Mubadalah.id – Dalam kaitannya dengan persoalan laki-laki dan perempuan, prinsip dasar al-Qur’an sesungguhnya memperlihatkan pandangannya yang egaliter. Sejumlah ayat al-Qur’an yang mengungkapkan prinsip ini dapat kita baca, misalnya antara lain:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗ
Artinya: Hai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. (QS. al-Hujarat ayat 13)
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ
Artinya: Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. (QS. an-Nahl ayat 97)
وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. (QS. at-Taubah ayat 71)
Revolusioner
Turunnya ayat-ayat al-Qur’an dan lahirnya pernyataan Nabi Saw di atas dapat dipandang sebagai langkah yang sangat spektatuler dan revolusioner. Ia bukan saja merubah tatanan masyarakat Arab pada waktu itu. Tetapi sekaligus juga mendekonstruksi pilar-pilar peradaban, kebudayaan dan tradisi yang diskriminatif dan misigonis yang telah sekian lama dipraktikkan oleh masyarakat sebelumnya.
Pada masa pra Islam, harga perempuan sangat rendah. Mereka dianggap barang atau benda yang dapat diperlakukan apa saja. Bahkan seringkali orang menganggap melahirkan perempuan dipandang sebagai sesuatu yang memalukan dan ditolerir jika ia dibunuh hidup-hidup.
Dalam banyak praktik hukum, harga perempuan adalah separoh harga laki-laki. Perlakuan hukum terhadap perempuan sangat diskriminatif. Oleh Islam pandangan dan praktek-praktek yang misoginis dan diskriminatif itu lalu dirubah dan diganti dengan pandangan yang adil dan manusiawi.
Islam secara bertahap mengembalikan lagi otonomi perempuan sebagai manusia merdeka. Umar bin Khattab yang kita kenal pernah (sebelum Islam) mengubur anak perempuannya sendiri menyatakan:
“Kami semula sama sekali tidak menganggap (terhormat, penting) kaum perempuan. Ketika Islam datang dan Tuhan menyebut mereka. Kami baru menyadari bahwa ternyata mereka juga memiliki hak-hak mereka atas kami.” []