Mubadalah.id – Dalam isu keluarga, seperti perceraian, kekerasan, dan konflik pasangan suami istri, al-Qur’an memberi jalan yang empatik dan simpatik kepada perempuan, agar diperlakukan secara bermartabat, adil, dan maslahat.
Karena, biasanya, norma-norma budaya yang ada memberi kuasa penuh kepada laki-laki untuk memperlakukan perempuan secara semena-mena.
Ketika Iaki-laki boleh mencerai perempuan berkali-kali tanpa batas, seenaknya, bahkan menggantung sekalipun (tidak dijadikan istri dan tidak diceraikan), al-Qur’an membatasi cerai yang memungkinkan suami bisa balik lagi hanya dua kali. Itu pun harus dengan cara baik.
Setelah itu, suami bisa rujuk dengan syarat memperlakukan istri secara baik, atau kemudian melepas selamanya dengan cara baik juga.
Setelah cerai ketiga, suami hanya diperbolehkan rujuk jika mantan istrinya sudah menikah dengan laki-laki lain kemudian bercerai. Jika tidak, suami haram menikahi mantan istrinya.
Aturan ini untuk menutup perilaku sewenang-wenang laki-laki, yang cerai-rujuk, cerai-rujuk, terus-menerus untuk mempermainkan dan menyakiti perempuan (QS. al-Baqarah (2): 228-230).
Banyak lagi isu-isu pemihakan al-Qur’an kepada perempuan, pada kasus mahar, cerai, dan konflik pasutri dalam berbagai ayatnya.
Pemihakan
Salah satu pemihakan yang juga kentara adalah, ketika al-Qur’an menyebut secara eksplisit kata perempuan dalam hampir semua isu-isu utama ajaran Islam. Padahal ayat-ayat yang umum sudah ada tentang itu.
Namun al-Qur’an, karena sering dipersepsikan ayat umum itu hanya untuk laki-laki, karena memang struktur kalimatnya maskulin (mudzakkar), menurunkan banyak sekali ayat yang menegaskan perempuan sebagai subjek utuh yang disapa secara setara bersama laki-laki.
Yang paling prinsipil adalah Surat at-Taubah ayat 71. Yaitu bahwa posisi laki-laki dan perempuan dalam Islam, mereka adalah para wali (awliya), satu sama lain.
“Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, adalah saling menolong, satu kepada yang lain, dalam menyuruh kebaikan, melarang kejahatan, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, dan menaati Allah dan rasul-Nya. Mereka akan dirahmati Allah. Sesungguhnya Allah Mahakuat dan Mahabijaksana”. (QS. at-Taubah (9):71).
Artinya, laki-laki adalah wali perempuan, begitu pun perempuan adalah wali laki-laki. Dengan seluruh makna wali yang ada: pelindung, penopang, pendukung, penanggung jawab, dan juga pemimpin. Baik laki-laki maupun petempuan, dalam ayat ini Allah perintahkan untuk amar makruf, nahi mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mentaati Allah dan Rasul-Nya. []