• Login
  • Register
Minggu, 2 April 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Kisah Pernikahan Sayyidah Khadijah Dengan Rasulullah

Sayyidah Khadijah yang sudah terpikat kebingungan tentang perihal, maukah Muhammad menerima dirinya sebagai seorang istri? Lalu bagaimana rasa cintanya bisa tersampaikan dengan respon yang positif?

Syukron Hafid Syukron Hafid
16/02/2023
in Hikmah, Rekomendasi
0
Kisah Pernikahan Sayyidah Khadijah dengan Rasulullah

Kisah Pernikahan Sayyidah Khadijah dengan Rasulullah

896
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sayyidah Khadijah merupakan istri pertama Rasulullah Saw sekaligus merupakan orang pertama yang mengimani-Nya. Beliau juga merupakan istri satu-satunya yang tidak Rasul poligami. Lalu kita bisa katakan juga bahwa Sayyidah Aisyah tidak pernah cemburu pada istri-istri Nabi sebagaimana kecemburuannya pada Khadijah. Terasa penting bagi kita, khususnya yang sudah siap menikah untuk mempelajari kisah pernikahan Sayyidah Khadijah dengan Rasulullah ini dalam rangka mengambil Ibrah-nya.

Mengutip Abdul Mun’im Muhammad Umar dalam bukunya yang berjudul Khadijah Cinta Sejati Rasulullah, menjealskan bahwa nama lengkapnya adalah Siti Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushay. Beliau merupakan kerabat Rasulullah Saw, baik melalui jalur ibu maupun melalui jalur ayah.

Melalui jalur ayah, nasab Rasul bertemu dengan Khadijah pada kakeknya yang keempat, yaitu Qushay. Sedangkan melalui jalur ibu, yaitu Fathimah binti Za’idah, nasab Rasul bertemu dengan Khadijah melalui neneknya yang bernama Halah binti ‘Abdu Manaf. Karena, ‘Abdu Manaf adalah kakek ketiga Rasulullah Saw.

Mengenai kariernya mungkin sudah banyak orang mengetahui bahwa beliau adalah seorang saudagar kaya raya dari kalangan perempuan. Meski sebenarnya kekayaan beliau awalnya diperoleh melalui warisan orang tua dan ia kembangkan bersama dengan sang suami, yaitu Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi dan Atiq bin ‘Aid al-Makhzumi.  Namun ke depan beliau mengembangkan sendiri kekayaannya itu. Karena, memang mempunyai bakat dalam hal perniagaan.

Masyarakat jahiliah menjuluki Khadijah Radiyallahu Anha dengan sebutan At-Thahirah. Sebab beliau adalah perempuan yang menjaga kehormatan dan kesucian dirinya. Khuwailid bin Asad sebagai ayahnya bisa terbilang sukses mendidik anak. Ia berbahagia dengan kelahiran anaknya yang terlahir sebagai perempuan, meski di saat yang sama orang Arab tidaklah bangga dengan seorang anak yang terlahir sebagai perempuan. Bahkan, banyak di antara mereka yang membunuh dan menguburnya hidup-hidup.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok!
  • Jalan Penghantar Nabi Muhammad SAW Mendapatkan Kemuliaan Isra’ Mi’raj.
  • Konsep Makruf sebagai Tips Rahasia Keharmonisan Rumah Tangga
  • Mengenal Rumah Tangga Khadijah Sebelum dengan Baginda Nabi
    • Awal Mula Lahirnya Ketertarikan
    • Kesuksesan Nabi dalam Berniaga
    • Tanpa Malu Menyatakan Cinta Duluan
    • Pernyataan Cinta Sayyidah Khadijah

Baca Juga:

Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok!

Jalan Penghantar Nabi Muhammad SAW Mendapatkan Kemuliaan Isra’ Mi’raj.

Konsep Makruf sebagai Tips Rahasia Keharmonisan Rumah Tangga

Mengenal Rumah Tangga Khadijah Sebelum dengan Baginda Nabi

Awal Mula Lahirnya Ketertarikan

Sebagai perempuan yang sukses dalam dunia dagang, Khadijah R.a. mempekerjakan kaum lelaki untuk membawa dan memperjual belikan komoditasnya. Dengan kata lain, beliau membuka endorsement dalam istilah gaulnya sekarang. Sedangkan orang yang bermitra dengannya merupakan orang-orang yang jujur, amanah, dan mulia akhlaknya.

Pada saat masyarakat Mekkah sedang ramai berbicara tentang kejujuran Muhammad Ibnu Abdillah, Khadijah Ra mengirim utusan untuk mengajak-Nya menjadi mitra dagang. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa sikap jujur merupakan hal yang penting dalam kemitraan. Bukan kebohongan yang mementingkan kesejahteraan pribadi.

Tidak lama kemudian, datanglah Muhammad pada kediaman beliau untuk berbicara mengenai bisnis yang telah ia tawarkan. Dalam perbincangan itu, Khadijah yang sudah senior dalam dunia dagang menangkap kesan bahwa Muhammad merupakan orang yang berperilaku berdasarkan akal budi dan berkesimpulan bahwa dialah orang yang sedang ia cari selama ini.

Muhammad muda saat itu dengan senang hati menerima ajakan Khadijah untuk bermitra. Di samping bayarannya dua kali lipat lebih dari bayaran yang bisa majikan yang lain berikan. Tentu hal ini lumayan menggiurkan.

Selain kesan moral yang baik, Khadijah juga menangkap kesan bahwa Muhammad orangnya tampan dan posturnya ideal. Dua kesan ini nampaknya cukup membuat dia terpikat. Tanpa memandang status sosial dan finansial.

Dengan persetujuan pamannya, Abu Thalib, tibalah hari keberangkatan Muhammad muda menunjukkan keterampilan dalam dunia perniagaan menuju ke daerah Syam. Muhammad muda dalam ekspedisinya ini dilayani oleh seorang laki-laki yang bernama Maysarah. Penduduk Mekkah beserta dengan paman-paman Muhammad mengantar ekspedisi ini. Sebagaimana tradisi yang sudah berlaku dalam dunia perniagaan saat itu.

Kesuksesan Nabi dalam Berniaga

Singkat cerita, Muhammad muda sukses dalam ekspedisinya ini dan membawa keuntungan yang berlimpah untuk Khadijah Ra. Pada saat Muhammad muda pulang dari kediaman Khadijah, Maysarah menceritakan pengalamannya saat melayani Muhammad muda berniaga. Dia menceritakan kekagumannya pada Khadijah Ra. tentang sosok Muhammad yang sukses dalam berniaga. Meski beliau senantiasa selalu bersikap jujur. Hal ini menurutnya merupakan keistimewaan dan keunikan yang ada dalam diri Muhammad muda.

Maysarah juga menceritakan keistimewaan dan keunikan yang lain tentang sosok Muhammad muda. Yaitu menyaksikan sekumpulan awan berkumpul menaungi diri Muhammad yang sedang menunggang unta di padang pasir saat matahari sedang teriknya.

Maysarah menuturkan juga bahwa pada suatu hari, Muhammad muda berteduh di bawah pohon dekat pertapaan seorang rahib bernama Nashtura. Sang Rahib bertanya pada Maysarah tentang siapa Muhammad. Maysarah menjawab bahwa Muhammad adalah seorang pemuda mulia dari suku Quraisy. Sang rahib kembali bertanya, “Apakah ada tanda merah di matanya?”, Maysarah menjawab “Ya”. Kemudian Rahib itu berkata “Pemuda yang duduk di bawah pohon itu adalah seorang Nabi.”

Beberapa kesan dan keistimewaan tentang Muhammad inilah yang membuat Khadijah tertarik menjadikannya sebagai seorang suami. Sementara Sayyidah Khadijah yang sudah terpikat kebingungan tentang perihal, maukah Muhammad menerima dirinya sebagai seorang istri? Lalu bagaimana rasa cintanya bisa tersampaikan dengan respon yang positif?

Tanpa Malu Menyatakan Cinta Duluan

Dalam tradisi masyarakat Arab dan tradisi pada umumnya di Indonesia, seorang perempuan hanya boleh menunggu lamaran dari seorang laki-laki. Namun tidak demikian dengan Khadijah. Ia merupakan sosok perempuan yang berani menabrak tradisi yang ada dengan menyatakan cintanya pada Muhammad.

Namun, beliau tidak mengekspresikan cintanya secara serampangan pada Muhammad. Inisiatif yang beliau lakukan adalah dengan menggunakan siasat. Yaitu mengutus seorang perempuan yang ia yakini kemampuan dan loyalitasnya untuk melakukan pendekatan awal pada Muhammad secara diam-diam. Menarik bukan.

Perempuan tersebut bernama Nafisah binti Umayyah yang masih terhitung kerabat dekat Muhammad muda. Ia mendatangi dan menasehati Muhammad sebagaimana seorang ibu menasehati anaknya. Strategi yang Nafisah lakukan terlebih dahulu adalah meyakinkan Muhammad tentang betapa pentingnya menikah. Setelah ini berhasil, baru menyampaikan bahwa perempuan yang cocok untuk Muhammad adalah Khadijah binti Khuwailid. Yaitu juragan atau nyonyanya beliau sendiri.

Muhammad muda terhenyak mendengar pernyataan Nafisah itu, beliau menyatakan bahwa dia tidaklah mempunyai harta untuk ia jadikan sebagai mahar pada Khadijah. Namun, Nafisah meyakinkan bahwa persoalan finansial tidak usah menjadi masalah. Asalkan Muhammad mau saja untuk menikahi Khadijah. “Saya yang akan mengurusnya.” Tegas Nafisah.

Setelah Nafisah memberitahu tentang respon positif Muhammad pada Khadijah, Muhammad muda lantas Khadijah mengundangnya di kediamannya. Di sanalah Khadijah menyampaikan perasaan cintanya secara terang-terangan tanpa melalui perantara. Laksana seorang ksatria.

Pernyataan Cinta Sayyidah Khadijah

Dalam kisah ini, sebenarnya Khadijah ingin menunjukkan pandangannya yang menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan dengan cara melakukan aksi atau evolusi yang langkah awalnya melalui diri sendiri terlebih dahulu.

Muhammad muda yang telah mendengar pernyataan cinta Khadijah tersebut lantas menerimanya dan memberitahu bahwa dia ingin menyampaikan terlebih dahulu pada pamannya. Keinginan sepasang calon pasutri ini disambut baik oleh paman Nabi Muhammad, yaitu Abu Thalib dan Hamzah. Tak lama kemudian, acara pernikahan yang dinanti-nanti akhirnya pun terjadi. Keluarga Khadijah yang diwakili oleh pamannya, yaitu Amr Ibnu Asad berbahagia dengan pinangan dari Muhammad yang dijuluki sebagai Al-Amien itu.

Pernikahan ini terjadi pada dua bulan 15 hari setelah Muhammad tiba dari Syam. Mahar yang diberikan kepada Khadijah adalah 20 ekor unta. Usia Muhammad saat itu 25 tahun, sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Demikianlah kisah sederhana mengenai pernikahan Sayyidah Khadijah dengan baginda Nabi Muhammad Saw. Pelajaran penting dalam kisah ini adalah Khadijah merupakan sosok perempuan yang luar biasa, kaya raya, cerdas, dan status sosialnya tidaklah buruk di mata Rasulullah. Sehingga, Nabi Saw. selalu menyebut-nyebut kebaikannya walaupun Sayyidah telah wafat. Wallahua’lam bis-Shawab. []

 

*Tulisan ini diintisarikan dari buku Khadijah Cinta Sejati Rasulullah karangan Abdul Mun’im Muhammad Umar dan kitab Fiqh Sirah al-Nabawiyyah karangan Syekh Muhammad Said Ramadhan al-Buthi.

Tags: Ahlul Baytistri nabiSayyidah KhadijahSejarah Nabi
Syukron Hafid

Syukron Hafid

Lahir di Sumenep, Madura. selain tulisan ilmiah, ia juga menyukai tulisan fiksi. Kuliah di Ma'had Aly Situbondo. Untuk bertegur sapa, bisa melalui IG @syukron.hafid dan FB: S Hafidz

Terkait Posts

Jumlah mahar

Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw

2 April 2023
Mahar adalah Simbol

Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

2 April 2023
Manusia Pilihan Tuhan

Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

2 April 2023
Tujuan menikah

Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

1 April 2023
Sarana Menikah

Menikah Adalah Sarana untuk Melakukan Kebaikan

1 April 2023
kerja rumah tangga

Nabi Muhammad Saw Biasa Melakukan Kerja-kerja Rumah Tangga

1 April 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anak Kehilangan Sosok Ayah

    Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kasus KDRT: Praktik Mikul Dhuwur Mendem Jero yang Salah Tempat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Momen Ramadan, Mengingat Masa Kecil yang Berkemanusiaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ini Jumlah Mahar Pada Masa Nabi Muhammad Saw
  • Mahar Adalah Simbol Cinta dan Komitmen Suami Kepada Istri
  • Ketika Anak Kehilangan Sosok Ayah dalam Kehidupannya
  • Keheningan Laku Spiritualitas Manusia Pilihan Tuhan
  • Menikah Harus Menjadi Tujuan Bersama, Suami Istri

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist