Mubadalah.id – Perkawinan yang dianjurkan oleh Islam tersebut dimaksudkan pertama-tama sebagai cara sehat dan bertangggungjawab mewujudkan cinta dan kasih antara laki-laki dan perempuan. Ini secara jelas dinyatakan dalam al-Qur’an:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ – ٢١
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya kalian saling mengasihi dan menyayangi. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar-Rum, 30: 21).
Ayat ini mengandung tiga hal yang penting untuk diperhatikan dalam perkawinan : yaitu sakinah, mawaddah dan rahmah. “Sakinah”, berasal dari kata sakana. Ia bisa berarti tempat tinggal, menetap dan tenteram (tanpa ras ketakutan).
Dengan begitu maka perkawinan merupakan wahana atau tempat di mana orang-orang yang ada di dalamnya terlindungi. Serta dapat menjalani kehidupannya dengan tenang, tenteram, tanpa ada rasa takut.
“Mawaddah” berarti cinta. Muqatil bin Sulaiman ahli tafsir abad ke 2 H, mengatakan bahwa “mawaddah” berarti “al-Mahabbah” (cinta), “al-Nashihah” (nasehat) dan “al-Shilah” (komunikasi). Yakni komunikasi yang saling menyenangkan dan tidak melukai perasan.
Ini berarti perkawinan merupakan ikatan antara dua orang yang dapat mewujudkan hubungan saling mencintai, saling memahami, saling menasehati dan saling menghormati.
Sementara “al-Rahmah” memiliki arti lebih mendalam. Ia adalah kasih, kelembutan, kebaikan dan ketulusan (keikhlasan).
Dengan landasan cinta dan kasih tersebut. Maka sistem kehidupan yang suami istri jalani dalam rumah tangganya harus pula keduanya lalui dengan proses-proses yang sehat.
Cara-cara yang sehat dalam relasi suami istri dalam kehidupan perkawinan tersebut harus keduanya lakukan dengan sikap saling memberi dan menerima secara ikhlas. Serta saling menghargai, dan saling memahami kepentingan masing-masing, tanpa paksaan dan tanpa kekerasan. Ini juga berarti bahwa hubungan seksual tidak boleh keduanya lakukan melalui cara-cara pemaksaan. []