Mubadalah.id – Nabi Muhammad Saw telah memberikan banyak teladan kepada kita seluruh umat Islam, termasuk memerintahkan bahwa suami harus memberi izin saat istri hendak shalat berjamaah di masjid.
Perintah suami harus memberi izin saat istri hendak shalat berjamaah di masjid itu merupakan salah satu anjuran yang pernah diperintahkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Perintah bahwa suami harus memberi izin saat istri hendak shalat berjamaah di masjid itu merujuk pada salah satu hadis dari Shahih Bukhari.
Isi hadis tersebut sebagai berikut, Ibnu Umar Ra menuturkan bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda, “Apabila perempuan-perempuan kamu minta izin keluar rumah di malam hari ke masjid, maka izinkanlah.” (Shahih al-Bukhari).
Teks hadits di atas, menurut Faqihuddin Abdul Kodir, menyasar istri atau perempuan yang seringkali menggunakan isu “izin suami” sebagai alat untuk mengekang dan mengurung perempuan.
Istri atau perempuan, kata Kang Faqih, dilarang dari segala aktivitas, sehingga tidak lagi bisa menjadi manusia utuh, yang bisa berelasi dengan saudara, tetangga, dan masyarakat luas.
“Teks ini menegaskan bahwa seorang suami tidak berhak menolak keinginan istri/perempuan untuk shalat di masjid pada malam hari sekalipun,” tulis Kang Faqih.
“Penolakan ini biasanya didasarkan pada keinginan individual laki-laki, seperti meminta layanan atau karena rasa cemburu. Ini seharusnya diselesaikan dengan cara lain, bukan dengan cara melarang istri dari aktivitas yang bermanfaat dan baik bagi mereka,” tambahnya.
Lebih dari itu, Kang Faqih menyebutkan, teks ini juga menginspirasi bahwa persoalan izin seharusnya digunakan untuk hal-hal baik dan bermanfaat bagi komitmen kebersamaan sebuah keluarga.
Dalam sebuah relasi yang saling menghormati satu sama lain, lanjutnya, tentu saja sang istri seyogianya memberi tahu (izin) suami tentang sesuatu yang akan dilakukannya. Hal yang sama juga seharusnya dilakukan suami kepada istri.
“Pemberitahuan (izin) ini tentu saja sangat baik, agar seseorang (suami/istri) bisa tahu posisi pasangannya dan dapat mengantisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan,” ucapnya.
“Bayangkan jika tidak ada pemberitahuan (izin), maka keduanya akan kesulitan ketika memerlukan pertolongan,” lanjutnya.
Kang Faqih mengingatkan, pemberitahuan ini sama sekali bukanlah lisensi yang menjadikan seseorang sangat tergantung dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Mungkin saja, kata dia, untuk hal-hal yang bisa merusak komitmen bersama, izin ini berarti pembicaraan bersama yang lebih mendalam agar sikap saling memahami dan saling mengerti bisa diperoleh dengan lebih baik.
“Tetapi, pemberitahuan/izin sama sekali tidak boleh digunakan sebagai alat untuk melarang seseorang dari aktivitas yang baik dan bermanfaat,” tukasnya. (Rul)