Mubadalah.id – Asghar Ali Engineer adalah seorang sarjana jurusan teknik, dikenal memiliki perhatian yang besar terhadap berbagai problem sosial dan pembebasan. Sebelum menjadi pemimpin kelompok keagamaan Syiah Ismailiyyah yang berpusat di Bombay, ia mengikuti pelbagai training dalam bidang teologi Islam, tafsir, hadits, dan yurisprudensi islam.
Asghar Ali Engineer lahir pada 10 Maret 1940 di India, di mana tidak ada informasi yang jelas tentang daerah tempat kelahirannya. Suasana kelahirannya adalah pada saat kondisi sosio-politik di india diwarnai ketegangan berupa terjadinya perebutan kekuasaan antara kelompok Hindu dan kelompok Muslim. Setidaknya ada dua hal dasar yang memicu munculnya ketegangan tersebut. Pertama, munculnya kesadaran komunalisme pada masyarakat Hindu dan Muslim sebagai akibat keberhasilan kebijakan politik fragmentasi (pembagian India menjadi komunitas Hindu dan Muslim) yang dijalankan Inggris. Kedua, adanya sikap saling curiga dan kesalahpahaman di antara dua komunitas tersebut.
Perseteruan ini mendorong dan memunculkan berdirinya negara Pakistan yang Islam pada 14 Agustus 1947, diikuti negara India yang Hindu pada 15 Agustus 1947. Engineer adalah pemimpin salah satu kelompok Syiah Ismailiyyah, yakni sekte Daudi Bohras yang berpusat di Bombay yang serius dalam gerakan-gerakan pembebasan. Pemimpin di sekte itu adalah imam yang dianggap sebagai pengganti nabi yang dijuluki ‘amirul mu’minin. Sekte ini mempercayai 21 orang imam, di mana imam terakhirnya, Maulana Abu al-Qasim ath-Thayyib yang menghilang pada 1131 M.
Dengan latar belakang seperti itu, Engineer dikenal sangat vokal dalam menyuarakan dan menyoroti realitas penindasan dan kezaliman yang dialami masyarakat Muslim dengan canangan “Teologi Pembebasan”. Tak hanya itu, ia juga menyoroti realitas ketidaksetaraan peran antara laki-laki dan perempuan, di mana kaum perempuan lebih dirugikan. Dalam bukunya yang berjudul Hak-hak Perempuan dalam Islam (2006), Engineer menyadari bahwa ada diskriminasi dan marginalisasi atas hak-hak perempuan dalam masyarakat Islam. Namun, Engineer juga berhati-hati di sini: patriarkhi dan pengekangan hak-hak perempuan bukanlah sesuatu yang melekat pada masyarakat Islam. Dengan kata lain, bukan Islamnya, melainkan patriarkhinya yang bermasalah. Patriarkhi, menurut Engineer, terjadi karena kenyataan sosiologis dalam perkembangannya seringkali dianggap sebagai konsep atau doktrin teologis.
Ada dua aspek mendasar yang mempengaruhi konstruksi pemikiran Engineer. Pertama, kondisi sosio-politik masyarakat Muslim India yang mulai dipengaruhi pemikiran-pemikiran pembaharuan dan progresifisme para pemikir pendahulu seperti Muhammad Iqbal. Kedua, kondisi keagamaan yang dianutnya—sebagai pemimpin Syiah Ismailiyyah—yang menekankan etos pembelaan dan pembebasan atas kaum tertindas.
Engineer termasuk tokoh yang produktif. Ia telah menerbitkan puluhan buku dalam pelbagai tema yang berkenaan dengan problem masyarakat Muslim, hak-hak perempuan Muslim, problem komunal, dan problem etnik di India dan Asia Selatan. Karya-karyanya antara lain: Islam and Its Relevant to Our Age, The Origin and Development of Islam, Islam and Muslim: Critical Perspectives, The Bobras, The Islamic States, Islam and Liberation Theology, On Developing Theology in Islam, Right of Women in Islam, Women and Modern Society, dan yang lainnya. Engineer aktif mengajar di perguruan tinggi di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Swiss, Thailand, Malaysia, Indonesia, Sri Lanka, Pakistan, Yaman, Hongkong, dan Mesir.
Penulis: Prof. Dr. Hj. Sri Suhandjati Sukri, at al.
Sumber: Ensiklopedi Islam & Perempuan (Penerbit NUANSA, 2009), http://indoprogress.com/2013/07/islam-dan-pembebasan-menurut-asghar-ali-engineer/