• Login
  • Register
Selasa, 1 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Cerita Perempuan Korban KTD yang Mengalami KDRT

Menikahkan korban KTD dengan pelaku bukan solusi yang tepat. Karena seperti yang Mina alami, alih-alih mengurangi penderitaan, justru kehidupan Mina semakin bertambah menderita.

Fajar Pahrul Ulum Fajar Pahrul Ulum
11/09/2023
in Personal
0
Cerita Perempuan

Cerita Perempuan

986
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Andai saja waktu itu aku mikir panjang, mungkin aku gak bakal menderita seperti sekarang”, ungkap cerita seorang teman perempuan yang tengah terisak-isak menyesali keputusannya kala itu.

Dia adalah Mina (bukan nama sebenarnya), seorang perempuan korban Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD). Waktu itu ia meminta pacarnya untuk memakai alat kontrasepsi, namun pasangannya tetap bersikukuh “tenang aja, aman kok”.

Mina yang waktu itu tengah dimabuk asmara termakan bualan pasangannya. Tanpa berpikir panjang ia menuruti kemauan pacarnya atas nama cinta dan sayang.

Selang beberapa bulan pasca kejadian itu, Mina cemas karena sudah dua bulan berturut-turut ia tidak menstruasi. Karena panik dia langsung mengabari pacarnya dan meminta antar untuk membeli alat tes kehamilan mandiri (Test Pack).

Setelah itu Mina pergi ke lorong toilet umum dengan membawa test pack yang ia genggam erat di dalam saku jaket. Selama ia berjalan menuju toilet, hatinya bicara “semoga hasilnya negatif”. Kalimat itu terus ia ucapkan berulang-ulang di dalam hati sambil menunggu jawaban dari test pack.

Baca Juga:

Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

Fikih yang Berkeadilan: Mengafirmasi Seksualitas Perempuan

Jangan Tanya Lagi, Kapan Aku Menikah?

Dua Garis Biru

Mina baru berhenti mengulang-ulang kalimat “semoga hasilnya negatif” setelah di dalam test pack itu muncul dua garis yang menandakan bahwa dirinya positif hamil. Melihat itu mulutnya langsung membisu, badannya gemeteran, lalu matanya bercucuran.

Ia bingung. Apa yang harus dirinya lakukan. Apa yang harus ia katakana pada orang tuanya. Status ibu hamil belum cocok melekat pada dirinya, karena saat ini ia masih duduk di bangku kelas XII SMK.

Setelah menangis sehari semalam, ia memberanikan diri untuk berbicara kepada orang tuanya tentang masalah yang tengah menimpanya. Dirinya sudah tak sanggup lagi menghadapi masalah ini sendirian. Pada saat ia menceritakan itu, awalnya orang tua Mina tidak percaya dan hanya menganggap gurauan saja.

Orang tuanya baru percaya apa yang anaknya ceritakan setelah Mina menunjukan test pack hasil tes kehamilannya. Melihat itu, orang tuanya memarahi Mina dan menanyakan kenapa ini bisa terjadi dan siapa pelakunya.

Dengan nada terengah-engah dan mencoba menahan tangis, Mina menjelaskan kronologi bagaimana dirinya hamil secara positif.

Setelah mendengarkan penjelasan dari Mina, ayahnya langsung bergegas berangkat menemui pacar Mina untuk meminta pertanggung jawaban atas perbuatan terhadap anaknya.

Mengalami KDRT

Sepulang dari rumah pacarnya, ayahnya langsung memberi tahu Mina bahwa di hari esok Mina harus menikah dengan pacarnya. Mendengar itu Mina kaget karena di usianya yang baru 17 tahun ia belum siap untuk menikah.

Namun karena demi nama baik keluarga serta harapan harapan pacarnya akan benar-benar tanggung jawab dan melindungi dirinya dan anaknya yang kelak akan lahir, Mina menyetujui keputusan ayahnya untuk melepas status pelajar menjadi status istri dan ibu rumah tangga.

Namun nahasnya, pasca ia menikah dengan pacarnya, ia malah semakin sengsara dan menderita. Semua aksesnya mulai dari handphone, akun sosial media seperti Facebook dan Instagram, oleh suaminya ambil alih.  Hal itu suaminya lakukan dengan alasan supaya Mina fokus ngurus rumah dan anak.

Karena saking kesalnya, Mina mengadukan kejadian itu kepada orang tuanya. Namun sayangnya, alih-alih mendapat pembelaan, ia malah mendapat nasihat “sabar, namanya juga rumah tangga. Sebagai istri kamu harus nurut sama suami”.

Selain itu, suaminya juga kerapkali menelantarkan keluarga. Uang hasil kerja yang seharusnya untuk mencukupi kebutuhan keluarga malah ia pakai untuk membeli rokok, nongkrong dan lain sebagainya. Akibatnya beberapa kebutuhan dasar keluarga seringkali tidak tercukupi.

Karena sudah jengkel, Mina mengingatkan suaminya supaya lebih memprioritaskan kebutuhan dasar keluarga. Namun karena suaminya tidak terima, maka terjadilah sebuah percekcokan yang luar biasa sampai berujung KDRT.

Karena sudah tak kuasa menahan penderitaan yang ia alami, Mina akhirnya memutuskan untuk mengakhiri rumah tangganya. Ia memilih pulang ke rumah orang tuanya dan mengurus anaknya sendirian.

Menikahkan Bukan Solusi

Dari cerita Mina di atas, kita bisa belajar bahwa menikahkan korban KTD dengan pelaku bukan solusi yang tepat. Karena seperti yang Mina alami, setelah ia menikah dengan pacar yang menghamilinya, alih-alih mengurangi penderitaan, justru kehidupan Mina semakin bertambah menderita.

Tindakan seperti ini sering terjadi pada perempuan-perempuan korban KTD akibat pergaulan bebas dan pemerkosaan. Seolah-olah mengawinkan korban dengan pelaku hanya satu-satunya jalan. Perihal maslahat atau tidaknya itu tidak menjadi pertimbangan. Yang penting nama baik keluarga terselamatkan.

Selain dengan mengawinkan korban dengan pelaku, ada solusi lain yang biasa para korban KTD lakukan. Solusi tersebut adalah aborsi aman sesuai SOP kesehatan. Menurut saya solusi ini lebih maslahat dan lebih tepat ketimbang mengawinkan korban dengan pelaku.

Setidaknya dengan aborsi korban tidak akan mengalami penderitaan berlapis seperti yang Mina alami. Dan, yang paling penting korban KTD tetap bisa mendapatkan haknya, yakni meneruskan pendidikan sesuai yang ia inginkan.

Lalu apakah dalam hal ini boleh melakukan aborsi?. Bukannya hukum melakukan aborsi itu haram?.

Aborsi dalam Pandangan KUPI

Sebagaimana yang ulama KUPI sampaikan dalam tashawur fatwa KUPI II tentang “Perlindungan Jiwa Perempuan dari Bahaya Kehamilan Akibat Perkosaan” menyebutkan bahwa perempuan yang mengalami kehamilan akibat perkosaan benar-benar perlu kita tolong. Termasuk ketika ia memutuskan untuk menghentikan kehamilannya dengan cara aborsi.

Sebab kehamilan yang korban perkosaan seperti yang Mina alami sangatlah bertentangan dengan hak-hak reproduksi. Kehamilan Mina akan membawa dampak negatif yakni mengalami penderitaan secara fisik, mental dan sosial.

Selain itu, secara mental, Mina juga akan mengalami trauma psikologis dan merasa tidak berharga lagi di mata masyarakat. Hal ini mendorong korban untuk melakukan aborsi ilegal yang bisa membahayakan kesehatan dan nyawa korban.

Oleh karena itu, menurut pandangan para ulama perempuan, apabila tim ahli (medis, psikis dan sosial) menjelaskan bahwa kehamilan akibat perkosaan tersebut dapat membahayakan hingga mengancam jiwanya, maka penghentian kehamilan atau aborsi adalah pilihan yang terbaik.

Pastikan Keselamatan Jiwa Perempuan

Namun tetap saja pilihan tersebut juga harus tetap memastikan keselamatan jiwa perempuan pada usia kehamilan berapa pun.

Oleh sebab itu, bagi semua pihak yang memiliki wewenang dan keahlian untuk melakukan perlindungan kepada perempuan korban perkosaan, tidak boleh menolak maupun menghalang-halangi dalam memberi perlindungan jiwa perempuan dengan dalih apa pun. Termasuk ketika korban memutuskan untuk menghentikan kehamilannya yang jelas-jelas tidak ia kehendaki.

Dengan begitu, dalam hal ini kondisi Mina sebagai korban KDT harus benar-benar kita lindungi dan pastikan kesehatannya. Baik secara jiwa, psikologis, dan psikisnya. Karena perempuan korban KTD itu, ia benar-benar mengalami kekerasan yang sangat berlapis. []

Tags: AborsiKDRTkorbanKTDperempuan
Fajar Pahrul Ulum

Fajar Pahrul Ulum

Peserta Mubadalah Academy Batch 1 saat ini sedang menempuh studi akhir di kampus ISIF Cirebon

Terkait Posts

Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Humor Seksis

Tawa yang Menyakiti; Diskriminasi Gender Di Balik Humor Seksis

26 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Kekerasan Seksual Bisa Dicegah Kalau Islam dan Freud Ngobrol Bareng

26 Juni 2025
Menemani Laki-laki dari Nol

Bagaimana Mubadalah Memandang Fenomena Perempuan yang Menemani Laki-laki dari Nol?

25 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Toxic Positivity

    Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menjaga Pluralisme Indonesia dari Paham Wahabi
  • Taman Eden yang Diciptakan Baik Adanya: Relasi Setara antara Manusia dan Alam dalam Kitab Kejadian
  • Kekerasan dalam Pacaran Makin Marak: Sudah Saatnya Perempuan Selektif Memilih Pasangan!
  • Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman
  • Bukan Lagi Pinggir Kota yang Sejuk: Pisangan Ciputat dalam Krisis Lingkungan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID