Minggu, 9 November 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Eco-Waqaf

    Eco-Waqaf dan Masa Depan Hijau: Sinergi Iman, Ekonomi, dan Lingkungan

    Soeharto Pahlawan

    Menolak Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah Kelam Tak Boleh Dilupakan

    Pesta Pernikahan

    Tadarus Subuh: Merayakan Pesta Pernikahan Tanpa Membebani

    Presiden Meksiko Dilecehkan

    Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

    ASI yang

    Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    Budaya Bullying

    Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    Menyusui

    Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

    Kesetaraan Disabilitas

    Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    Menyusui

    Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Soeharto

    Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    Pahlawan Soeharto

    Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Eco-Waqaf

    Eco-Waqaf dan Masa Depan Hijau: Sinergi Iman, Ekonomi, dan Lingkungan

    Soeharto Pahlawan

    Menolak Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah Kelam Tak Boleh Dilupakan

    Pesta Pernikahan

    Tadarus Subuh: Merayakan Pesta Pernikahan Tanpa Membebani

    Presiden Meksiko Dilecehkan

    Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

    ASI yang

    Pentingnya Peran Ayah dalam Mendukung Pemberian ASI

    Budaya Bullying

    Budaya Bullying dan Hilangnya Rasa Aman Pelajar

    Menyusui

    Menyusui dan Politik Tubuh Perempuan

    Kesetaraan Disabilitas

    Gen Z Membangun Kesetaraan Disabilitas Di Era Digital

    Menyusui

    Menyusui dan Rekonstruksi Fikih Perempuan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rujukan Metodologi

Gerakan Sosial Perempuan Lokal: Feminis Tanpa “Feminis(me)”

Kemewahan wacana feminisme Barat pada kenyataannya menjadi kering analisa pada irisan identitas, khususnya di negara Dunia Ketiga. Hal ini perlu diperhatikan untuk mencegah dehumanisasi melalui wacana

Miftahul Huda Miftahul Huda
16 Maret 2021
in Buku, Rekomendasi
0
Gerakan Sosial

Gerakan Sosial

181
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Gerakan sosial feminisme gelombang kedua (dan pertama) dinilai sangat eksklusif dan western-oriented. Menurut Maria Mies, perempuan Dunia Ketiga akan kesulitan mengikuti tujuan (wacana) perempuan Dunia Pertama. Apalagi membakukan kurikulum gerakan perempuan melalui kacamata Barat, tentu akan meremehkan perempuan lokal dan mengeluarkannya dari gerakan sosial. Suara-suara kecil dan aktivitas-aktivitas kepedulian akan dianggap reproduksi patriarki, karena menurut “kurikulum feminisme Barat” seperti itu.

Solusinya, identitas harus dilihat sebagai aspek penting untuk memahami sebuah gerakan sosial. Kita tidak bisa memaksakan perempuan suku Badui untuk aktif dalam politik partai atau pengarusutamakan isu gender dan pembangunan. Pun tidak bisa mengeneralisir satu isu di negara Barat—seperti, kuota pekerja perempuan di pertambangan—ke seluruh penjuru dunia. Jika tetap dipaksakan, yang terjadi adalah kolonisasi melalui wacana feminisme.

Artinya, secara ringan, kita harus terlebih dahulu melakukan deforestasi, membangun gedung-gedung pencakar langit, dan mendirikan banyak universitas untuk “mencerdaskan” masyarakat lokal; kemudian menyuarakan “feminisme” menjadi relevan.

Disadari atau tidak, ada biaya mahal untuk “sekadar” mengarusutamakan isu perempuan menurut kurikulum Dunia Pertama. Kita harus (baca: dipaksa), dalam pandangan Angela McRobbie, mengakomodasi kepentingan kapitalisme yang terselip di berbagai lini, seperti pendidikan, pembangunan, reproduksi, dan wacana kebebasan. Dan di saat yang bersamaan, terjadi dehumanisasi masyarakat adat karena mereka dianggap tidak representatif untuk bersuara, kolot dan “anti-kemajuan”.

Maka, perspektif pascakolonial diambil oleh Titiek Kartika dalam bukunya: Perempuan Lokal VS Tambang Pasir Besi Global (2014). Dalam tulisannya, Kartika terpengaruh dan mencoba menguatkan argumen Gayatri C. Spivak, Homi K. Bhabha, Franz Fanon, Mohanty, dan Ong (h. 44-49).

Ia sepakat dengan pendahulunya tersebut, bahwa kolonisasi bisa masuk melalui wacana—tak terkecuali feminisme. Dan, perspektif pascakolonial berusaha, dalam bahasa Derrida, mendekonstruksi wacana kolonial yang telah menghegemoni masyarakat bekas jajahan. Cara yang dilakukan Kartika adalah dengan menerapkan etnografi feminis agar bisa bersinggungan langsung dan mengungkap suara-suara subaltern. Kemudian, mengangkatnya sebagai identitas gerakan sosial feminisme pascakolonial.

Perempuan Adat Melawan Tambang Pasir Besi

Pada dasarnya buku ini adalah disertasi, sebuah penelitian yang dilakukan di Penago Baru, Bengkulu. Masyarakat di sana pernah mengalami percobaan pertanian masa Orde Baru, namun gagal. Kemudian mencoba bermitra dengan PTPN VII untuk menggarap perkebunan sawit, tapi hanya berlangsung 2 tahun. Dan saat ini, warga meneruskan kebun sawit secara mandiri dan tidak terikat dengan perusahaan mana pun. Meski begitu, warga masih menggarap sawah walau mereka sadar kebutuhan air harus bersaing dengan sawit yang boros air (h. 154-157).

Pada tahun 2005, warga mengendus proyek tambang pasir besi dari PT FN yang bakal merenggut 5 desa atau seluas 5.000 hektar. Kesadaran reflektif warga mulai terbentuk, setelah menyadari sulitnya menemukan remis karena aktivitas pertambangan. Sedangkan perempuan mengkhawatirkan anak-anaknya yang terpapar debu proyek karena lalu-lalang kendaraan berat yang keluar masuk tambang.

Gejolak perlawanan gerakan sosial warga meletup. Dari menentang PT FN hingga Bupati dan lembaga legislatif. Aksi-aksi koersif juga dilakukan sebagai bentuk perlawanan kolektif warga, dan bagaimana posisi perempuan dalam konflik, Kartika menuturkan bahwa perempuan memiliki posisi dalam gerakan sosial yang setara dengan laki-laki. Para perempuan bukan hanya ikut-ikutan aksi karena suaminya, karena ada juga perempuan lain yang juga turut aksi demonstrasi, dan memiliki komando protes perempuan (180).

Kearifan lokal ditunjukkan Kartika sebagai pembentuk identitas gerakan perempuan. Seperti mengenali debu sebagai penganggu tanaman cabai, bahkan membunuhnya. Kemudian perempuan juga mengenali pasir besi sebagai penyaring air untuk menjadi bersih; dan ketika pasir besi dikeruk, perempuan menyadari air menjadi kotor dan keruh karena “alat” saringnya hilang.

Kesadaran kolektif perempuan dalam gerakan sosial tersebut ditransmisikan melalui arisan dan beberapa pertemuan, atau sekadar ketika bertamu. Dari forum-forum kecil itulah perempuan mencetuskan perlawanan dan mencoba berkontribusi terhadap tempat di mana ia berada. Salah satu perempuan militan sekaligus pemimpin gerakan sosial, yang disebut Kartika Mak Jk, bahkan yang menginspirasi suaminya untuk menolak tambang.

Bagi Mak Jk, tambang telah menunjukkan watak serakahnya sejak ia menjalani masa kanak-kanak. Hasil pengamatan sehari-hari, seperti jalanan rusak dan berkurangnya ikan-ikan yang didapat nelayan, merupakan alasan utama kenapa warga harus dikumpukan untuk mengambil sikap  melalui gerakan sosial terhadap tambang.

Dengan demikian, perempuan lokal telah menentang wacana global tentang “kemajuan” yang disimbolkan dengan pembangunan. Identitas lokal (nelayan, petani) adalah perspektif utama untuk melihat sebuah tawaran pembangunan. Secara khusus, perspektif perempuan tidak boleh diabaikan. Namun Kartika mengakui, perempuan memiliki akses bicara dan informasi di desa, tapi sayangnya ruang publik yang lebih luas (di luar desa) sulit diakses perempuan (h. 221).

Berbagai keterbatasan akses politik dan bersuara, diatasi perempuan dengan melakukan aksi “ekstrem”. Mengucapkan coarse language, seperti “anjing”, “bajingan”, “keparat”, lalu aksi “tangkap burung” (h. 226)—perempuan di garis depan gerakan sosial dan menangkap penis para polisi untuk membuka jalan bagi demonstran laki-laki—adalah manifestasi puncak kemarahan kelompok subaltern. Sebab, itu ruang yang dimiliki perempuan; dan ketika menemukan ruang itu, perempuan tidak mau menyia-nyiakannya untuk meluapkan suara yang terpendam.

Rujukan untuk Melihat Masyarakat Lokal

Kartika telah membuka mata kita, bahwa perempuan harus dilihat sebagai subyek aktif di dalam masyarakat. Mengakuinya tidak harus menunggu mereka melakukan apa yang dilakukan laki-laki (dalam konteks gerakan). Tetapi harus melihat menggunakan lensa multidisiplin, seperti menakar struktur budaya, gender, geografi, politik, dan akses.

Dengan melihat secara kritis aspek-aspek tersebut, kita akan sukarela mengakui identitas perempuan lokal, bahwa apa yang mereka lakukan adalah bagian dari gerakan feminis—tanpa harus menggunakan term “feminis(me)”.

Meski perjuangan mereka “sekadar” lingkup lokal—tidak semewah wacana “feminisme Barat”—tapi sebenarnya memiliki dampak global: dengan gagalnya tambang pasir besi, maka produksi emisi karbon mampu diredam dan mencegah kerusakan alam semakin meluas. Sedangkan isu feminisme-nya adalah, perempuan Penago memperjuangkan kesehatan reproduksi yang terganggu oleh aktivitas pertambangan. Dan sebetulnya, kerusakan lingkungan adalah isu feminis, dan telah diperjuangkan pula oleh perempuan Penago.

Dengan demikian, buku ini semakin layak dibaca untuk memperluas sudut pandang kita dan mencegah rasa sesumbar sebagai “intelektual”. Jika memang benar-benar intelektual (terlebih peneliti), yang pertama dilakukan ketika “datang” ke masyarakat lokal dan melihat perempuan, adalah mengakuinya sebagai subyek, bukan obyek. Sebab, pengalaman adalah arkeologi pengetahuan perempuan yang bisa ia letupkan sewaktu-waktu demi bertahan hidup. []

Judul Buku: Perempuan Lokal VS Tambang Besi Global
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta.
Penulis: Titiek Kartika
Tahun Terbit: 2014
Tebal: xxiv + 304 hlm.
ISBN: 978-979-461-892-9

Tags: EkofeminismefeminismeKerusakan AlamLingkungan HidupPerempuan LokalResensi BukuTradisi Nusantara
Miftahul Huda

Miftahul Huda

Peneliti isu gender dan lingkungan.

Terkait Posts

Novel Dendam
Buku

Perempuan dalam Luka Sejarah: Membaca Novel Dendam Karya Gunawan Budi Susanto

7 November 2025
Diplomasi Iklim
Publik

Ekofeminisme dalam Diplomasi Iklim

14 Oktober 2025
Emmeline Pankhurst
Figur

Emmeline Pankhurst, Suffragist, dan Tuduhan “Blackmail Politik”

8 Oktober 2025
Feminis Sejati
Personal

Ibuku Tak Belajar Feminisme, Tapi Ia Seorang Feminis Sejati

6 Oktober 2025
Konflik Agraria
Publik

Konflik Agraria: Membaca Kembali Kasus Salim Kancil hingga Raja Ampat

29 September 2025
Perceraian
Buku

Ketika Perceraian Memerdekakan dan Bagaimana Menulis Menjadi Terapinya

27 September 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Soeharto Pahlawan

    Menolak Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah Kelam Tak Boleh Dilupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketua PBNU hingga Sejarawan Tolak Gelar Pahlawan Soeharto, Dosanya Besar bagi NU dan Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Presiden Meksiko Dilecehkan: Membaca Kekerasan Seksual dari Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Kebahagiaan Lewat Filosofi Mulur Mungkret Ki Ageng Suryomentaram

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Eco-Waqaf dan Masa Depan Hijau: Sinergi Iman, Ekonomi, dan Lingkungan
  • Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • Film Pangku: Menangkap Realita Kehidupan Di Pantura
  • Menolak Soeharto Jadi Pahlawan: Sejarah Kelam Tak Boleh Dilupakan
  • Tadarus Subuh: Merayakan Pesta Pernikahan Tanpa Membebani

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID