Mubadalah.id – Hari Senin tahun 571 M adalah hari kelahiran Nabi Muhammad Saw yang telah lama ditunggu-tunggu bangsa Arab. Hampir seluruh dunia muslim memperingatinya dengan upacara yang berbeda-beda.
Di sebagian negara berpenduduk besar muslim, hari kelahiran Muhammad itu mereka peringati dengan menyalakan lampu-lampu yang berwarna-warni.
Namun, hampir semua kaum muslimin tidak pernah meninggalkan tradisi pembacaan sejarah kehidupan Nabi Saw., baik dalam bentuk prosa maupun puisi.
Di Indonesia, perayaan maulid Nabi Saw, banyak menyelenggarakannya di surau-surau, masjid-masjid, majelis taklim, dan pondok pesantren.
Salah satu puisi maulid Nabi Saw adalah puisinya Syekh al-Barzanji. Syekh al-Barzanji bermazhab Maliki sengaja menulis puisi-puisi yang sederhana tetapi mempesona untuk menyambut kelahiran Nabi Muhammad Saw.
Puisi-puisi ini banyak orang hampir di seluruh dunia, termasuk di Indonesia ikut menyanyikannya.
Bisanya, puisi-puisi ini mereka bacakan sambil berdiri sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw:
Aduhai Nabi, damailah engkau
Aduhai Rasul, damailah engkau
Aduhai kekasih, damailah engkau
Sejahteralah engkauTelah terbit purnama di tengah kita
Maka tenggelam semua purnama
Seperti cantikmu tak pernah kupandang
Aduhai wajah ceriaEngkau matahari, engkau purnama
Engkau cahaya di atas cahaya
Engkau permata tak terkira
Engkau lampu di setiap hatiAduhai kekasih, duhai Muhammad
Aduhai pengantin rupawan
Aduhai yang kokoh, yang terpuji
Aduhai imam dua kiblat
Selain Al-Barzanji, mereka juga biasa menyanyikan puisi Al-Bushairi: Qasidah Burdah. (Baca juga: Menekuk Konstruk “Semua Lelaki Sama Saja” dalam Sajian Film Redeeming Love)
Ibnu al-Jauzi seorang ulama bermazhab Hambali dengan sangat indah menggambarkan peristiwa kelahiran nabi yang agung itu.
Katanya, “Ketika Muhammad lahir, malaikat menyiarkan beritanya dengan suara riuh rendah. Jibril datang dengan suara gembira. ‘Arsy bergetar.”
“Kemudian, para bidadari surga keluar menyebarkan wewangian. Ketika Muhammad lahir, Aminah, ibunya, melihat cahaya menyinari Istana Bosra. Malaikat mengelilinginya dan membentangkan sayapnya.” []