• Login
  • Register
Kamis, 12 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Perkawinan dalam Fiqih Konvensional

Namun, secara resmi, Indonesia menetapkan batasan usia perkawinan bagi perempuan yaitu 19 tahun.

Redaksi Redaksi
06/09/2024
in Hikmah, Pernak-pernik
0
Perkawinan

Perkawinan

513
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Islam adalah agama yang memberi perhatian pokok terhadap perkawinan. Bahwa manusia tak sama dengan binatang; begitu birahi muncul, maka hubungan seksual sudah bisa dilangsungkan saat itu juga. Manusia harus berpegang pada etika dan nilai-nilai agama.

Dalam konteks itulah, sejumlah rukun dan persyaratan perkawinan ditetapkan dalam al-Qur’an-Hadits dan kemudian ditafsirkan para ulama, dari dulu hingga sekarang. Tafsir para ulama terhadap ayat dan hadits perkawinan itu disebut sebagai fiqih perkawinan.

Para ahli fiqih seperti Imam Syafii, Imam Hanafi, Imam Malik, dan Imam Ahmad ibn Hanbal telah menyusun sejumlah rukun dan persyaratan perkawinan. Imam Syafii, sebagai pendiri mazhab Syafii yang diikuti mayoritas umat Islam Indonesia, menetapkan rukun-rukun perkawinan, kecuali mahar, sebagai berikut.

Pertama, calon mempelai laki-laki (zawj). Tak banyak persyaratan yang telah para ulama tetapkan terhadap calon mempelai laki-laki, kecuali bahwa yang bersangkutan harus sudah baligh dan berakal.

Ke-baligh-an seorang laki-laki biasanya ditandai dengan keluarnya air mani-sperma, baik melalui ihtilam (mimpi basah) maupun tidak. Jika batasan baligh itu ditentukan dengan keluarnya air mani, maka ke-baligh-an menjadi sangat variatif.

Bisa umur 18 tahun laki-laki baru keluar sperma, bisa juga umur 13 tahun sudah mimpi basah. Karena itu, Imam Syafii menyebut bahwa umumnya umur 15 tahun laki-laki sudah baligh. Sementara menurut Imam Abu Hanifah, usia baligh bagi laki-laki adalah 18 tahun.

Baca Juga:

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

Bagaimana Akhlak Karimah dalam Memilih dan Melamar Pasangan Pernikahan?

Kafa’ah yang Mubadalah: Menemukan Kesepadanan dalam Moral Pasutri yang Islami

Separuh Mahar untuk Istri? Ini Bukan Soal Diskon, Tapi Fikih

Laki-laki Baligh

Dengan mengacu pada keluarnya air mani sebagai ukuran ke-baligh-an laki-laki, maka kita kerap menjumpai perkawinan anak-anak laki dalam  beragam variasi umur. Ada yang umur 18 tahun baru menikah, tapi tak sedikit laki-laki yang menikah ketika berumur 15 tahun bahkan lebih rendah dari itu.

Dengan perkataan lain, kosongnya batas usia minimal perkawinan bagi laki-laki ini menyebabkan tingginya angka pernikahan dini bagi laki-laki di Indonesia. Padahal jelas, laki-laki yang berusia 15 tahun tak akan sanggup menanggung beban kehidupan keluarga yang berat itu.

Mungkin secara biologis, laki-laki itu sudah matang. Ia sudah siap membuahi. Tapi, secara psikologis dan sosiologis ia jelas masih mentah. Tingkat pengendalian emosinya masih rendah dan kecerdasan sosialnya masih rapuh.

Mungkin dengan latar itu, al-Syairazi, ulama fiqih dari pengikut Syafiiyah, berkata bahwa seseorang yang mau menikah harus cakap bertindak (jaiz al-tasharruf). Al-Syairazi tak membolehkan pernikahan anak kecil (al-Shabiy) dan orang gila (al-majnun).

Menarik pernyataan al-Syairazi dalam pengertian terjauhnya, laki-laki yang umur 13 tahun sekalipun sudah baligh jika kita anggap tak cakap bertindak, maka seharusnya tak boleh untuk menikah.

Dalam konteks itulah, pemerintah Indonesia menempuh cara politik dengan melakukan pembatasan usia perkawinan. Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019 menyebut bahwa usia minimal untuk menikah adalah 19 tahun baik untuk perempuan maupun laki-laki.

Calon Mempelai Perempuan

Kedua, calon mempelai perempuan. Sebagaimana pada calon mempelai laki-laki, para ulama juga tak memberlakukan batasan usia pernikahan. Bahkan, terbuka kemungkinan untuk dilangsungkannya pernikahan bagi perempuan yang belum haid (belum baligh).

Pandangan ini bisa kita tangkap dari pengertian ayat al-Qur’an yang menetapkan ketentuan iddah bagi perempuan yang bercerai sementara yang bersangkutan belum mengalami menstruasi. Ayat itu berbunyi,

“bagi mereka yang telah berhenti haid (menopause), iddahnya adalalah tiga bulan. Begitu juga bagi perempuan yang belum haid” (QS, al-Thalaq: 4).

Dengan dasar ayat ini, tak sedikit ulama yang berpendapat bahwa pernikahan perempuan yang masih kecil adalah sah. Ini juga berdasarkan pada sebuah hadits bahwa Aisyah dikawini Nabi Muhammad ketika yang bersangkutan berumur enam tahun dan dikumpuli ketika ia berumur sembilan tahun.

Di Indonesia, dengan bersandar pada peristiwa ini, banyak ulama yang membolehkan menikahkan perempuan yang masih kecil dengan seorang lelaki. Namun, secara resmi, Indonesia menetapkan batasan usia perkawinan bagi perempuan yaitu 19 tahun. []

Tags: FiqihKonvensionalperkawinan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Tauhid

Tauhid secara Sosial

12 Juni 2025
Realita Disabilitas Dunia Kerja

Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja

12 Juni 2025
Semangat Haji

Merawat Semangat Haji Sepanjang Hayat: Transformasi Spiritual yang Berkelanjutan

11 Juni 2025
Keadilan

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

11 Juni 2025
Ruang Domestik Perempuan

Benarkah Ruang Domestik Menjadi Ruang Khusus Bagi Perempuan?

10 Juni 2025
Diotima

Di Balik Bayang-bayang Plato: Sebuah Hikayat tentang Diotima

10 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Perempuan

    Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melek Financial Literacy di Era Konsumtif, Tanggung Jawab atau Pilihan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua
  • Tauhid secara Sosial
  • Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon
  • Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID