Mubadalah.id – ‘istilah salehah’ sudah bukan barang asing lagi di telinga kita. Siapapun perempuan yang sudah halal menikah, pasti mendambakan predikat istri salehah. Apalagi suaminya. Meskipun memang masih sering terjadi kekeliruan pemahaman tentang apa makna istri salehah itu. Sebab pemahaman yang biasa ada itu bahwa istri salehah adalah istri yang penurut, istri yang hanya diam di rumah, istri yang selalu diam ketika dimarahi suaminya dan seterusnya. Menjadi suami saleh adalah serangkain ikhtiar dan doa untuk hidup dalam konsep kesalingan. Saling melengkapi, saling menghargai dan saling menjaga antara suami dan istri. Suami kepada istri ataupun sebaliknya.
Melihat pemahaman kurang elegan itu, kita perlu memperbaharui makna istri salehah. Istri salehah sepenuhnya adalah perempuan biasa, sebagaimana laki-laki yang punya kelebihan dan kekurangan. Istri yang sama kedudukannya sebagaimana suami. Perempuan yang dianugerahi potensi akal pikiran dan hati nurani. Punya hak dan kewiban yang sama untuk saling mengingatkan dan menasihati dalam kebaikan.
Dalam perspektif kesalingan, istri salehah itu setara dengan suami saleh. Kalau istri berupaya menjadi istri salehah, maka suami juga harus berusaha menjadi suami saleh. Lalu apa sesungguhnya suami saleh? Suami saleh tidak jauh seperti istri salehah. Suami pada dasarnya laki-laki biasa yang dituntun untuk bisa menjadi manusia seutuhnya, laki-laki yang baik, kepada siapapun, terutama kepada istrinya.
Menjadi suami saleh adalah serangkain ikhtiar dan doa untuk hidup dalam konsep kesalingan. Saling melengkapi, saling menghargai dan saling menjaga antara suami dan istri. Suami kepada istri ataupun sebaliknya. Suami saleh juga bukan hanya suami yang merasa cukup hanya dengan mencari nafkah. Bukan suami yang maunya hanya dilayani. Suami saleh adalah suami yang ikut berbagi peran dengan istrinya.
Dengan pemahaman komprehensif seperti itu, insya Allah perilaku kekerasan dalam rumah tangga, perselingkuhan, poligami dan perceraian akan bisa diminimalisir dan akan sulit terjadi. Kelak akan tumbuh berkembang suami-suami yang ramah terhadap istrinya. Mereka, para suami yang betul-betul memahami jerih payah istri sepanjang ia hamil dan melahirkan. Masalah demi masalah pasti ada, hanya saja suami akan bisa terlihat lebih dewasa menyikapinya.
Kalau perspektif para suami sesaleh itu, diharapkan tidak adalah lagi ada suami yang melarang istrinya bekerja atau berkarier. Suami yang hanya mau menang sendiri. Apapun yang terjadi dalam rumah tangga akan dihadapi bersama, tidak saling menyalahkan, melainkan saling memaklumi, saling menenangkan dan saling mencari solusi.
Memang tidak mudah menjadi suami saleh. Betul bahwa perkataan itu tidak semudah perbuatan. Hanya saja kita tidak boleh gelap mata sehingga keras kepala dan tidak mau memperbaiki kualitas diri dan rumah tangga. Kitapun mesti waspada kepada orang-orang yang justru meremehkan nasihat baik, merasa paling bisa, merasa dewasa. Nasihat dan teori itu sepanjang logis dan baik, sesulit apapun kelihatannya, harus kita ikhtiarkan. Jangan malah menyalahkan.
Akhirnya, sebagai saudara sebangsa dan seagama, sudah menjadi kewajiban bahkan kebutuhan kita untuk saling mengingatkan agar kita tidak lengah atau sampai terjerumus pada lubang kezaliman dalam rumah tangga. Istri dan suami tidak boleh cepat merasa puas dan berada dalam zona nyaman. Lihat nasihat baiknya, jangan lihat siapa yang mengatakan nasihatnya. Semoga kita, khususnya para laki-laki dan suami bisa pantas menjadi suami yang saleh.[]