Mubadalah.id – Rabi’ah al-Adawiyah adalah anak perempuannya yang keempat. Fariduddin Attar, sufi dan sastrawan besar, penulis buku yang sangat terkenal Manthiq ath-Thair (Percakapan Burung), menulis kisahnya panjang lebar.
Ia menuturkan bahwa Rabi’ah al-Adawiyah lahir dari keluarga yang sangat miskin yang taat mengabdi kepada Tuhan.
Kemiskinan keluarga itu sedemikian rupa, sehingga manakala Rabi’ah al-Adawiyah lahir pada malam hari, rumahnya gelap gulita, tanpa lampu. Minyak lampu itu sudah habis. Untuk membeli minyak tanah saja, keluarga itu tak memiliki uang.
Bahkan, konon keluarganya tak juga mempunyai kain atau popok untuk membungkus jabang bayi yang masih merah itu.
Ismail, ayah Rabi’ah, kemudian terpaksa mengetuk pintu demi pintu rumah tetangganya seraya berharap memperoleh bantuan sedikit minyak tanah. Namun, ia pulang dengan tangan kosong.
Ia tak memperoleh benda yang sangat dibutuhkan bagi bayinya itu. Meski demikian, ia tak mengeluh. Ia hanya bisa pasrah atas keberadaannya, sambil terus berdoa kepada Tuhan, siang dan malam.
Manakala Rabi’ah menjadi balita dan sudah bisa makan dengan tangannya sendiri, ia sering merenung seorang diri. Pikiran dan hatinya seperti menyimpan gelisah.
Saat Makan Bersama
Suatu hari, dalam kesempatan makan bersama dengan ayah-ibu dan ketiga kakaknya, Rabi’ah diam saja. Tangannya tak mau mengambil makanan di hadapannya. Ketika sang ayah bertanya, “Mengapa kamu tak mau makan, anakku?”
Rabi’ah balik bertanya, “Apakah makanan ini diperoleh dari cara yang halal?”
Sang ayah, ibu, dan kakak-kakaknya terperangah, kaget bukan kepalang. Pertanyaan itu menakjubkan, justru diucapkan oleh seorang perempuan yang masih amat belia. Sang ayah bertanya, “Mengapa bertanya demikian?”
Rabi’ah menjawab, “Aku lebih baik menderita karena lapar di sini daripada disiksa oleh Tuhan kelak di akhirat.”
Lalu, sang ayah menjawab, “Betul anakku, ini ayah dapatkan dengan cara yang halal.”
Rabi’ah al-Adawiyah kemudian mau makan. Ia senang dan bersyukur kepada Allah. Bismillahir rahmanir rahim.
Rabi’ah adalah anak yang cerdas. Ingatannya kuat. Ayahnya mendidik dan mengajari anak-anaknya membaca dan menghafal al-Qur’an.
Di antara mereka, Rabi’ah paling mudah dan cepat menghafalnya. Bacaannya sangat fasih dan tartil. Ia juga mengaji keilmuan Islam tingkat dasar. []