• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Cara Membayar Fidyah bagi Bumil dan Busui

Tidak seperti ibadah wajib lainnya. Ibadah puasa merupakan ibadah yang hanya dilakukan oleh orang-orang terpilih saja

Ayu Bejoo Ayu Bejoo
23/04/2024
in Hikmah
0
Membayar Fidyah

Membayar Fidyah

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Hari-hari berlalu seperti angin lalu. Senyap tapi pasti, tiba-tiba saja Ramadan telah meninggalkan kita. Kini saatnya kita merasakan jejak ibadah-ibadah yang telah kita lakukan. Maupun yang telah kita lewatkan di bulan Ramadan.

Jika kita mengisi bulan Ramadan dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Niscaya hati akan merasa tentram. Terlebih bagi laki-laki. Berbeda dengan para perempuan yang harus mengalami berbagai siklus. Termasuk menstruasi hingga Bumil dan Busui.

Berpuasa di bulan Ramadan adalah sebuah kewajiban. Di mana setiap jiwa yang beragama Islam wajib menjalankannya. Namun terdapat beberapa kategori kelompok yang boleh untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan. Meliputi, orang sakit, orang yang sedang menempuh perjalanan jauh (musafir).

Orang tua lansia, orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh kembali. Orang gila, mualaf, anak kecil yang belum akil balig. Serta orang yang khawatir terhadap dirinya maupun selain dirinya, yaitu ibu hamil (Bumil) dan Ibu yang sedang menyusui (Busui).

Hukum Menjalankan Puasa bagi Bumil dan Busui

Kewajiban berpuasa merupakan ibadah yang tidak tampak di mata manusia. Namun Allah Swt. langsung yang menjadi saksi, serta akan langsung mendapat ganjaran dari-Nya. Sebagaimana hadis, “fainnahu lii wa ana ajzii bihi.” Sehingga, ibadah puasa memiliki keistimewaan tersendiri karena merupakan buah dari kesabaran.

Baca Juga:

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

Bagaimana Hukum Aborsi Akibat Perzinaan?

Bagaimana Hukum Fikih soal Tingginya Angka Kematian Ibu Akibat Aborsi Tak Aman?

Perdebatan tentang Hukum Aborsi

Tidak seperti ibadah wajib lainnya. Ibadah puasa merupakan ibadah yang hanya dilakukan oleh orang-orang terpilih saja. Bagaimana tidak, untuk menahan dahaga, makan dan minum seharian, belum untuk menjaga hawa nafsu dan perilaku.

Bagi orang-orang biasa, ibadah puasa termasuk ibadah yang berat untuk dilaksanakan. Terlebih bagi Bumil dan Busui. Dalam fase kehamilan, seorang perempuan tanpa berpuasa saja sudah mendapati dirinya kewalahan. Untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Untuk itu, boleh bagi Bumil dan Busui untuk tidak menjalankan puasa jika merasa dirinya tidak mampu. Namun, wajib atas dirinya untuk menganti puasa atau menqadanya hingga membayar fidiah.

Merujuk dalam kitab Mughnil Muhtaj. Bumil yang tidak berpuasa wajib mengganti puasa dengan beberapa ketentuan. Jika khawatir dengan janinnya, dan takut keguguran, maka wajib qada dan membayar fidiah. Apabila khawatir pada dirinya sendiri dan tidak khawatir pada janin.

Maka hanya wajib qada puasa saja, tanpa membayar fidiah. Begitu pula apabila Bumil khawatir terhadap dirinya dan juga janinnya. Maka hanya wajib qada puasa saja tanpa membayar fidiah.

Kewajiban Membayar Fidyah menurut Madzhab Fikih

Dalam fikih madzhab, terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini. Menurut Madzhab Maliki, baik Bumil dan Busui, jika khawatir atas dirinya dan kandungannya. Maupun anak yang disusuinya, atau keduanya, maka boleh untuk tidak berpuasa. Namun wajib unuk mengqada bagi keduanya. Dan Busui wajib juga atasnya untuk membayar fidiah. Bahkan, apabila dengan berpuasa akan mendatangkan mudharat yang lebih besar. Maka wajib atasnya untuk tidak berpuasa.

Menurut Madzhab Hanafi, atas kedua alasan tersebut Bumil dan Busui boleh untuk tidak berpuasa. Namun tidak wajib untuk membayar fidiah, melainkan hanya qada puasa saja. Dan boleh untuk mengqada puasa selang-seling hari. Tidak perlu berturut-turut.

Sementara menurut Madzhab Hambali dan Syafi’i, Bumil dan Busui boleh untuk tidak berpuasa. Jika khawatir akan dirinya maupun kandungannya. Dan hanya wajib mengqada puasa saja tanpa harus membayar fidiah. Namun, bilamana ia hanya khawatir pada kandungannya atau anaknya saja. Maka wajib atasnya untuk mengqada juga membayar fidiah.

Sebagaimana dalam hadis:

إنَّ اللهَ وَضَعَ عَنِ المُسَافِرِ شَطْرَ الصَّلَاةِ وَالصَّومَ عَنِ المُسافِرِ وَعَنِ المُرضِعِ وَعَنِ الْحُبلى

“Sesungguhnya Allah Swt. telah menggugurkan separuh salat bagi musafir. Serta mencabut kewajiban puasa bagi musafir, wanita menyusui, dan wanita hamil.” (H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Cara Membayar Fidyah

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan, tata cara membayar fidyah bagi Bumil dan Busui. Yaitu dengan memberikan makan kepada satu orang miskin dengan kadar tiga kali makan perhari jumlah hutang puasa. Porsinya sebagaimana membayar zakat fitrah, yaitu sesuai kadar makan Bumil dan Busui sehari-hari. Boleh juga untuk membayar fidiah dalam bentuk uang. Waktunya bisa dilaksanakan satu waktu, maupun setiap harinya. []

Tags: hukumMembayar FidyahpuasaramadanRukun IslamSyariat
Ayu Bejoo

Ayu Bejoo

Pegiat Literasi & Aktivis Gender

Terkait Posts

Kritik Asma Barlas

Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

5 Juni 2025
Aurat

Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

5 Juni 2025
Batas Aurat Perempuan

Dalil Batas Aurat Perempuan

5 Juni 2025
Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

4 Juni 2025
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

4 Juni 2025
Ibadah Kurban

Nilai Ekonomi dan Sosial dalam Ibadah Kurban

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual

    Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID