Mubadalah.id – Tiap orang yang ingin menikah mesti memiliki tujuan dan niat di balik keputusannya tersebut. Bagi sebagian orang, menikah merupakan sarana untuk menghindari hubungan seksual di luar nikah (perzinaan).
Secara tidak langsung mereka yang menikah atas dasar pemikiran seperti ini hendak menyatakan bahwa niat menikah tak lebih dari persoalan pemuasan kebutuhan biologis semata.
Ada pula yang niat menikah karena alasan finansial seperti mendapatkan kehidupan yang lebih layak, atau mengikuti arus semata. Sebagian lain menikah karena tak dapat menolak desakan keluarga atau terpaksa mengikuti karena berbagai alasan lain.
Sebagai bagian dari ibadah, pernikahan dalam Islam adalah media pengharapan untuk segala kebaikan dan kemaslahatan. Atas harapan ini, ia sering disebut sebagai ibadah dan sunnah.
Untuk itu, pernikahan harus berdasarkan pada visi spiritual sekaligus material. Visi inilah yang Nabi Saw sebut sebagai din, untuk mengimbangi keinginan rendah pernikahan yang hanya sekedar perbaikan status keluarga (nasab), perolehan harta (mal), atau kepuasan biologis (jamal).
Kata din ini juga bisa kita artikan sebagai komitmen moral akan nilai-nilai kebaikan dan kebersamaan dalam berkeluarga.
Komitmen ini yang akan menjadi pondasi dalam mengarungi kehidupan keluarga yang mungkin akan menghadapi berbagai gejolak dan masalah di kemudian hari.
Jika kita kaitkan dengan QS. Ar-Rum/30:21, maka din adalah komitmen dua calon mempelai untuk selalu menghadirkan ketentraman (sakinah) dan menghidupkan cinta kasih dalam berumah tangga (mawaddah wa rahmah).
Visi mawaddah wa rahmah (ketentraman batin dan cinta kasih) ini harus menjadi niat yang paling fundamental. []