pada hukum ini. Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa hukum sebab-akibat ini lah yang kemudian disebut dengan Sunatullah.
Dalam ajaran Islam, segala yang ada di muka bumi ini mengikuti Sunnatullah, aturan Allah. Itulah qadla. Sedangkan qadar adalah ukuran dari aturan-aturan tersebut. Besar-kecil (ukuran) usaha atau ikhtiar dalam mengikuti aturan tersebut akan menentukan hasil, karenanya hasil dari usaha inilah yang disebut dengan takdir.
Sedangkan dalam urusan rezeki, Islam memerintahkan untuk bekerja keras. Ingin kaya, ya bekerja keras. Ingin urusan rezeki lancar, carilah jalan masuknya rezeki yang baik. Karenanya, biasanya, urusan rezeki ini berbanding lurus dengan besarnya usaha, apa yang dikerjakan, dan pada siapa kita bekerja. Jadi, tidak bisa kita mengeluh, “Sudah kerja banting tulang, tapi masih kayak gini-gini aja (miskin)…”.
Meskipun ada juga kasus-kasus datangnya rezeki dari arah yang “tidak bisa diduga”, tapi biasanya, hal tersebut juga terjadi dari usaha yang kita lakukan sebelumnya. Misalnya, kita sering menolong orang lain, atau berbuat baik kepada orang lain. Sebagai rasa terima kasih, maka orang yang ditolong tersebut memberikan uang atau rezeki lainnya kepada kita.
Itu pun, pada dasarnya, akibat usaha kita juga. Jarang sekali ada orang yang kaya akibat menemukan duit 1 milyar di jalan. Kalau warisan, itu lain lagi, biasanya warisan tersebut merupakan hasil dari kerja keras orang yang mewariskannya. Penerima waris hanya menerima hasilnya saja.
Kembali pada ramalan tadi, sambil menunggu jodoh terbaik, kita diajarkan untuk terus berupaya memperbaiki kualitas diri, melakukan kebaikan, dan terus menebar manfaat sebanyak-banyaknya bagi orang lain. Jodoh, rezeki, dan akhir kehidupan yang baik pasti akan tiba pada saat yang tepat, dan untuk orang yang tepat. Bukan pada siapa yang cepat ia pasti dapat. []