Li Ziqi dan Dianxi Xiaoge akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian oleh seluruh dunia melalui channel Youtube yang mengunggah konten masak-memasak. Hingga tulisan ini dibuat, Youtuber asal Tiongkok tersebut mampu menembus 12jt (Liziqi ) dan 6jt (Dianxi) dengan viewer masing-masing mencapai puluhan juta.
Melihat tema konsep yang disajikan oleh keduanya, tontonan ini bisa menjadi hiburan tersendiri di kala Pandemi. Gesekan soft-soled dan wajan besi, serta suara irisan pisau yang mengiris tipis bawang dan kentang membuat saya betah berlama-lama di depan mereka.
Sedikit berbeda dengan konsep cooking yang ditampilkan oleh acara Master Chef, Liziqi dan Dianxi mencoba menampilkan tema back to nature. Mulai dari kitchen seat yang terlihat masih menggunakan tungku kayu. Juga bahan-bahan dan bumbu masak dihasilkan oleh family garden di sekitar rumah. Tanaman yang dihasilkan bermacam buah dan sayuran hingga hewan ternak yang ada di kandangnya.
Sebenarnya ada banyak Youtuber dengan tema yang sejenis termasuk Youtuber laki-laki. Pilihan Liziqi dan Dianxi diangkat dalam tulisan ini, menurut saya menjadi representasi suara, bahwa tujuan manusia adalah berdamai dengan alam tempat tinggal manusia. Terlebih bahwa perempuan bisa hidup mandiri, mengurusi orang tua dan kebun tempat biasa bercocok tanam.
Seperti dikutip laman liziqi.fan baik Lizqi dan Dianxi pernah mengenyam pekerjaan di salah satu kota metropolitan di Tiongkok. Usia orang tua yang semakin menua, menjadikan pilihan untuk kembali ke asal desanya. Ini tentu menjadi persoalan lain jika di Indonesia saat ini melihat banyaknya migrasi desa ke kota demi mencari pekerjaan.
Kemandirian Li Ziqi dan Dianxi
Disclaimer di atas penting diutarakan terlebih dahulu ketika menulis sebuah realitas yang memuat pembagian kerja domestik dan kerja publik di sebuah masyarakat. Hal ini berkaitan dengan bagaiamana konstruksi sosial dalam masyarakat tertentu membentuk sebuah kesepakatan kerja berjalan. Di satu masyarakat dengan ragam budaya tertentu akan memiliki pola-pola kerja yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain.
Di masa pandemi ini kita bisa mengambil inspirasi dari Liziqi dan Dianxi bahwa ketergantungan hidup kepada orang lain bisa terminimalisir. Walaupun memang kecenderungan manusia untuk membutuhkan orang lain (homo homini socius), akan tetapi pandemi menciptakan (homo homini lupus) apabila tanpa sadar manusia yang berkumpul dan berinteraksi menularkan virus korona.
Mungkin beberapa bulan saat Tiongkok lock down, perempuan tersebut tidak terlalu resah. Karena kebutuhan pangan keseharian sudah ada di depan mata memandang. Tidak pusing untuk keluar supermarket ataupun pasar tradisional sekadar untuk membeli cabai keriting dan daun sawi. Hanya tinggal keluar beberapa jengkal dari pintu untuk berkebun dan ke gudang mengambil segala jenis bumbu fermentasi bisa langsung digunkan untuk memasak.
Secara absolut, aktivitas memasak bukan tugas perempuan, ia juga bukan tugas laki-laki. Masak bisa dipertukarkan baik perempuan atau laki-laki. Jikapun di antara keduanya tidak bisa masak, sebenranya masih bisa order di warung-warung atau online food kan? Boleh-boleh saja mencita-citakan istri yang pinter masak, tapi apakah tidak ada yang jauh lebih prioritas dariapada cita-cita itu? Ini hanya problem budaya saja, yang tanpa sadar terus diinternalisasikan kepada setiap generasai yang menjadi sebuah keharusan jika perempuan harus pinter masak.
Liziqi dan Dianxi bisa menciptakan kebun untuk makan, ternak ikan, memanjat pohon, membajak sawah, hingga membuat bedak tabur, parfume, wine dan lipstik dengan memanfaatkan sumberdaya alam di sekitar rumahnya saja. Tidak hanya mengerjakan hal-hal yang dianggap sebagai pekerjaan domestik saja, juga pekerjaan di luar rumah. Penting digaris bawahi bahwa perempuan tersebut tidak mungkin untuk tidak bekerja di ruang domestik dan publik. (bersambung)