Mubadalah.id – Jika dulu adhal identik dengan praktik-praktik keji di masa Jahiliyah, seperti mewarisi perempuan atau memaksanya menikah demi harta, kini wajah adhal telah bertransformasi menjadi bentuk-bentuk kekerasan yang lebih halus namun tak kalah menyakitkan.
Mengacu pada definisi Ibnu Katsir, adhal modern menjelma dalam berbagai rupa. Salah satunya adalah penciptaan ketergantungan ekonomi total istri pada suami.
Dengan menutup akses ekonomi istri, suami memegang kendali penuh atas aspek finansial keluarga. Kondisi ini menciptakan ketidakberdayaan, di mana istri tidak memiliki pilihan selain menuruti kehendak suami, bahkan jika itu berarti menerima kekerasan dan kezaliman.
Lebih jauh lagi, adhal juga termanifestasi dalam penciptaan lingkungan yang penuh ancaman, ketakutan, dan kekalutan.
Dalam kondisi ini, istri tidak berani mengungkapkan kekerasan, kezaliman, dan berbagai tindakan yang menimpanya. Ia terperangkap dalam siklus kekerasan yang tak berujung, tanpa ada keberanian untuk mencari pertolongan.
Bentuk adhal lainnya adalah penciptaan kondisi di mana istri tidak berdaya menuntut hak-haknya. Hak untuk diperlakukan dengan baik, hak untuk mendapatkan kebutuhan hidup yang layak sesuai dengan kemampuan suami – semua itu terampas. Istri hanya bisa pasrah menerima nasib, tanpa memiliki kekuatan untuk mengubah keadaan.











































