Mubadalah.id – Yang menarik, respons positif terhadap wacana feminisme justru datang dari kalangan ulama pesantren. Padahal seperti kita tahu, menurut beberapa pihak, ulama pesantren dianggap kolot, paternalistik, feodal, dan patriarkal. Bahkan kalangan pesantren ini, bersikap konservatif dan curiga terhadap perubahan.
Hal ini, justru berbeda dengan munculnya gagasan-gagasan baru tentang feminisme Islam dari kelompok Islam tradisional seperti KH. Husein Muhammad, atau kita mengenalnya sebagai sosok kiai feminis.
Hal ini menunjukan betapa besar peran KH. Husein Muhammad dalam ikut mengembangkan dan menggulirkan wacana dan gerakan feminisme di Indonesia.
Di sinilah peran utama atau pentingnya lembaga pendidikan seperti pesantren dan tokoh agama (ulama), dalam merespon wacana-wacana demokrasi, pluralisme, feminisme, dan lain-lain.
Pesantren atau kalangan Islam tradisionalis terbukti bisa dengan cepat beradaptasi dengan perubahan, dan sekaligus kreatif dalam menghadapi perubahan sosial, dan kondisi-kondisi politik.
Salah satu dari ulama pesantren yang memiliki respon positif terhadap wacana feminisme ini adalah KH. Husein Muhammad.
Pengasuh Pesantren
Beliau ini memang bertempat tinggal dan mengasuh di sebuah pesantren. Tepatnya KH. Husein Muhammad adalah pengasuh Pondok Pesantren Dar At-Tauhid Arjawinangun, Cirebon.
KH. Husein Muhammad sendiri memang lahir di Cirebon pada tanggal 9 Mei 1953. Setelah menamatkan SMP, KH. Husein Muhammad melanjutkan ke pesantren Lirboyo, Kediri selama tiga tahun.
Selesai menimbah ilmu di pesantren, KH. Husein Muhammad kemudian melanjutkan ke Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an (PTIQ) Jakarta, kemudian ke Kairo (Mesir) dengan tujuan melanjutkan studi di al-Azhar University.
Dengan alasan karena ijazah sarjananya belum setara, maka ia tidak bisa menjadi mahasiswa program pascasarjana di universitas tersebut.
Akhirnya KH. Husein Muhammad belajar pada sejumlah syaikh (guru besar) di Majma’ al-Buhuts al-Islamiyah milik Universitas Al-Azhar.
Secara formal, di institusi ini, KH. Husein Muhammad belajar di Dirasat Khashshah (Arabic Special Studies).
Dari Diriasat Khashshah dan pergumulan di Mesir inilah KH. Husein Muhammad berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam modern seperti Muhammad Abduh, Ali Abdur Raziq, Thaha Husein, Rifa’ah, dan Muhammad Iqbal.
Bahkan, KH. Husein Muhammad berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Barat seperti Sartre, Goethe, Nietzsche, Albert Camus, dan lain-lain.
Beberapa kali, KH. Huseim Muhammad hadir dalam berbagai seminar regional, nasional, dan internasional, baik sebagai peserta maupun pembicara.
Di antara beberapa seminar yang pernah KH. Husein Muhammad hadiri adalah seminar internasional di Mesir bertemakan Kependudukan dan Kesehatan Reproduksi tahun 1997.
Kemudian, seminar Fifth Internasional Congress on Aids in Asia and the Pacific, di Malaysia pada tahun 1999.
Keterlibatan KH. Husein Muhammad dalam berbagai seminar telah menjadikannya sebagai salah satu ulama pesantren yang giat melancarkan kritik terhadap kitab-kitab fiqh, dan (atau) kitab-kitab kuning yang menyangkut isu-isu perempuan.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.