Mubadalah.id – Film Resident Playbook adalah drama korea yang mengangkat kisah perjuangan empat dokter residen di Departemen Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) Rumah Sakit Jongno Yulje. Mereka adalah Oh Yi Young, Pyo Nam Kyung, Um Jae Il, dan Kim Sa Bi.
Selain memperlihatkan perjuangan keempat dokter muda tersebut, drama ini juga menampilkan interaksi mereka dengan pasien, keluarga pasien, hingga rekan sejawat, menjadikan cerita semakin hangat dan menyentuh hati.
Drama ini disutradarai oleh Shin Won-ho, yang dikenal dengan julukan Shin PD dan juga menggarap Hospital Playlist, serta ditulis oleh Lee Woo-jung dan telah tayang pada bulan Januari 2025.
Meski berlatar dunia medis, Resident Playbook tidak melulu menampilkan prosedur operasi atau istilah teknis yang rumit. Justru, kekuatan utama drama ini ada pada kisah kehidupan sehari-hari para dokter residen, interaksi mereka dengan dokter senior, dan proses bagaimana mereka tumbuh menjadi dokter yang tidak hanya ahli secara klinis, tapi juga peduli dan empati kepada pasiennya.
Dokter yang Empati Pada Pengalaman Reproduksi Perempuan
Selama menonton drama ini, beberapa kali aku sempat menangis terharu. Karena ada banyak scene yang memperlihatkan betapa empatinya mereka sebagai dokter kandungan pada pengalaman reproduksi perempuan.
Misalnya pada saat keempat dokter ini berempati dan memvalidasi pengalaman perempuan yang mengalami keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD), sakit menstruasi, kista atau miom dan menemani perempuan yang sedang menjalani program bayi tabung (IVF).
Alih-alih menyalahkan atau menanyakan hal-hal sensitif pada pasien, para dokter muda ini justru hadir menemani, mendengarkan cerita dan memvalidasi perasaan para pasien. Di sisi lain, mereka juga berusaha untuk menjelaskan kondisi medis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Hal-hal di atas menurutku sangat penting. Sebab, tidak sedikit perempuan yang merasa takut. Bahkan trauma pergi ke dokter Obgyn, karena sering distigma negatif atau dihujani berbagai pertanyaan yang menyudutkan.
Hal ini persis seperti yang sering disampaikan oleh Gabriella Sandranila founder gerakan Dokter Tanpa Stigma dalam beberapa diskusi online bahwa tidak sedikit dokter Obgyn yang melabeli perempuan kotor ketika menangani pasien yang mengalami Kehamilan Yang Tidak Diinginkan (KTD), atau bahkan yang yang menyebutnya berdosa karena tidak menjaga diri dengan baik.
Padahal menurut Kak Sandra bisa saja hal tersebut terjadi karena dia menjadi korban perkosaan. Yang sebetulnya dia butuh bantuan dan penjelasan tenaga medis tentang kondisi tubuhnya saat ini.
Pergi ke Dokter Obgyn
Lebih dari itu, ternyata beberapa perempuan juga merasa takut pergi ke dokter Obgyn. Karena bagi sebagian masyarakat pergi ke dokter kandungan hanya boleh dilakukan oleh perempuan yang sudah menikah atau sedang hamil.
Tentu stigma ini sangat aneh, sebab sebagaimana Dokter Boy Abidin, SpOG, Subsp. FER sampaikan bahwa perempuan harus mendapat pemahaman mengenai kesehatan reproduksi sejak muda agar bisa menerapkan langkah-langkah untuk menjaga kesehatan organ reproduksi.
Pemeriksaan ke dokter Obgyn seharusnya menjadi hal yang lumrah, bukan sesuatu yang memalukan atau tabu.
Karena itu, sudah mestinya tenaga medis, khususnya dokter Obgyn sudah harus mulai membangun layanan yang ramah dan berperspektif empati. Pengetahuan medis saja tidak cukup. Karena perlu juga kesadaran tentang pentingnya memahami pengalaman reproduksi perempuan secara utuh, tanpa stigma, tanpa penghakiman.
Sehingga ketika menangani pasien dengan ragam pengalaman reproduksi, tidak ada lagi stigma dan penghakiman yang membuat pasien merasa takut dan trauma.
Terakhir, drama Resident Playbook mengingatkan bahwa menjadi dokter itu tidak hanya cukup ahli secara medis saja. Tetapi juga harus mempuyai keahlian berempati pada pengalaman reproduksi perempuan yang beragam.
Semoga ke depan semakin banyak tenaga kesehatan yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan emosional. Karena pada akhirnya, layanan kesehatan yang benar-benar menyembuhkan adalah yang tidak hanya menyentuh tubuh, tapi juga hati. []