Pada momen 02 Februari 2020 yang dianggap tanggal cantik tersebut banyak sekali orang yang memanfaatkan untuk mengabadikan kebahagiaan. Namun di tanggal yang sama juga kita kehilangan sosok ulama dan negarawan, Ir Dr (HC) KH Salahuddin Wahid, yang telah banyak berkontribusi terutama bagi Pondok Pesentren Tebuireng, tempat beliau mengabdikan dirinya hingga akhir hayat.
KH Salahuddin Wahid yang akrab dipanggil Gus Sholah merupakan pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng sekaligus Rektor Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. Setelah menjalani banyak karir di Jakarta, pada 2006 Gus Sholah kembali ke Tebuireng dan menjadi pengasuh pondok pesantren.
Tebuireng di masa kepemimpinan beliau berkembang pesat. Sebagai seorang cendekia beliau memadukan nilai pendidikan agama dan pengetahuan umum dalam mengembangkan pesantren untuk menjawab kebutuhan dan tantangan zaman. Sikapnya yang terbuka, mampu membuka ruang-ruang dialog bersama golongan manapun yang juga bisa disaksikan oleh para santrinya.
Dengan kemampuan manajerialnya, banyak program, unit, dan lembaga yang beliau dirikan dan kembangkan selama empat belas tahun kepemimpinannya tersebut. Namun kesibukan beliau di ranah publik tidak membuat beliau menanggalkan perannya sebagai seorang suami, ayah, dan kakek dari keluarganya.
Hal ini terbukti dengan penuturan para keluarganya yang diunggah di akun Youtube Thozpix Laduni dengan judul “Gus Sholah di mata anak dan cucu”, menurut putranya, Gus Ipang Wahid, beliau adalah sosok yang sederhana, keras dan memiliki idealisme tinggi, namun tidak dengan nuansa kemarahan.
Beliau sangat mementingkan silaturrahmi dan menjaga hubungan timbal balik dengan orang lain. Juga merupakan sosok yang membebaskan pilihan apapun pada anak dan cucunya, namun tetap dibekali dengan nilai-nilai dasar dan akhlak yang baik.
Begitupun dengan penuturan dari menantunya, pasangan Gus Sholah dan Bu Nyai Farida tidak pernah membedakan anak dengan menantunya. Beliau berdua selalu memberikan tugas yang sama, kewajiban yang sama, serta memberikan pelayanan-pelayanan yang sama. Hal senada dilontarkan cucunya, bahwa kakeknya tersebut bisa menjalankan dua peran sekaligus, baik peranannya untuk umat maupun perannya sebagai kakek laiknya dalam sebuah keluarga.
Para santri juga merasakan eratnya hubungan tali kasih kiai dan bu nyai. Hal ini terlihat dari keduanya selalu terlihat bersama-sama dalam segala acara baik di lingkungan pondok maupun di luar. Terkadang jika ada dua kegiatan yang bersamaan, keduanya berbagi peran untuk menghadirinya.
Para santri pun merasakan bagaimana pasangan kiai dan bu nyainya menjadi teladan dalam berrumah tangga. Tak banyak orang yang dapat menikmati masa pernikahan hingga 50 tahun lebih. Pada 2018 lalu, baik dari pihak keluarga maupun pengurus pesantren mengadakan tasyakuran pernikahan pengasuhnya yang ke-50 tahun.
Dalam sambutannya pada acara tersebut, Gus Sholah menyampaikan bahwa siapapun tidak tahu dengan siapa akan menikah, dan bagaimana akhir dari pernikahan tersebut. Namun yang terpenting adalah menjalaninya dengan baik dan sungguh-sungguh. Menurutnya kunci dari keberhasilan dalam berrumah tangga adalah kerjasama yang baik.
Relasi baik yang terjalin di keluarga KH Salahuddin Wahid tersebut juga disaksikan oleh beberapa santri yang mengabdikan diri di ndalem pengasuh. Menurut kesaksiannya, beliau selalu bangun sebelum shalat shubuh, melaksanakan shalat tahajud bersama untuk mendo’akan santri-santrinya. Setelah itu melaksanakan shalat shubuh berjama’ah dan bersama-sama membaca Al-Qur’an satu hari satu juz di ruang tengah.
Dalam hal komunikasi, keduanya selalu membiasakan ucapan ‘tolong, maaf, dan terima kasih’. Hal menarik lainnya yang bisa disaksikan para santri ndalem di kediamannya adalah saat momentum berkumpulnya semua anggota keluarga. Beliau berdua selalu meminta cucu-cucunya untuk menampilkan bakat yang mereka miliki, juga memberi hadiah dan penghargaan atas prestasi dan kebaikan yang dicapai mereka.
Dalam penuturan bu nyai, Gus Sholah juga membebaskan dirinya bekerja dengan tidak meninggalkan pengasuhannya terhadap anak-anak. Banyak teladan yang dicontohkan beliau dalam hal relasi rumah tangga. Bagi kami para santrinya, beliau meninggalkan banyak nilai-nilai kebaikan tidak hanya bentuk pemikiran dan ucapan saja, juga dalam tindakan konkrit dan nyata.
Selamat jalan, Kyai. Semoga segala kebaikan dan teladan menjadi amal jariyahmu.