Mubadalah.id – Sebagian orang menginginkan dalam melakukan hubungan seksual hanya sebatas untuk melampiaskan hasrat seksual saja, bukan karena ingin memiliki keturunan atau melahirkan anak. Lalu kemudian muncul lah alat-alat kontrasepsi guna mewujudkan keinginan tersebut. Alat kontrasepsi digunakan sebagai mengatur kehamilan agar dapat melakukan hubungan seksual tanpa ada rasa khawatir akan melahirkan manusia-manusia baru.
Sebagian masyarakat tentu ada yang menerima dan ada yang sudah mempraktikkan alat kontrasepsi. Pilihan mereka disertai berbagai alasan. Dalam hal ini, islam turut berpendapat. Pertama, jika kita merujuk pada Al-Qur’an, tidak ada ayat yang secara tegas melarang atau membolehkan menggunakan alat kontrasepsi. Kedua, merujuk pada hadist Nabi. Dalam hadis, terdapat pembahasan perihal azl yang merupakan salah satu metode paling sederhana untuk mencegah kehamilan.
Azl dimaknai sebagai “hubungan yang terputus.” Azl adalah ketika suami melakukan hubungan suami istri (bersenggama) dan sudah hampir mencapai ejakulasi kemudian menarik keluar dzakarnya dan mengeluarkan sperma di luar kemaluan istrinya.
Ulama berbeda pendapat dalam menghukumi azl. Pertama, ada yang membolehkan secara mutlak tanpa syarat. Kedua, ada yang mengharamkan. Ketiga, diperbolehkan dengan catatan harus mendapatkan izin dari istri. Keempat, dihukumi mubah.
Imam Ghazali termasuk ulama yang menghukumi azl sebagai hal yang diperbolehkan. Sementara jumhur ulama lain yang mengatakan tidak boleh karena azl sama halnya seperti pembunuhan bayi secara samar –dalam hal ini apabila sperma berhasil dibuahi dan dengan melalui prosesnya maka dapat membentuk sebagai sebuah janin, bibit calon manusia.
Maka dari itu melakukan azl sama halnya seperti membuang sperma secara cuma-cuma dan dikatakan sebagai pembunuhan bayi secara samar–. Pendapat lain, yang tidak memperbolehkan yakni menggunakan alasan karena azl dimungkinkan akan menyakiti atau mengurangi kenikmatan dari seorang istri. Maka dari itu melakukan azl perlu mendapatkan persetujuan dari istri. Jika istri mengizinkan untuk suami melakukan azl, maka diperbolehkan azl tersebut. Ini dimaksudkan agar istri tetap mendapat kenikmatan dalam hubungan seksual.
Lalu bagaimana hukum menggunakan alat kontrasepsi? Dan siapa yang harus memakainya? Dalam kitab manbau’ssa’adah, yang berhak menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk media apapun harus didasarkan dengan keputusan bersama. Harus bersifat maslahah dan tidak ada pemaksaan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.
Maka, tidak hanya perempuan saja yang harus menggunakan alat kontrasepsi seperti yang umum terjadi hingga saat ini. Jika dirasa laki-laki lebih nyaman menggunakan alat kontrasepsi, maka dengan keputusan bersama, suamilah yang dianjurkan untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Menggunakan alat kontrasepsi tidak bisa dihukumi mubah untuk menolak atau mencegah kehamilan karena tiga alasan. Pertama, seorang suami terhadap budaknya. Kedua, untuk memelihara kecantikan perempuan –karena ketika perempuan hamil akan berpengaruh terhadap hormonal dan berpengaruh terhadap fisiknya yang kemudian akan dijadikan alasan suami untuk meninggalkannya.
Ketiga, karena faktor ekonomi. Jika antara laki-laki dan perempuan (atau bahkan keduanya) dalam kondisi lemah atau tidak memiliki kemampuan untuk mendidik anak dengan baik, jika antara laki-laki dan perempuan (atau bahkan keduanya) adalah seorang fakir atau orang yang tidak mampu, dalam kondisi seperti ini dibolehkan untuk melakukan pencegahan kehamilan. Dalam kondisi tersebut sebagian ulama mengatakan tidak hanya sekadar mubah, tapi melakukan pencegahan kehamilan hukumnya sunnah.
Faktor ekonomi tidak bisa menjadi penghalang untuk pasangan suami istri melakukan hubungan seksual. Karena memiliki kekhawatiran akan hamil dan memiliki anak sementara perekonomian berada dalam kondisi lemah, suami istri berhak untuk menunda kehamilan. Karena ketika ia memiliki anak terutama dalam jarak dekat, dikhawatirkan ia tidak bisa memenuhi kebutuhan anaknya dan tidak bisa memberi yang terbaik untuk anaknya.
Padahal, kita dianjurkan untuk memberi yang terbaik untuk anak, mendidik anak dengan cara yang baik dan memfasilitasi kebutuhan anak dengan baik. Sesungguhnya alat kontrasepsi adalah sebagai upaya dari darul mafasid. Menolak segala bentuk kemudlaratan baik kepada pihak perempuan maupun laki-laki dan tentunya kepada anak di esok hari. Kita dianjurkan untuk melahirkan generasi yang berkualitas. Melakukan upaya darul mashalih, untuk mewujudkan keluarga maslahah. []