Mubadalah.id – Kitab ‘Uqud al-Lujjayn fi Bayani Huquq az-Zaujayn karya Syekh Nawawi al-Bantani telah lama menjadi rujukan bagi umat Islam dalam memahami hubungan antara suami dan istri. Selain mengajarkan hak dan kewajiban dalam rumah tangga, kitab ini juga memberikan wawasan tentang pentingnya memahami karakter pasangan.
Di era modern ini, ketika perbedaan karakter seringkali memicu konflik, panduan klasik ini menjadi semakin relevan. Kali ini kita akan membahas bagaimana kita dapat belajar memahami psikologi pasangan, melampaui kata-kata (beyond words), dan mengaplikasikan nilai-nilai ‘Uqud al-Lujjayn dalam konteks rumah tangga masa kini.
Nilai Penting Memahami Pasangan: Antara Psikologi dan Nilai Islam
Dalam kitab ‘Uqud al-Lujjayn, salah satu tema utama adalah keharmonisan rumah tangga, yang tidak dapat tercapai tanpa adanya saling pengertian antara suami dan istri. Syekh Nawawi menekankan bahwa memahami sifat dan karakter pasangan adalah salah satu kunci dari keberhasilan hubungan.
Seringkali konflik rumah tangga muncul bukan karena kurangnya cinta, melainkan karena kurangnya pemahaman akan karakter masing-masing pasangan. Di sinilah pentingnya memadukan nilai-nilai Islam yang terkandung dalam ‘Uqud al-Lujjayn dengan pendekatan psikologi modern.
Psikologi pasangan, atau yang dalam bahasa modern kita sebut sebagai “relationship psychology,” membantu individu memahami faktor-faktor emosional yang mendorong pola pikir dan perilaku pasangan. Dalam ‘Uqud al-Lujjayn, pendekatan ini sejalan dengan nasihat untuk bersikap sabar, memahami kekurangan pasangan, dan fokus pada kelebihan mereka.
Fa inna al-mar’ata khuliqat min dhill’in a’waj. Fain dhahabta tuqimuhu kasartahu.”
“Perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. Jika kamu paksa meluruskannya, kamu akan mematahkannya.”
(Kitab ini menasihatkan bahwa suami harus memperlakukan istri dengan kelembutan dan tidak memaksakan kehendak, menerima bahwa setiap orang memiliki kekurangan.)
Dalam konteks kehidupan modern, pendekatan ini sangat kita butuhkan. Setiap individu membawa latar belakang psikologis, pengalaman hidup, serta pola pikir yang unik. ‘Uqud al-Lujjayn memberikan landasan nilai yang mendukung hal ini,. Yakni dengan mengajarkan bahwa rumah tangga bukan hanya sekadar hubungan lahiriah, tetapi juga batiniah yang perlu kita perkuat dengan sikap saling memahami.
“Beyond Words”: Seni Memahami Bahasa Non-Verbal dalam Pernikahan
Salah satu hal yang ditekankan dalam ‘Uqud al-Lujjayn adalah pentingnya komunikasi. Bukan hanya dalam kata-kata tetapi juga dalam tindakan dan perhatian yang ditunjukkan antara suami dan istri. Terkadang, perasaan cinta, empati, atau bahkan kekhawatiran tidak bisa kita ungkapkan hanya dengan kata-kata. Di sinilah “bahasa non-verbal” atau “bahasa tubuh” memiliki peran penting dalam komunikasi antar pasangan.
Bahasa non-verbal mencakup ekspresi wajah, nada suara, dan bahasa tubuh. Psikologi modern menunjukkan bahwa sebagian besar pesan emosional tersampaikan melalui bahasa non-verbal. Ketika pasangan dapat membaca dan memahami isyarat non-verbal, mereka lebih mudah menangkap perasaan satu sama lain, sehingga konflik dapat kita minimalisir.
Hal ini sangat relevan dalam konteks *‘Uqud al-Lujjayn*, di mana Syekh Nawawi menyarankan agar pasangan saling memahami dan menghindari perilaku yang dapat menyakiti perasaan pasangan, baik secara sadar maupun tidak.
“Wala tadhkuru ahadan bisyarrin fa inna dzalika yafrahuka dzaunauka.”
“Janganlah menyebutkan keburukan pada seseorang, karena hal itu akan menyakiti pasanganmu.”
(Menjaga lisan dan perasaan pasangan adalah bagian penting dalam keharmonisan rumah tangga.)
Sebagai contoh, ketika pasangan pulang dalam keadaan lelah, satu pandangan saja sudah cukup untuk menunjukkan bahwa ia membutuhkan waktu istirahat. Mengabaikan isyarat non-verbal seperti ini seringkali menjadi pemicu konflik, terutama jika kita artikan sebagai ketidakpedulian. Dengan lebih peka terhadap bahasa non-verbal, pasangan bisa saling membantu dan menciptakan suasana rumah tangga yang nyaman.
Dalam ‘Uqud al-Lujjayn, setiap perilaku yang menunjukkan kasih sayang kepada pasangan merupakan bentuk ibadah yang mendekatkan diri pada Allah. Maka, dengan memahami bahasa non-verbal, pasangan tidak hanya mempererat hubungan mereka, tetapi juga mendapatkan pahala dengan memperlakukan satu sama lain dengan penuh perhatian dan kasih sayang.
Membangun Empati dan Toleransi: Kunci dalam Mengatasi Perbedaan Karakter
Dalam pernikahan, perbedaan karakter antara suami dan istri sering kali menjadi ujian tersendiri. ‘Uqud al-Lujjayn memberikan panduan yang jelas mengenai pentingnya bersikap sabar dan bertoleransi terhadap kekurangan pasangan. Prinsip ini relevan dalam konteks psikologi pasangan, di mana empati memainkan peran penting dalam memperkuat hubungan.
“Ala inna al-mar’ata shadiqatun fikulli syai’in illa fii ‘awjatin min khuluqiha.”
“Ketahuilah, seorang perempuan itu benar dalam segala sesuatu kecuali dalam hal kekurangannya yang menjadi bagian dari karakter dan fitrahnya.” (Suami diingatkan untuk tidak terlalu keras dan menerima kekurangan pasangan sebagai bentuk kesabaran.)
Empati, atau kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan pasangan, dapat membantu suami dan istri untuk saling memahami dalam situasi sulit. Psikologi modern menunjukkan bahwa empati memungkinkan individu untuk melihat dari sudut pandang pasangan dan merasakan kesulitan yang mereka alami.
Dalam ‘Uqud al-Lujjayn, sikap ini sejalan dengan prinsip sabar dan menerima pasangan apa adanya. Syekh Nawawi mengingatkan bahwa setiap individu memiliki kelemahan, dan tugas suami-istri adalah membantu satu sama lain untuk menjadi lebih baik, bukan menuntut kesempurnaan.
Untuk membangun empati dalam hubungan, pasangan dapat melatih diri untuk mendengarkan lebih dalam tanpa menyela. Lalu mencoba mengerti perasaan di balik kata-kata pasangan, dan menghargai sudut pandang yang berbeda.
Ketika ada perbedaan karakter atau perbedaan pendapat, pendekatan yang sabar dan penuh empati dapat membantu pasangan menemukan solusi tanpa harus terjebak dalam konflik berkepanjangan. Dengan mengikuti panduan dari ‘Uqud al-Lujjayn, pasangan dapat mengembangkan toleransi yang lebih besar terhadap kekurangan masing-masing dan bermuara pada hubungan yang lebih harmonis. []