• Login
  • Register
Minggu, 13 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Buku

Buku Santri Waria, Cara Memandang Waria dari Perspektif yang Berbeda

Karena kesan tidak baik yang sudah mengakar masyarakat pada umumnya memiliki penilaian kurang simpatik pada sosok waria

M. Daviq Nuruzzuhal M. Daviq Nuruzzuhal
09/11/2024
in Buku
0
Buku Santri Waria

Buku Santri Waria

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Selama ini, banyak orang mengenal waria dalam pandangan dan kesan yang kurang baik. Karena hanya memandang sebagian pekerjaan mereka sebagai “kupu-kupu malam” dan menjadi pengamen keliling dengan kostum dan gaya yang khas. Kesan ini sangat kuat terhadap sosok tersebut.

Padahal selain mereka, banyak perempuan dan laki-laki yang menggeluti pekerjaan “kupu-kupu malam” dan pengamen keliling. Bahkan bisa jadi jumlahnya lebih banyak dari mereka yang bekerja pada sektor itu. Akan tetapi, kesan pada waria jauh lebih kuat ketimbang kelompok lainnya, karena kekhasan yang ditampilkannya.

Lebih daripada itu, sebenarnya banyak pekerjaan lain yang digeluti oleh mereka. Di antaranya adalah perias pengantin, salon, guru, dosen, pedagang, penari, dan penceramah (muballighah). Ada juga waria yang ahli agama dan bisa baca Al-Qur’an dengan lagu (qari’ah).

Namun, profesi-profesi yang baik ini kurang dikenal oleh masyarakat. Selain mungkin karena jumlahnya tidak terlalu banyak, juga seperti pada umumnya kesan masyarakat: perbuatan jelek lebih menancap dalam ingatan daripada perbuatan baik.

Selayang pandang tentang santri waria

Waria merupakan sebuah bentuk pengakuan diri. Karena pengakuan diri, ada seorang waria yang memilih berdandan, suntik, operasi ganti kelamin, berkerudung, menggunakan rok dan mukena. Tetapi ada juga yang tetap berpenampilan seperti laki-laki, tidak berdandan, menggunakan baju yang biasa laki-laki pakai dan menggunakan kopyah.

Baca Juga:

Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos: Kekuasaan Negara dan Otonomi Tubuh

Maqashid Asy-Syari’ah sebagai Fondasi Hak Asasi Manusia dalam Islam

Penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Islam

Mendalami Peran dan Arus Kesetaraan: Riffat Hasan, Teologi Feminis, hingga Hak Asasi Manusia

Perbedaan pada pakaian tersebut merupakan pilihan masing-masing secara personal. Karena waria adalah identitas gender, dan identitas gender tidak bisa kita kategorikan hanya melalui baju dan dandanan. Sederhananya, mereka bisa memposisikan dirinya dalam struktur sosial masyarakat di mana masing-masing mereka berada (personal is political).

Masing-masing individu memiliki alasan untuk memilih berpenampilan laki-laki, meskipun dirinya telah memproklamasikan diri sebagai waria. Pada saat-saat tertentu, mereka yang berpenampilan laki-laki ini adakalanya berdandan dan menggunakan baju perempuan, dan adakalanya tidak berdandan sama sekali. Yang berpenampilan laki-laki dan berpenampilan perempuan bisa kita jumpai salah satunya di komunitas waria muslim Yogyakarta.

Waria muslim Yogyakarta memiliki satu aktivitas di setiap akhir pekan, mereka berkumpul dalam lembaga kecil bernama Pondok Pesantren Waria Al-Fatah. Pasca penggerebekan pondok pesantren ini oleh sekelompok umat Islam yang mengatasnamakan diri sebagai pembela “Tuhan” awal tahun 2016, aktivitas pondok pesantren mulai vakum dan sepi dari hiruk pikuk belajar Al-Qur’an.

Intimidasi itu membuat pesantren sempat menutup kegiatan mengaji dan beribadah. Aktivitas mereka terhenti selama tiga bulan karena santri ketakutan. Secara perlahan-lahan dengan dukungan banyak kalangan, santri waria bisa kembali beribadah dan menjalankan kegiatan sosial di pesantren.

Perlakuan tidak manusiawi

Karena kesan tidak baik yang sudah mengakar masyarakat pada umumnya memiliki penilaian kurang simpatik pada sosok waria. Ketidaksimpatikan ini kadang mendorong masyarakat bersikap tidak adil, bahkan tidak manusiawi, Ini masalah utama yang dihadapi waria, yakni perlakuan tidak adil, tidak patut, dan tidak manusiawi, sesuatu yang sesungguhnya terlarang di dalam ajaran Islam.

Di buku ini ada banyak cerita menarik tentang dukungan dan penerimaan keluarga para santri yang menguatkan. Ada juga anggota keluarga yang menolak dan mengusir. Kisah santri melawan diskriminasi, stigma, cacian, perundungan, dan tudingan miring memberikan pelajaran berharga tentang usaha mereka bertahan hidup.

Beragam latar belakang pendidikan dan pekerjaan waria memberikan gambaran mereka sebagai orang-orang yang berdaya dan bertahan dalam hidup yang tak selalu menguntungkan. Ada waria yang pernah menjadi politikus, pengusaha sukses, dan mengenyam pendidikan di kampus ternama. Tapi, ada juga yang hidup dalam kemiskinan sehingga mereka harus bertahan hidup dengan cara mengamen dan menjadi pekerja seks.

Memandang waria dengan perspektif berbeda

Tema ini sangat penting untuk terus kita ulas dan kaji karena menyangkut hak asasi manusia. Di Indonesia, waria kerap mendapatkan perlakuan diskriminatif di banyak tempat. Pesantren ini pernah mengalami pengalaman buruk ketika kedatangan organisasi kemasyarakatan yang mengatasnamakan Islam. Belasan orang tersebut marah, menggeruduk tempat belajar santri mengaji, dan menuduh pesantren sebagai kedok agar waria leluasa berbuat maksiat.

Menghalangi setiap orang beribadah melanggar konstitusi Pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Penggerudukan pesantren yang cenderung terbiarkan itu menggambarkan negara yang tunduk pada kelompok yang menyerang.

Ketidakadilan terhadap mereka tergambar dari cara pemerintah daerah setempat menyelesaikan persoalan. Santri waria tidak mendapatkan ruang untuk didengarkan suaranya dan pemerintah yang seharusnya melindungi mereka tidak menjalankan tugasnya.

Respon Dari Tokoh Agama

Kiai Mustofa Bisri atau Gus Mus, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Desa Leteh, Rembang, Jawa Tengah saat menerima rombongan santri pesantren waria pada Desember 2019 menyebut bahwa Islam tak hanya mengenal laki-laki dan perempuan, tapi juga mengakui keberadaan khuntsa atau orang yang berkelamin ganda dan sebagainya.

Menurut Gus Mus, orang yang mengatakan Allah hanya menciptakan laki-laki dan perempuan kurang mengaji karena fikih dan Al-Quran menjelaskan keberadaan jenis selain perempuan dan laki-laki (hlm 250-256).

Rektor Institute Studi Islam Fahmina Cirebon, Marzuki Wahid memberikan pengantar yang baik di buku ini. Kiai Marzuki Wahid mengajak orang untuk mendengarkan dan menjadikan waria sebagai individu yang utuh untuk memahami mereka. Ia menegaskan bahwa waria setara di hadapan Allah sehingga tidak boleh saling merendahkan dan menghina satu sama lain dan tidak boleh ada diskriminasi.

Berangkat dari realitas tersebut, kehadiran buku santri waria ini merupakan ikhtiar untuk menarasikan pengalaman penulis sebagai orang yang menemani santri belajar Al-Qur’an. Serta menarasikan pengalaman hidup  santri waria dengan perspektif spiritual dan pengalaman keagamaan masing-masing individu tanpa penghakiman.

Oleh karena pengetahuan tidak bersifat final, menurut penulis buku ini tak luput dari berbagai kekurangan, Namun dapat kita akui bahwa secara keceluruhan bahwa buku ini memberi kita perspektif yang berbeda terkait waria. sehingga dapat menambah khazanah dan kebijaksanaan kita untuk melihat dan berperilaku sebagaimana Islam ajarkan. []

Tags: Buku Santri WariaHak Asasi Manusiapondok pesantren waria al-Fatahsantri wariawaria
M. Daviq Nuruzzuhal

M. Daviq Nuruzzuhal

Mahasiswa jurusan ilmu falak UIN Walisongo Semarang yang menekuni Islamic Studies dan isu kesetaraan. Allumni MA NU TBS dan Ponpes Raudlatul Muta'allimin Jagalan 62 Kudus

Terkait Posts

Perempuan Lebih Religius

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

9 Juli 2025
Ancaman Intoleransi

Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi

5 Juli 2025
Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

4 Juli 2025
Fiqh Al-Usrah

Fiqh Al-Usrah Menjembatani Teks Keislaman Klasik dan Realitas Kehidupan

28 Juni 2025
Novel Cantik itu Luka

Novel Cantik itu Luka; Luka yang Diwariskan dan Doa yang Tak Sempat Dibisikkan

27 Juni 2025
Fiqhul Usrah

Fiqhul Usrah: Menanamkan Akhlak Mulia untuk Membangun Keluarga Samawa

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hak Perempuan

    Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar
  • Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID