Mubadalah.id – Konferensi Internasional dan AMAN Assembly yang akan digelar selama dua hari mendatang, 14-17 Oktober 2023, dirancang untuk memberikan ruang pertukaran bagi umat Islam maupun agama dan kepercayaan lainnya untuk merespon sejumlah isu terkait situasi keberagamaan di Asia dan dunia.
Ruang ini akan dihadiri oleh para pemimpin agama, akademisi, aktivis, praktisi, media dan anak-anak muda dari organisasi dan komunitas untuk berbagi capaian, tantangan, termasuk praktik baik dalam isu keberagamaan di Asia dan dunia.
Isu tersebut mulai dari pencapaian umat Islam dalam mempromosikan kebebasan beragama, toleransi, dan perdamaian. Termasuk mendukung kepemimpinan perempuan dan anak muda dalam pembangunan perdamaian.
Serta mendiskusikan berbagai persoalan humanitarian, crisis, migrasi, dan perlawanan masyarakat dengan pendekatan negosiasi, serta kekerasan ekstremisme dari konteks anak muda dan perempuan, .
“Secara spesifik akan ada pembicaraan tentang Women, Peace and Security (WPS) oleh tokoh Muslim dunia. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 1325 yang keluar pada 2000 dan kami harapkan bisa menjadi kerangka pikir untuk menjawab persoalan-persoalan keamanan. Bahkan perdamaian di tingkat internasional,” kata Direktur The Asian Muslim Action (AMAN) Indonesia, Ruby Kholifah dalam konferensi pers melalui Zoom meeting pada Kamis 12 Oktober 2023.
Gerakan Anak Muda
Menariknya, forum ini akan menyediakan ruang khusus bagi anak muda bersuara dalam sesi Plenary Open Mic dengan tema “Reinventing Nonviolent Civil Resistance: Youth Peace Movement and Technology”.
Dalam tema tersebut, menjadi ruang untuk mendengar tanggapan anak muda di negara-negara di Asia tentang sejumlah isu. Termasuk isu yang berkaitan dengan budaya beragama yang inklusif, demokrasi dalam konteks pluralisme.
Di sesi paralel walk the talk, terdapat perbincangan khusus mengenai bagaimana anak muda menggunakan media sosial dalam gerakan sosial dan memerangi ujaran kebencian.
Sementara itu, Anak-anak muda di Aceh sendiri memiliki segudang cerita dan pengalaman memperjuangkan keadilan bagi korban terdampak.
Bahkan kelompok rentan seperti perempuan dan anak menghadapi kekerasan berbasis gender, agama, ras. Hingga persoalan krisis iklim.
Ruby menambahan bahwa konferensi yang kami gelar nanti membincangkan berbagai perspektif yang komprehensif.
“Penting untuk melihat inklusi keagamaan kita potret dari berbagai sudut pandang. Sehingga memungkinkan menemukan banyak solusi di masa depan,” tegasnya.
“Hasil diskusi dua hari mendatang akan kita rumuskan dalam rekomendasi untuk membangun gerakan bersama dalam mempromosikan inklusi keagamaan. Termasuk secara internal menjadi masukan bagi AMAN dalam menjawab berbagai wacana dan memproyeksikan program lima tahun mendatang,” tutupnya. (rilis)