Kamis, 18 Desember 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Poligini

    Ketika Isu Poligini Masih Sulit Disuarakan

    Perempuan Disabilitas

    Sulitnya Ruang Aman Bagi Perempuan Disabilitas

    Poligini

    Poligini dan Dampaknya terhadap Perempuan

    Trauma Healing

    Kenapa Anak-anak Korban Bencana di Sumatra Butuh Trauma Healing Secepatnya?

    Perspektif Mubādalah

    Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

    Seksisme

    Melihat Ancaman Seksisme di Kehidupan Perempuan

    Tubuh Perempuan

    Ketika Tubuh Perempuan Dijadikan Alat Dagang

    Seksisme

    Bahaya Normalisasi Seksisme dalam Wacana Keagamaan

    Donasi Pembalut

    Donasi Pembalut Tidak Penting? Ini Bukti Kesehatan Reproduksi Masih Diremehkan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    KUPI yang

    KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan

    gerakan peradaban

    Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

    Kemiskinan Perempuan

    KUPI Dorong Peran Ulama Perempuan Merespons Kemiskinan Struktural dan Krisis Lingkungan

    Kekerasan Seksual

    Forum Halaqah Kubra KUPI Bahas Kekerasan Seksual, KDRT, dan KBGO terhadap Perempuan

    Gender KUPI

    Julia Suryakusuma Apresiasi Peran KUPI dalam Mendorong Islam Berkeadilan Gender

    sikap ambivalen

    Julia Suryakusuma Soroti Ancaman Kekerasan Seksual dan Sikap Ambivalen terhadap Feminisme

    Feminisme

    Julia Suryakusuma: Feminisme Masih Dibutuhkan di Tengah Krisis Multidimensi Indonesia

    Krisis

    Di Halaqah KUPI, GKR Hemas Tekankan Peran Ulama Perempuan Hadapi Krisis Bangsa

    KUPI adalah

    GKR Hemas: KUPI Adalah Gerakan Peradaban, Bukan Sekadar Forum Keilmuan

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Poligini

    Ketika Isu Poligini Masih Sulit Disuarakan

    Perempuan Disabilitas

    Sulitnya Ruang Aman Bagi Perempuan Disabilitas

    Poligini

    Poligini dan Dampaknya terhadap Perempuan

    Trauma Healing

    Kenapa Anak-anak Korban Bencana di Sumatra Butuh Trauma Healing Secepatnya?

    Perspektif Mubādalah

    Etika Kesalingan dalam Islam: Relasi, Interrelasi, dan Transrelasi Perspektif Mubādalah

    Seksisme

    Melihat Ancaman Seksisme di Kehidupan Perempuan

    Tubuh Perempuan

    Ketika Tubuh Perempuan Dijadikan Alat Dagang

    Seksisme

    Bahaya Normalisasi Seksisme dalam Wacana Keagamaan

    Donasi Pembalut

    Donasi Pembalut Tidak Penting? Ini Bukti Kesehatan Reproduksi Masih Diremehkan

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Mimi Monalisa

    Aku, Mama, dan Mimi Monalisa

    Romantika Asmara

    Romantika Asmara dalam Al-Qur’an: Jalan Hidup dan Menjaga Fitrah

    Binatang

    Animal Stories From The Qur’an: Menyelami Bagaimana Al-Qur’an Merayakan Biodiversitas Binatang

    Ujung Sajadah

    Tangis di Ujung Sajadah

    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Refleksi Hari Kartini: Mengenal Awal Gerakan Emansipasi

Perjuangan Kartini belum usai! Faktanya masih banyak budaya yang dulu dihancurkan oleh Kartini, justru sekarang masih dipopulerkan bahkan dianggap budaya baik.

Hoerunnisa Hoerunnisa
27 April 2021
in Pernak-pernik
0
Kartini

Kartini

168
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Beberapa hari lalu kita tenggelam dalam euforia perayaan hari Kartini, hampir semua organisasi perjuangan han-hak perempuan mengadakan agenda-agenda berupa diskusi, perlombaan, nonton bareng film Kartini dan lain-lain, sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan Kartini untuk perempuan. Bagaimana tidak, Kartini adalah salah satu perempuan hebat yang memperjuang perempuan untuk keluar dari belenggu budaya patriarki, yang kita kenal salah satu strateginya yaitu lewat pendidikan.

Namun sebelum jauh membahas bagaimana perjuangan Kartini, pernah tidak terfikirkan bagaimana kartini bisa sampai pada fase kesadaran yang menghasilkan pemberontakan terhadap budaya patriarki? Karena setiap pemberontakan pasti ada latar belakangnya, untuk kemudian membentuk sebuah kesadaran. Tentunya asal usul pemberontakan Kartini sangat menarik untuk dibahas.

Di dalam buku “Habislah Gelap Terbitlah Terang” berisikan kumpulan surat-surat Kartini yang dikirim kepada sahabat penanya, salah satu suratnya, Kartini menceritakan bagaimana asal mula pemberontakannya terbentuk. Hal tersebut berawal dari percakapan sederhana dengan teman sekolahnya.

Siang hari, di lorong sana tampaknya Kartini sedang berusaha membujuk Lesti, salah satu teman sekolahnya untuk menceritakan isi sebuah buku yang telah selesai dibacanya. Tetapi Lesti menolak keras, karena pada saat itu sedang sibuk belajar bahasa belanda, padahal bukan jam pelajarannya.

“Ayolah Les ceritakan isi buku itu sakarang, belajar bahasa belanda bisa nanti sepulang sekolah!” bujuk Kartini dengan nada memohon. Lestipun menjawab dengan sigap tanpa berfikir panjang “Ni, aku harus bekerja keras belajar bahasa belanda, karena dengan itu aku bisa sekolah untuk mewujudkan cita-citaku menjadi guru. Ohiya Ni kalau cita-citamu menjadi apa?”

Pertanyaan yang sederhana, tetapi membuat Kartini berputar memikirkannya “Tidak tau Les!” jelas dia tanpa basa basi. “Hayolah Ni masa tidak punya cita-cita?” Tanya Lesti penuh dengan keheranan, karena tidak habis pikir seorang siswa cerdas seperti Kartini tidak memiliki cita-cita. Lalu sepulang dari sekolah sampai rumah, pertanyaan itu masih menghantui kartini, “apa cita-citaku? Seberapa penting cita-cita itu?” Kartini mulai diambang ke galauan.

Setelah tiba di rumah dan menyimpan alat tulisnya, Kartini langsung bergegas menghampiri ayahnya “Yah, akan jadi apa aku kelak nanti?” Kartini bertanya dengan penuh harapan bisa menemukan jawaban dari ayahnya. Tetapi tidak sesuai ekspetasi, ayahnya terdiam dan hanya tersenyum sambil mencubit pipi Kartini.

Di tengah obrolan mereka, ternyata kakaknya mendengar percakapan mereka sehingga menghampirinya “Hah harus jadi apakah para gadis? Ya tentunya menjadi Raden Ayu!” jawab kakaknya sambil tertawa nyinyir. Kartini langsung terdiam “Raden Ayu? Apakah Raden Ayu itu?” pertanyaan itu terus terbayang dan Kartini mencoba menemukan jawabannya.

Setelah berfikir dan mencoba memandang sekelilingnya, akhirnya Kartini menemukan maknanya. Raden Ayu adalah gelar kebangsaan Jawa yang diberikan kepada seorang perempuan keturunan ningrat yang menikah dengan seorang laki-laki dari generasi kedua hingga ketujuh dari raja terdekat. Dan pada saat itu menjadi salah satu tradisi yang dijunjung tinggi, dimana para gadis harus kawin, harus jadi milik laki-laki tanpa bertanya apa, siapa dan bagaimana.

Dari sana mulailah pemberontakan Kartini, dia merasa perempuan berhak memiliki cita-cita sebagai manusia utuh dan kawin itu bukan tujuan ataupun cita-cita perempuan. Apalagi setelah kawin perempuan adalah hak mutlak milik laki-laki, padahal menurut kesadarannya perempuan berhak atas penentuan nasibnya sendiri. Dan dalam penentuan perkawinanpun perempuan berhak seutuhnya memilih kapan dan dengan siapa dia akan menikah.

Praktik perjodohan saat ini masih marak, begitupun budaya yang beranggapan menikah itu cita-cita dan tujuan hidup perempuan, bukan kah ini suatu kemunduran besar? Jika dulu Kartini berjuang untuk mengeluarkan perempuan dari belunggu tersebut, lantas apa alasan kita sekarang untuk tetap mempertahankannya? Sebuah hal yang bodoh dan sia-sia bukan?.

Saya jadi teringat salah satu kutipan Kartini yang sangat popular “Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tidak bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam” seharusnya kutipan ini menjadi semboyan para perempuan untuk senantiasa bercita-cita tinggi dan menggapainya, perempuan bebas bercita-cita apapun, terserah! Setinggi apapun!

Perjuangan Kartini belum usai! Faktanya masih banyak budaya yang dulu dihancurkan oleh Kartini, justru sekarang masih dipopulerkan bahkan dianggap budaya baik. Mari menjadi Kartini abad 21, menjadi Kartini artinya menjadi seseorang yang selalu konsisten dalam memperjuangkan hak-hak kesetaraan gender. Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi manusia lainnya. []

Tags: emansipasiGendergerakan perempuanhari kartinipahlawan nasionalPahlawan Perempuanperempuan
Hoerunnisa

Hoerunnisa

Perempuan asal garut selatan dan sekarang tergabung dalam komunitas Puan menulis

Terkait Posts

Poligini
Publik

Poligini dan Dampaknya terhadap Perempuan

18 Desember 2025
Jilbab dan Aurat
Buku

Buku Jilbab dan Aurat: Membaca Ulang Tanda Kesalehan Perempuan

17 Desember 2025
Konservatisme Islam
Publik

Menguatnya Konservatisme Islam Kian Menekan Perempuan

17 Desember 2025
gerakan peradaban
Aktual

Peran Ulama Perempuan KUPI dalam Membangun Gerakan Peradaban

16 Desember 2025
Isu perempuan
Personal

Menjadi Lelaki Penyuara Isu Perempuan, Bisakah?

16 Desember 2025
Lingkungan Perempuan
Publik

Kerusakan Lingkungan dan Beban yang Dipikul Perempuan

16 Desember 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tinder

    Kelindan Teror dalam Aplikasi Tinder

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Donasi Pembalut Tidak Penting? Ini Bukti Kesehatan Reproduksi Masih Diremehkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Haenyeo Melawan Kiamat Iklim: Nafas Terakhir Penjaga Laut Jeju

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kenapa Anak-anak Korban Bencana di Sumatra Butuh Trauma Healing Secepatnya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Refleksi Buku Emha Ainun Nadjib: Hidup itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KUPI Jadi Ruang Konsolidasi Para Ulama Perempuan
  • Gitu Saja Kok Repot: Gus Dur dan Humor Inklusif
  • Ketika Isu Poligini Masih Sulit Disuarakan
  • Sulitnya Ruang Aman Bagi Perempuan Disabilitas
  • Poligini dan Dampaknya terhadap Perempuan

Komentar Terbaru

  • Refleksi Hari Pahlawan: Tiga Rahim Penyangga Dunia pada Menolak Gelar Pahlawan: Catatan Hijroatul Maghfiroh atas Dosa Ekologis Soeharto
  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID