Mubadalah.id – Siapa yang tidak kenal Nabi Muhammad SAW? Saya rasa semua umat Islam mengenal Rasul kita, Muhammad SAW. Banyak orang mengenal Muhammad hanya sebagai seorang Nabi dan Rasul yang membawa ajaran Islam. Padahal, dalam posisinya sebagai Rasulullah, beliau adalah matahari keadilan dan kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan, yang menerangi kehidupan umat manusia di seluruh dunia, sepanjang masa, bahkan hingga hari ini.
Ingatkah, pada tahun ke-10 H, di bawah terik matahari, di atas onta Qashwah kesayangannya, di hadapan sekitar 114.000-an Nabi Muhammad SAW berpidato di jabal rahmah padang Arafah:
أيها الناس: ان لنسائكم عليكم حقا, ولكن عليهنّ حق ألا يوطئن فرشكم غيركم, ولا يدخلن أحدا تكرهونه بيتكم الا باذنكم, ولا يأتين بفاحشة؛ فان فعلن, فان الله قد أذن لكم أن تعضلوهن, وتهجروهن في المضاجع وتضربوهن ضربا غير مبرح, فان انتهين وأطعنكم, فعليكم رزقهن وكسوتهن بالمعروف. وانما النساء عندكم عوان, ولا يملكنّ لأنفسهن شيئا, أخذتموهن بأمانة الله, واستحللتم فروجهن بكلمة الله. فاتقوا الله في النساء, واستوصوا بهن خيرا.
“Wahai manusia, sesungguhnya kaum perempuan memiliki hak atas kamu (kaum laki-laki) sebagaimana laki-laki memiliki hak atas perempuan. Sesungguhnya kaum perempuan (hari ini) tidak berdaya di hadapan kaum laki-laki. Kaum perempuan tidak berdaulat atas dirinya. Sementara kaum laki-laki berumah tangga dengan perempuan atas amanat Allah dan menghalalkan persetubuhan atas nama Allah, maka bertakwalah kepada Allah dalam memperlakukan kaum perempuan. Mintalah pertimbangan kebaikan kepada perempuan (untuk pergaulan yang maslahat bagi keduanya).”
Apabila kita dengarkan khutbatul wada’ ini pada hari ini mungkin terasa datar saja. Akan tetapi, pidato itu disampaikan oleh Rasulullah SAW pada 14 abad yang lalu (abad VII M), jauh sebelum gerakan feminisme muncul, di hadapan masyarakat suatu negeri yang masih malu memiliki anak perempuan, pernah mengubur hidup-hidup bayi perempuan, masih mempraktikkan poligami tak terbatas, dan memperlakukan perempuan sebagai objek seksual belaka.
Dalam konteks seperti itu, pidato ini sungguh menggelagar, mengguncang bumi Mekah dan Madinah yang masih sangat patriarkis. Dengan demikian, isi khutbatul wada’ tadi dapat dikatakan wasiat Rasulullah SAW untuk seluruh umat manusia, untuk mengakui hak-hak perempuan yang setara dengan laki-laki, memenuhi hak-hak tersebut, dan memperlakukannya secara adil dan manusiawi dalam seluruh lini kehidupan.
Kita tidak boleh mengurangi dan menghalangi pemenuhan, apalagi melanggar hak-hak perempuan dalam kehidupan bersama, sekalipun atas nama agama. Islam menjamin dan melindungi kesetaraan dan keadilan bagi laki-laki dan perempuan. Sabda Nabi Muhammad SAW:
النِّسَاءُ شَقَائِقُ الرِّجَالِ
“Sesungguhnya perempuan adalah saudara kandung laki-laki.”
Oleh karena itu, kelahiran Nabi (maulidunnabiy) adalah momentum penting bagi pemanusiaan perempuan dan kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Beliau adalah seorang feminis sebelum feminisme lahir.
Berislam berarti menegakkan kesetaraan dan keadilan laki-laki dan perempuan kapan pun, di manapun dan dalam relasi apapun. Menegakkan kesetaraan dan keadilan laki-laki dan perempuan adalah meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW yang firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Ahzab ayat 21:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Oleh karena itu, mari merefleksi bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan memperjuangkan hak-hak kemanusiaan perempuan dengan seutuhnya, dan sesungguh-sungguhnya, sebagaimana teladan Nabi kita yang mulia. []