Mubadalah.id – Seorang warganet Twitter pada 12 November 2021 mengatakan, “Kalo mau kesetaraan gender, hilangkan ladies parking, gerbong khusus perempuan, toilet digabung aja ama laki. Gampang toh?”. Tentu saja hal ini mengundang komentar dari warganet lainnya. Jika kesetaraan gender semudah itu dilakukan, tidak akan ada diskriminasi di seluruh dunia.
Ternyata, masih ada bahkan banyak orang yang tidak memahami apa itu kesetaraan gender. Menurut UN Women, kesetaraan gender itu mengacu pada persamaan hak, tanggung jawab dan kesempatan perempuan dan laki-laki serta anak perempuan dan anak laki-laki. Kesetaraan gender berbeda dengan persamaan gender. Kesetaraan gender mengakui perbedaan perempuan dan laki-laki secara biologis, sehingga memberikan hak, kebutuhan, kesempatan dan ruang yang sama pada suatu hal dan berbeda pada hal lainnya.
Kesetaraan gender mengakui keragaman kelompok perempuan dan laki-laki yang berbeda, sehingga kebutuhan, kepentingan dan prioritas mereka dipertimbangkan. Misalnya saja bentuk toilet laki-laki dan perempuan yang tidak sama, disesuaikan berdasarkan kebutuhan laki-laki dan perempuan. Toilet laki-laki memiliki urinoir yang memudahkan mereka untuk buang air kecil, sedangkan toilet perempuan adalah toilet jongkok atau kloset.
Lalu bagaimana dengan gerbong perempuan (women-only carriages/passenger) dan parkir khusus perempuan (women’s parking)? Sebagian orang beranggapan bahwa fasilitas ini adalah perlakuan istimewa pada perempuan yang sebenarnya seksis atau tidak adil. Sebagian orang menganggap hal ini sebagai hal yang menguatkan perempuan, sebagian lagi berpendapat bahwa itu meremehkan perempuan. Sebagian orang berpendapat bahwa ini menganakemaskan perempuan.
Parkir khusus perempuan pada awalnya dikenalkan di Jerman pada 1990 sebagai kebijakan untuk meningkatkan keselamatan perempuan dan mengurangi risiko pelecehan seksual di ruang publik. Kemudian Negara lainnya seperti Korea dan China mengadopsi kebijakan ini. Parkir khusus perempuan ini biasanya didesain dekat dengan pintu masuk gedung atau area untuk memudahkan pengawasan penjaga dan memudahkan perempuan yang memiliki kondisi khusus seperti hamil dan membawa anak.
Selain itu, parkir khusus perempuan biasanya memiliki dimensi ruang yang lebih besar daripada ruang parkir standar, untuk memudahkan perempuan dalam parkir paralel. Hal ini yang kemudian menjadi perdebatan, sebagian orang beranggapan bahwa ini meremehkan kemampuan perempuan. Menariknya, pada sebagian penelitian menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan memarkir yang lebih baik dari laki-laki. Pada sebagian penelitian menunjukkan sebaliknya.
Saat saya tinggal di Surabaya, parkir khusus perempuan biasanya ada di mall. Saya seringkali memilih parkir khusus perempuan daripada campur, karena saya merasa lebih aman di sana. Saya tidak perlu harus berjalan memutar untuk menghindari kerumunan laki-laki yang terlihat berbahaya, atau jauh dari keramaian. Saya merasa lebih nyaman jika semua perempuan, untuk menghindari pelecehan seksual dan kejahatan lainnya di tempat parkir.
Selain itu, gerbong kereta khusus perempuan perempuan juga memiliki respon pro dan kontra seperti parkir khusus perempuan. Gerbong perempuan banyak kita temui di daerah Jabodetabek. Tujuan gerbong perempuan adalah untuk meningkatkan keselamatan perempuan dan mengurangi pelecehan seksual. Namun, gerbong perempuan juga dikenal sebagai “gerbong ganas” karena perebutan kursi antar perempuan.
Biasanya gerbong perempuan berada pada rangkaian kereta pertama dan akhir, jadi hanya ada dua gerbong dari rangkaian 8-12 gerbong keseluruhan. Sedangkan, jumlah pengguna transportasi umum lebih banyak perempuan. Menurut riset dari Inside.ID pada pengguna transportasi umum di Jabodetabek, 33% perempuan memilih menggunakan transportasi umum dan laki-laki 14%.
Hal ini menjadi masuk akal jika gerbong perempuan disebut sebagai gerbong ganas, karena jumlahnya terbatas yaitu hanya dua gerbong dan diperebutkan oleh penumpang yang mayoritas perempuan. Keterbatasan jumlah gerbong perempuan masih membatasi bagi perempuan untuk mendapatkan ruang aman dalam kereta.
Saat menggunakan KRL di Jabodetabek, saya juga lebih mengincar gerbong perempuan. Namun jika tidak memungkinkan, saya akan berdesak-desakan di gerbong umum. Saya merasa nyaman dan aman berada di gerbong perempuan, dapat sejenak istirahat tanpa perlu khawatir mendapatkan pelecehan seksual.
Sebenarnya keberadaan parkir khusus perempuan dan gerbong laki-laki adalah kebijakan afirmasi untuk perempuan agar nyaman dan aman berada di ruang publik. Pelecehan seksual di ruang publik masih menjadi masalah di Indonesia. Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) menemukan berdasarkan survey bahwa sebanyak 46.80% responden mengaku pernah mengalami pelecehan seksual di transportasi umum. Hal ini menunjukkan bahwa transportasi umum belum menjadi ruang aman yang bebas pelecehan seksual.
Kesetaraan gender tidak semudah menghapus kebijakan parkir khusus perempuan dan gerbong perempuan, namun kita harus memahami akar masalah dan cara mengurangi dan merespon masalah gender yang ada dalam ruang publik dan domestik. Jika memang kebijakan afirmasi untuk mencegah dan mengurangi kekerasan seksual dan kejahatan berbasis gender, maka angka kekerasan seksual di ruang publik harus mendekati nol.
Sanggupkah Indonesia memberikan sosialisasi, hukuman dan denda yang layak untuk pelaku kekerasan seksual? Sanggupkah kita mencegah dan memulihkan trauma korban kekerasan seksual? Saya juga ingin, kelak tidak perlu ada segregasi ruang publik dan transportasi antara laki-laki dan perempuan. Karena saat itu terjadi, kekerasan seksual, diskriminasi, gender gap dan ketidakadilan gender lainnya sudah jauh berkurang, yang berarti bahwa kesetaraan dan keadilan gender sudah merata. []