Mubadalah.id – Salah satu Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia (MM KUPI), Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA memberikan alternatif untuk melindungi anak dari kejahatan trafficking adalah dengan cara memberikan pelatihan tentang cara-cara hidup mandiri sejak dini.
Dalam konteks ini, menurut Nyai Badriyah, orang tua dapat meminta anaknya untuk membantu beberapa pekerjaan rumah, dagang dan sebagainya.
Hal tersebut bertujuan, guna untuk memberikan pendidikan dan pelatihan. Bahkan dengan melibatkan anak untuk membantu pekerjaan orang tua termasuk tindakan yang sah dan Islam sangat anjurkan.
Namun, tentu saja harus menerapkan hanya sebatas kemampuan serta sesuai dengan pola pikir, mentalitas, dan kejiwaan anak di usia yang sangat dini tersebut.
Namun, apabila kita melihat fakta, Nyai Badriyah merasa sangat ironis, karena beberapa orang tua justru melakukan hal-hal sebaliknya yang akan berdampak sangat buruk bagi masa depan anaknya.
Misalnya, kasus-kasus trafficking, penjualan anak, atau pengeksplotasian anak dengan cara memperkejakannya (komersialisasi) secara tidak manusiawi untuk tujuan menumpuk kekayaan serta mendapatkan kesenangan pribadi.
Kejahatan Trafficking Perbuatan Terlarang
Menurut Nyai Badriyah, kasus kejahatan trafficking seperti di atas merupakan perbuatan yang terlarang, dan agama sendiri melarang keras hal itu.
Allah berfirman yang artinya :
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami Allah-lah yang menjamin rezeki kamudan juga rezeki mereka. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah kesalahan (dosa) yang besar. (QS. al-Isra’ ayat 31).
Kata “membunuh” di sini, kata Nyai Badriyah, jika mengembangkan penafsirannya, punya implikasi makna yang sangat luas. Yakni mencakup pembunuhan nyawa (fisik), “membunuh” kesempatan (waktu), ataupun membunuh karakter (kepribadian) anak.
Semua ini, lanjut menurut Nyai Badriyah, jelas-jelas agama melarangnya. Orang tua yang melakukan kekejian semacam itu kepada anaknya bisa saja menyebutnya sebagai “orang tua durhaka”. Yakni durhaka kepada Allah karena telah merenggut hak-hak anak, padahal Allah sendiri telah memberikan jaminan perlindungan untuk mereka.
Istilah orang tua durhaka memang belum banyak berlaku. Meskipun demikian, menurut Nyai Badriyah, sah-sah saja jika nantinya diberlakukan sebagai salah satu bentuk upaya mengampanyekan hak-hak anak untuk tujuan memberikan perlindungan kepada mereka.
Sedangkan padanan kata “durhaka” dalam bahasa Arab yang umum dipakai adalah ‘asha – ya’shi – ‘ishyan – ma’shiyah.
Kata ‘asha (durhaka atau maksiat) ini digunakan baik dalam konteks pembangkangan yang dilakukan manusia kepada Tuhannya, kepada orang tuanya, maupun kepada sesamanya. (Rul)