• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Resident Playbook dan Pentingnya Perspektif Empati dalam Dunia Obgyn

Alih-alih menyalahkan atau menanyakan hal-hal sensitif pada pasien, para dokter muda ini justru hadir menemani, mendengarkan cerita dan memvalidasi perasaan para pasien

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
04/06/2025
in Film
0
Resident Playbook

Resident Playbook

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Film Resident Playbook adalah drama korea yang mengangkat kisah perjuangan empat dokter residen di Departemen Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) Rumah Sakit Jongno Yulje. Mereka adalah Oh Yi Young, Pyo Nam Kyung, Um Jae Il, dan Kim Sa Bi.

Selain memperlihatkan perjuangan keempat dokter muda tersebut, drama ini juga menampilkan interaksi mereka dengan pasien, keluarga pasien, hingga rekan sejawat, menjadikan cerita semakin hangat dan menyentuh hati.

Drama ini disutradarai oleh Shin Won-ho, yang dikenal dengan julukan Shin PD dan juga menggarap Hospital Playlist, serta ditulis oleh Lee Woo-jung dan telah tayang pada bulan Januari 2025.

Meski berlatar dunia medis, Resident Playbook tidak melulu menampilkan prosedur operasi atau istilah teknis yang rumit. Justru, kekuatan utama drama ini ada pada kisah kehidupan sehari-hari para dokter residen, interaksi mereka dengan dokter senior, dan proses bagaimana mereka tumbuh menjadi dokter yang tidak hanya ahli secara klinis, tapi juga peduli dan empati kepada pasiennya.

Dokter yang Empati Pada Pengalaman Reproduksi Perempuan

Selama menonton drama ini, beberapa kali aku sempat menangis terharu. Karena ada banyak scene yang memperlihatkan betapa empatinya mereka sebagai dokter kandungan pada pengalaman reproduksi perempuan.

Misalnya pada saat keempat dokter ini berempati dan memvalidasi pengalaman perempuan yang mengalami keguguran, Kehamilan Tidak Direncanakan (KTD), sakit menstruasi, kista atau miom dan menemani perempuan yang sedang menjalani program bayi tabung (IVF).

Baca Juga:

Membaca Novel Jodoh Pasti Bertemu dalam Perspektif Mubadalah

Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

Menggugat Narasi Mainstream: Perempuan dalam Perspektif KUPI

Ulama Perempuan dalam Perspektif KUPI

Alih-alih menyalahkan atau menanyakan hal-hal sensitif pada pasien, para dokter muda ini justru hadir menemani, mendengarkan cerita dan memvalidasi perasaan para pasien. Di sisi lain, mereka juga berusaha untuk menjelaskan kondisi medis dengan bahasa yang mudah dipahami.

Hal-hal di atas menurutku sangat penting. Sebab, tidak sedikit perempuan yang merasa takut. Bahkan trauma pergi ke dokter Obgyn, karena sering distigma negatif atau dihujani berbagai pertanyaan yang menyudutkan.

Hal ini persis seperti yang sering disampaikan oleh Gabriella Sandranila founder gerakan Dokter Tanpa Stigma dalam beberapa diskusi online bahwa tidak sedikit dokter Obgyn yang melabeli perempuan kotor ketika menangani pasien yang mengalami Kehamilan Yang Tidak Diinginkan (KTD), atau bahkan yang yang menyebutnya berdosa karena tidak menjaga diri dengan baik.

Padahal menurut Kak Sandra bisa saja hal tersebut terjadi karena dia menjadi korban perkosaan. Yang sebetulnya dia butuh bantuan dan penjelasan tenaga medis tentang kondisi tubuhnya saat ini.

Pergi ke Dokter Obgyn

Lebih dari itu, ternyata beberapa perempuan juga merasa takut pergi ke dokter Obgyn. Karena bagi sebagian masyarakat pergi ke dokter kandungan hanya boleh dilakukan oleh perempuan yang sudah menikah atau sedang hamil.

Tentu stigma ini sangat aneh, sebab sebagaimana Dokter Boy Abidin, SpOG, Subsp. FER sampaikan bahwa perempuan harus mendapat pemahaman mengenai kesehatan reproduksi sejak muda agar bisa menerapkan langkah-langkah untuk menjaga kesehatan organ reproduksi.

Pemeriksaan ke dokter Obgyn seharusnya menjadi hal yang lumrah, bukan sesuatu yang memalukan atau tabu.

Karena itu, sudah mestinya tenaga medis, khususnya dokter Obgyn sudah harus mulai membangun layanan yang ramah dan berperspektif empati. Pengetahuan medis saja tidak cukup. Karena perlu juga kesadaran tentang pentingnya memahami pengalaman reproduksi perempuan secara utuh, tanpa stigma, tanpa penghakiman.

Sehingga ketika menangani pasien dengan ragam pengalaman reproduksi, tidak ada lagi stigma dan penghakiman yang membuat pasien merasa takut dan trauma.

Terakhir, drama Resident Playbook mengingatkan bahwa menjadi dokter itu tidak hanya cukup ahli secara medis saja. Tetapi juga harus mempuyai keahlian berempati pada pengalaman reproduksi perempuan yang beragam.

Semoga ke depan semakin banyak tenaga kesehatan yang tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga memiliki kepekaan sosial dan emosional. Karena pada akhirnya, layanan kesehatan yang benar-benar menyembuhkan adalah yang tidak hanya menyentuh tubuh, tapi juga hati. []

Tags: Dunia ObgynempatiperspektifResident Playbook
Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Film Cocote Tonggo

Pengalaman Kemanusiaan Perempuan dalam Film Cocote Tonggo

31 Mei 2025
Film Cocote Tonggo

Budaya Gosip dan Stigma atas Perempuan dalam Film Cocote Tonggo (2025)

28 Mei 2025
Self Awareness

Self Awareness Ala Oh Yi Young di Resident Playbook

24 Mei 2025
Pengepungan di Bukit Duri

Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

21 Mei 2025
Film Pendek Memanusiakan Difabel

Film Pendek Memanusiakan Difabel: Sudahkah Inklusif?

7 Mei 2025
Film Aku Jati Aku Asperger

Komunikasi Empati dalam Film Aku Jati Aku Asperger

5 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual

    Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan
  • Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID