• Login
  • Register
Jumat, 6 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Merayakan Tahun Baru Imlek di Vihara Dewi Welas Asih Cirebon

"Lihat gerakannya!" teriak Sio di antara gemuruh genderang. "Setiap lengkungan tubuh naga ini adalah doa agar tahun ini bumi terhindar dari bencana!"

Fachrul Misbahudin Fachrul Misbahudin
29/01/2025
in Personal
0
Vihara Dewi Welas Asih

Vihara Dewi Welas Asih

1.7k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Langit kelabu menggantung di atas Cirebon, menitikkan hujan rintik-rintik yang membasahi jalan menuju Vihara Dewi Welas Asih Cirebon.

Di kejauhan, kemerahan lampion-lampion bergoyang lembut diterpa angin, seperti tangan-tangan ramah yang mengajakku masuk.

Begitu melewati gerbang vihara, aroma dupa yang hangat langsung menyergap, membelai hidung dengan wangi kayu cendana dan bunga melati. Dentang lonceng kecil berirama syahdu bersahutan dengan gumam doa dari dalam ruangan.

Hari ini, 29 Januari 2025, aku datang untuk menemui Sio, sahabatku yang beragama Konghucu, di Perayaan Imlek 2576 Kongzili.

Sekitar empat tahun lalu, kami bertemu di Pelita Perdamaian Cirebon. Komunitas yang menjadi jembatan bagi anak muda dari berbagai agama untuk berdialog, berbagi, dan merajut persaudaraan.

Baca Juga:

Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

Bisakah Kaum Jomblo Merayakan Hari Valentine?

Tahun Baru Imlek dan Toleransi Antar Umat Beragama

Safari Natal 2024: Merayakan Natal dengan Penuh Suka Cita bersama Mereka yang Berbeda

Aku masih ingat bagaimana Sio menjelaskna filosofi Bai Shen (sembahyang leluhur). Sementara aku membagikan kisah Nabi Muhammad Saw yang menghormati tetangga Yahudi di Madinah.

Dari situ, kami bedua bisa saling memahami bahwa perbedaan bukan tembok, tapi jendela untuk saling mengenal.

“Xīnnián kuàilè, Sio!” sapaku, membuka percakapan dengan ucapan tahun baru Imlek. Matanya yang sipit itu berkeriak bahagia, tangan kanannya mengepal hormat ala Gong Shou sambil tertawa lebar.

“Xiexie, saudariku. Ayo, masuk! Lihat dekorasi yang kami siapkan!” serunya antusias, menarik lengan ku menuju pelataran Vihara.

Deretan Lampion

Di dalam Vihara, suasana Imlek meriah dengan deretan lampion merah menyala berjajar di sepanjang koridor, bertuliskan aksara Tionghoa emas yang bermakna kemakmuran dan umur panjang.

Di altar utama Vihara Dewi Welas Asih, patung Dewi Kwan Im setinggi dua meter duduk bersila dengan senyum penuh welas asih, di kelilingi buah-buahan persembahan: jeruk mandarin berjejal dalam piramida, apel merah mengilap, dan kue keranjang bertumpuk seperti menara emas.

Sementara itu, di sudut lain, sekelompok ibu-ibu sibuk mengatur angpau simbolis yang digantung di pohon bambu mini, sementara anak-anak berlarian dengan kostum naga kertas warna-warni.

Sio mengajakku duduk di paviliun belakang, di depan meja kayu ukir yang telah dihias kain sutra bermotif yun (awan keberuntungan).

“Ini teh Pu Er, umurnya sudah 10 tahun. Cocok untuk menghangatkan tubuh,” katanya. Aku pun tersenyum. “Terima kasih, Sio.”

Percakapan kami pun mengalir, Sio bercerita tentang ajaran “Li Ji Xiang Rang” yaitu pentingnya sopan santun dan saling menghormati kepada mereka yang berbeda. Termasuk kepada aku sebagai Muslim.

Pesan Buya Husein

Kemudian, aku pun membalas dengan pesan KH. Husein Muhammad. Beliau mengatakan “Kita wajib menghargai mereka yang berbeda agama. Karena sejatinya, Tuhan menciptakan manusia berbeda-beda agar saling mengenal, bukan saling membenci.”

Tiba-tiba, sorak-sorai pecah dari aula utama. Rupanya, prosesi Liong (tarian naga) sedang dimulai. Kami bergegas menyaksikan. Dua penari gesit menggerakkan boneka naga sepanjang 15 meter, tubuhnya berkilauan sisik emas-merah, mata besar yang berputar-putar penuh semangat.

“Lihat gerakannya!” teriak Sio di antara gemuruh genderang. “Setiap lengkungan tubuh naga ini adalah doa agar tahun ini bumi terhindar dari bencana!”

Saat matahari mulai terik, aku berpamitan kepada Sio. Aku berjalan pulang. Hari ini, aku tak cuma mengucapkan “Selamat Imlek”, tapi juga menyaksikan sendiri bagaimana toleransi itu bukan sekadar kata. Ia hidup dalam secangkir teh dan dalam tawa yang menyambut perbedaan. []

Tags: merayakanTahun Baru ImlekVihara Dewi Welas Asih
Fachrul Misbahudin

Fachrul Misbahudin

Lebih banyak mendengar, menulis dan membaca.

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Kurban

Kurban Sapi atau Kambing? Tahun Ini Masih Kurban Perasaan! Refleksi atas Perjalanan Spiritual Hari Raya Iduladha

2 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fikih Ramah Difabel

    Menggali Fikih Ramah Difabel: Warisan Ulama Klasik yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tambang Nikel Ancam Kelestarian Alam Raja Ampat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mitos Israel di Atas Penderitaan Warga Palestina

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut
  • Aurat Perempuan: Antara Teks Syara’ dan Konstruksi Sosial

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID