Mubadalah.id – Banyak laki-laki Muslim yang terobsesi dengan aktivitas dan kenikmatan seksual di surga. Sehingga, dalam berbagai media, sering kita jumpai berita mengenai pelaku bom bunuh diri laki-laki yang mengungkapkan niatnya untuk menjemput bidadari yang cantik jelita di surga. Beberapa waktu lalu juga, kita pernah tergemparkan oleh ceramah agama di salah satu stasiun televisi yang mengabarkan kenikmatan pesta seks bagi laki-laki di surga. Apakah di surga bisa berhubungan intim? Bagaimana hadits Nabi melihatnya?
Facebook juga pernah heboh dengan fatwa seorang ulama laki-laki dari Jordan, yang ditanya perempuan tentang kenikmatan apa yang akan didapatnya nanti di surga. Jawabanya adalah laki-laki yang penisnya besar, keras, dan bisa tegang selamanya. Jawaban ini untuk mengimbangi pernyataanya bahwa laki-laki di surga akan dapat perempuan cantik jelita yang sanggup melayani kebutuhan seksnya tanpa henti.
Sumber Hadits Berhubungan Intim di Surga?
Darimanakah sumber semua cerita ini? Kitab “Sifat al-Jannah” karya Imam Abu Bakr Abdullah bin Muhammad al-Baghdadi, yang dikenal dengan Ibn Abi ad-Dunya (w. 281 H/894 M), ulama abad ke-9 Masehi, bisa menjadi awal penulusuran mengenai kisah-kisah aktivitas seksual di Surga (Beirut: Mu’assasah ar-Risalah, 1997).
Di Kitab ini ada 124 teks Hadits Nabi Saw yang berisi tentang hal-hal terkait dengan surga. Di samping teks-teks lain dari Sahabat dan Tabiin, yang biasa disebut sebagai Atsar. Totalnya ada 364 teks tentang surga dan para penduduknya di Kitab ini. Persis di teks yang ke-267 sampai 289 adalah teks-teks yang diberi judul bab “Jimaa’ Ahl al-Jannah”, atau “Hubungan Seks Para Penduduk Surga”. Berarti ada 22 teks hadits mengenai hubungan seksual di halaman 191-200.
Tentu saja, bisa ditelusuri lagi, pada bab-bab yang lain, yang memiliki irisan tema yang berdekatan. Tetapi untuk tulisan pendek ini, bab tentang hubungan seksual penduduk surga ini sudah cukup memberi gambaran tentang cerita-cerita hal ini yang menyebar di kalangan beberapa laki-laki muslim.
Hadits ke 267 dan 268 bercerita tentang aktivitas seksual di surga yang bisa tanpa henti, dengan penis yang tak pernah lunglai, vagina yang tak pernah kendur, libido yang tak pernah turun, dan orgasme yang simultan, kapanpun dan dimanapun, sesuai kehendak masing-masing. Sayangnya, dalam analisis editor Kitab ini, Abdurrahim al-‘Asaslah, sanad kedua hadits ini lemah. Juga, tidak ada satupun kitab hadits mainstream, seperti Kutub Sittah (Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Ibn Majah, dan Nasa’i) yang meriwayatkan kedua teks tersebut.
Hadits ke 269-272 bercerita, dengan berbagai riwayat, tentang kemampuan laki-laki surga untuk mensetubuhi 100 orang perawan dalam satu waktu. Sanad teks-teks ini, 2 lemah (dha’if) dan 2 kuat (sahih). Tetapi yang dianggap kuat (sahih) oleh editor Kitab ini, juga tidak ditemukan di kitab-kitab hadits yang mainstream. Sementara hadits ke 273-276 bercerita tentang laki-laki penduduk surga yang super sibuk memecah keperawanan para bidadari dan selalu bersedia untuk berhubungan intim dengan ribuan perawan dan janda. Namun, kesemua sanda hadits ini juga lemah.
Hadits ke 277 tentang mudahnya memiliki anak bagi penduduk surga, jika ia mengingkannya. Hanya dalam satu jam (saa’ah), atau satu momentum waktu yang cepat, seseorang langsung bisa mengandung, melahirkan, dan anak bisa langsung besar. Sesuai kehendak orang-orang penduduk surga. Hadits ini diriwayatkan Turmudzi dan Ibn Majah.
Hadits ke 278 sampai terakhir 289 semuanya berbicara tentang kecantikan dan keindahan para perempuan yang menjadi pasangan laki-laki penduduk surga, yang cantik jelita, putih bening menawan bak cermin yang memantulkan bayangan yang melihatnya, bercahaya, mengalahkan seluruh cahaya yang ada di bumi, terus muda, tidak pernah menjadi tua, terus berubah menjadi perawan, tidak menstruasi, tidak mengeluarkan kotoran, tidak juga kencing, ludah, dahak, bahkan tidak juga memiliki anak. Semua teks hadits ini, menurut editor Kitab, sebagian besar sanadnya lemah. Hanya dua sanad teks hadits, tentang keindahan betis perempuan dan cahayanya yang mengalahkan bumi, yang dianggap kuat. Tetapi juga tidak ditemukan di kitab-kitab mainstream.
Azwajun Muthahharoh
Dus, sebagian besar hadits tentang aktivitas seksual di surga meletakkan laki-laki sebagai subyek dan perempuan sebagai obyek seks bagi laki-laki, sehingga perlu kajian pemaknaan yang lebih resiprokal. Di sisi lain, sebagian besar sanadanya juga lemah dan tidak terdapat pada kitab-kitab hadits maintsream. Tentu saja, ini baru kajian awal, dari satu Kitab, dan memerlukan kajian lanjutan, baik dari sisi sanad, maupun matan, yang diharapkan bisa memiliki citra surga yang lebih resiprokal, sebagai tempat kenikmatan bagi laki-laki maupun perempuan.
Bukankah al-Qur’an sudah bercerita tentang pasangan (azawaajun mutahharoh) di surga yang akan membahagiakan penduduk surga? Dan pasangan, tentu saja, netral gender. Bisa untuk laki-laki yang lalu sering diterjemahkan sebagai bidadari. Bisa juga untuk perempuan, yang sayangnya, tidak ada “terjemahan khusus” sebagaimana kata bidadari sebagai pasangan untuk laki-laki.
Saya lebih cenderung mengartikan “azwajan mutahharoh” dalam al-Qur’an sebagai pasangan seseorang di Surga yang hatinya tulus untuk mencintai dan selalu membahagiakannya. Sementara kata “huurun ‘iin” sebagai pasangan seseorang di Surga yang secara fisik meneduhkan pandangan mata dan membanggakannya.
Baik “azwajan mutahharoh” maupun “huurun ‘iin” adalah netral gender. Tidak khusus untuk laki-laki, sehingga tidak benar jika diterjemahkan menjadi “bidadari” saja untuk laki-laki. Al-Qur’an juga tidak menyebutkan secara khusus, apalagi detail, bahwa ia adalah pasangan seksual. Sekalipun tentu saja, tidak menutup kemungkinan tentang kenikmatan seks ini. Karena surga adalah tempat segala kenikmatan spritual, emosional, fisikal, dan bisa jadi seksual.
Semoga ada kajian lanjutan tentang surga yang lebih mubadalah. Wallahu A’lam.