Mubadalah.id – Dalam menyelesaikan konflik di dalam keluarga, salah satu prinsip yang perlu menjadi pedoman adalah mu’asyarah bi al-ma’ruf atau memperlakukan pasangan dengan sopan.
Dalam QS. an-Nisa 4:19 terdapat perintah “…pergaulilah istri-istrimu dengan sopan, dan apabila kamu membenci mereka (maka jangan putuskan tali perkawinan), karena boleh jadi kamu membenci sesuatu, tetapi Allah menjadikan padanya (dibalik itu) kebaikan yang banyak”.
Prinsip ini mengajarkan bahwa suami-istri mesti memperlakukan pasangannya dengan sopan meskipun ketika karena sesuatu hal timbul rasa benci.
Persoalan mendasar dari para pasangan adalah ketidakpahaman dalam mengatasi konflik. Bagian ini akan menjelaskan cara pandang terhadap konflik, bagaimana proses negosiasi, dan mediasi.
Prinsip Penyelesaian Konflik Keluarga
Sebagian pasangan suami istri jarang mengetahui bagaimana sesungguhnya cara mereka menyelesaikan konflik. Mereka menyelesaikan masalah secara natural saja. Persoalan ada yang dihadapi, dibiarkan, ada pula yang didiamkan.
Padahal, jika didiamkan saja maka konflik tersebut akan menjadi masalah yang lebih besar. Cara pandang terhadap konflik akan memengaruhi apakah pasangan akan menyelesaikan atau tidak tegas dalam menghadapi konflik.
Ada tiga cara pandang terhadap konflik: negatif, positif dan progresif. Konflik ia anggap sebagai sesuatu yang negatif dan merugikan sehingga perlu ia hindari.
Pandangan positif melihat konflik sebagai sebuah keniscayaan atau lumrah. Sedangkan pandangan progresif, menganggap bahwa konflik juga kita butuhkan untuk melakukan dinamisasi perubahan. Cara pandang progresif ini yang semestinya kita lestarikan dalam kehidupan suami istri.
Menurut Lestari dalam Psikologi Keluarga, konflik akan menjadi destruktif atau merusak jika pasangan yang mengalami konflik memiliki perspektif negatif terhadap konflik, perasaan marah, dan penyelesaian oleh waktu.
Perspektif negatif terhadap konflik akan menyebabkan orang yang sedang menghadapi konflik cenderung menghindari konflik, tidak tuntas dalam menyelesaikan masalah, dan menganggap konflik sebagai problem. Marah ketika mengalami konflik adalah hal yang lumrah dan alamiah.
Namun harus disadari bahwa marah adalah situasi yang harus dikendalikan, diatasi, dan dapat diubah. Sedangkan orang yang memandang masalahnya akan selesai seiring berjalannya waktu justru sedang menanam bom waktu karena masalah tidak akan pernah selesai jika didiamkan. []