Mubadalah.id – Sebelum mengulas tentang kasus KDRT Vena Melinda, kita perlu mengingat kembali tujuan dari perkawinan. Dalam membentuk keluarga sejahtera dan bahagia sebagaimana aturan dalam Undang-Undang nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menegaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri.
Tujuan dari seorang laki-laki dan perempuan memasuki jenjang perkawinan adalah membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara umum keluarga adalah organisasi terkecil dalam masyarakat dan terbentuk karena adanya ikatan perkawinan.
Keluarga adalah unit sosial yang berperan sangat besar terhadap perkembangan sosial dan kepribadian anggota keluarganya. Apapun yang terjadi dalam keluarga berdampak pada perasaan anggota keluarga, baik berupa kebahagiaan, kenyamanan, kedamaian, sejahtera, kepuasan secara fisik, mental dan ekonomi.
Keluarga yang tidak harmonis adalah terjadinya anggota keluarganya yang merasa adanya tidak adil dalam mendapat perlakuan oleh pihak lainnya dari keluarga tersebut. Hal ini menjadi peristiwa yang rentan terjadinya kekerasan baik fisik, psikis, ekonomi dan seksual.
Perempuan sering kali mendapat kekerasan berupa fisik dalam rumah tangga. Seperti yang baru terjadi dalam kasus artis Venna Melinda. Di mana artis yang biasa terlihat harmonis dan romantis di media dengan usia perkawinan yang belum genap satu tahun itu. Venna tiba-tiba melaporkan suaminya sebagai pelaku KDRT. Tindakan tepat dari korban yang langsung melapor polisi dengan melakukan visum sebagai bukti kuat atas perlakuan kekerasan yang menimpa dirinya.
KDRT masih Marak
Maraknya kekerasan dalam rumah tangga, seperti kasus KDRT Vena Melinda, bisa menimpa siapa saja tanpa kecuali. Kekerasan adalah peristiwa yang tidak mengandung maslahat. Apalagi jika perlakuan kekerasan karena korban adalah seorang perempuan, yang kerap dianggap lemah serta tak berdaya.
Berumah tangga seharusnya mengandung prinsip keadilan hakiki bagi perempuan, sehingga ia harus mendapat perlindungan dan tidak mendapat perlakuan kasar dari siapapun. Terutama ketika perempuan justru malah menjadi korban kekerasan oleh suaminya, hal tersebut termasuk menjadi bagian dari pengalaman sosial perempuan. Yakni berupa kekerasan fisik, psikis dan seksual.
Pengalaman sosial ini akan berdampak besar, ketika seorang perempuan harus melewati pengalaman biologis. Contohnya menstruasi, nifas ataupun istihadoh yang menimbulkan sakit perut, mudah lelah dan lemas, termasuk hamil selama sembilan bulan pun demikian. Wahnan ‘ala wahnin.
Rasa sakitnya proses melahirkan, serta menyusui hingga dua tahun lama waktunya, mengakibatkan perempuan menjadi tidak leluasa dalam beraktivitas. Bahkan masa menjalani awal menopause bagi perempuan juga mengakitbatkan tubuh menjadi lebih lelah dan terasa sakit. Alih-alih mendapat dukungan, perempuan malah menjadi korban kekerasan.
Kembali pada kasus KDRT yang menimpa Vena Melinda, adalah merupakan pernikahan kedua dari masing-masing kedua belah pihak, baik Venna Melinda begitupun pihak Ferry Irawan. Sebagai seorang artis yang pernah menjadi Putri Indonesia, dan pernah menjabat sebagai anggota DPR RI ini terkenal dengan kepandaiannya, kebaikannya, sikap lemah lembutnya. Sehingga netizen menyayangkan atas kejadian tersebut, karena netizen sudah memprediksi bahwa pasangan suami istri ini tidak setara dalam beragam hal. nampak dari beberapa acara podcast maupun berita gosip, pihak laki-laki memiliki karakter yang manipulatif. netizen memperingatkan bahwa Venna sebaiknya tidak menikah dengan Ferry.
Marital Rape
Dalam pemberitaan ini, minim yang berkomentar dari netizen memojokkan posisi Venna. Tidak seperti kasus lainnya semisal Lesty Billar atau artis lainnya, yang justru memojokkan korban. Namun di sisi lain, netizen sangat menyayangkanmengapa kasus KDRT ini menimpa Venna. Di mana mereka menganggap Vena merepresentasikan artis yang memiliki keilmuan cukup baik untuk bebas dari perlakuan tidak adil dari pasangannya.
Berita kasus KDRT Vena Melinda ini cukup jelas mengarah pada marital rape. Di mana ada salah satu tayangan podcast ketika Venna menjelaskan pasangannya adalah orang yang tidak bisa ia tunda jika ingin terpenuhi kebutuhan seksualitasnya. Tentu ini mengarah pada kasus kekerasan seksual. Marital rape dianggap lebih serius apabila di dalamnya terdapat kasus pemukulan, atau kekerasan fisik pada korban.
Mengenal 5 Pilar Perkawinan
Membaca ulang lima pilar penyangga kehidupan rumah tangga, yakni komitmen dalam sebuah pernikahan yang berdasarkan kesepakatan. Di mana seorang perempuan menerima perjanjian dari laki-laki yaitu calon suaminya (mitsaqan ghalidzan) dalam prosesi akad nikah.
Kedua, suami istri adalah pasangan yang saling membutuhkan. Sebagaimana disebutkan dalam Alqur’an (Qs. Al-Baqoroh ayat:187) “Hunna libasun lahun wa antum libasun lahunna”, artinya “Mereka adalah pakaianmu, dan kamu adalah pakaian mereka.”
Pilar selanjutnya adalah perilaku untuk saling memperlakukan dengan baik satu sama lain atau kita sebut mu’asyarah bilma’ruf. Tidak boleh saling menyakiti, saling menghargai, saling menghormati. Bahwa nilai kesalingan dan kebaikan harus hadir di antara kedua belah pihak dalam menjalankan pernikahan. termasuk dalam hal menggauli pasangan, harus meminta izin dan berdasarkan kesepatakan kesediaan dari pasangan. Nah dalam poin ini pasangan kurang dalam memperlakukan pasangan dengan baik
Pilar keempat adalah perilaku untuk saling bermusyawarah dalam mengambil keputusan terkait urusan rumah tangga. Salah satu pihak tidak boleh berlaku otoriter dan superior. Saling mengisi kekurangan dan berkomitmen untuk memperbaiki kesalahan dalam membangun rumah tangga. Apalagi masing-masing dari keduanya pernah mengalami kegagalan di perkawinan sebelumnya.
Pilar terakhir adalah saling ridla, atau disebut ‘an taradlin. Seseorang akan merasa nyaman apabila ada rasa penerimaan dalam diri. Saling mengasihi, memberi rasa nyaman dan cinta. Lalu saling menghargai di setiap keputusan yang diambil dari masing-masing pihak di luar urusan perkawinan. Selain itu, saling memberi dukungan dalam menjalankan aktivitas masing-masing termasuk dalam bekerja, beraktifitas di dlaam dan di luar rumah.
5 Pilar Perkawinan belum Banyak Dipahami
Korban mendapat stigma negatif karena seringnya arti tersebut mengupload momen-momen kemesraan bersama pasangan yang dianggap sebagai hal tabu karena sudah berusia tidak lagi muda. Sehingga menjadi boomerang manakala mendapatkan perlakuan kekerasan dalam rumah tangganya, hal ini tentu menjadi poin bahan bullying netizen.
Korban berharap mendapatkan dukungan dan solusi dari kasus yang menimpanya. Mengapa? Hal ini tidak lain karena pelaku adalah pasangan hidupnya sendiri. Orang yang sebelumnya sangat ia cintai, berharap dapat saling memberi kebahagiaan satu sama lain, namun malah tega menyakiti.
Pelaku yang dulunya menjadi harapan Vena untuk bisa menjalani biduk rumah tangga yang kedua, dengan tujuan agar bisa bahagia selama sisa hidupnya, justru sebaliknya. Maka harapan tersebut pupus sudah. Pelaku memaksa melakukan hubungan seksual di luar keinginan pasangannya. Pelaku membatasi pekerjaan istrinya, pelaku tidak menyetujui pasangannya kembali di ranah politik sebagai pilihan profesinya.
Dapat kita tebak bahwa kelima pilar dalam pernikahan tidak mereka implementasikan di kehidupan rumah tangga yang mereka jalani. Korban tentu menjadi tidak nyaman, serta tidak mendapat perlakuan dengan baik. Hubungan yang dibangun keduanya adalah hubungan yang tidak setara , dan hak salah satu pihak juga terabaikan. []