• Login
  • Register
Minggu, 6 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Film

Film Dokumenter “Asa”: Upaya Rifka Annisa dalam Menyampaikan Penanganan yang Tepat terhadap Kekerasan Seksual

Khoniq Nur Afiah Khoniq Nur Afiah
23/07/2020
in Film, Publik
0
Ilustrasi: mubadalah

Ilustrasi: mubadalah

65
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tulisan ini lahir dari film dokumenter yang durasinya sangat singkat tetapi sangat berfaedah dan layak ditonton oleh banyak kalangan. Film yang diangkat dari kisah nyata ini, berdurasi kurang lebih sekitar 20 menit,  di sutradarai oleh LoeLoe Hendra. Film ini mengisahkan sebuah fenomena kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang telah beristri kepada seorang anak perempuan yang masih duduk di bangku sekolah SMA.

Shinta sebagai tokoh utama yang menjadi korban seksual menampilkan berbagai adegan yang memberikan informasi pada penontonnya mengenai betapa hancurnya saat menjadi seorang korban kekerasan seksual. Pertemuan Shinta dengan seorang laki-laki di media sosial adalah awal dari kekerasan seksual tersebut terjadi.

Singkat cerita setelah kekerasan telah di lakukan dan Shinta terbukti hamil, laki-laki yang telah menyetubuhi dirinya pun tak memberikan indikasi bertanggung jawab atas hal yang telah dilakukan. Tidak hanya kekerasan seksual, pencemaran nama baik juga di ceritakan dalam film tersebut melalui penyebaran video yang dilakukan oleh laki-laki yang memperkosa Shinta. Video yang berisi pemaksaan membuka baju adalah bukti bahwa hal tersebut masuk dalam kategori pemerkosaan.

Film tersebut diangkat dari kisah nyata yang merupakan klien dari Lembaga Swadaya Masyarakat Rifka Annisa yang fokus dalam pemberdayaan perempuan. Rifka Annisa telah berpengalaman dalam menangani kasus kekerasan seksual pada perempuan.

Bagi penulis, melalui film tersebut Rifka Annisa berhasil menyampaikan pesan-pesan penting mengenai penanganan yang tepat pada korban kekerasan. Sering kali kita bertemu dengan para korban kekerasan seksual tetapi bingung bagaimana cara menanganinya.

Baca Juga:

Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Hak dan Kewajiban Laki-laki dan Perempuan dalam Fikih: Siapa yang Diuntungkan?

Melalui film tersebut ada beberapa hal yang penulis dapatkan mengenai penanganan yang tepat pada korban kekerasan seksual :

Dukungan sosial dan emosional dari keluarga untuk korban 

Dukungan tersebut tergambar pada scene (17:08) Shinta di peluk Ibunya seraya berkata “Sabar Nduk, sabar”. Selain itu, ada juga scene (18:13) Ayahnya memberikan dukungan berupa wejangan serta semangat untuk kembali membangkitkan Shinta dari keterpurukan menjadi seorang korban kekerasan seksual. Sehingga, berkat upaya tersebut korban merasa dicintai, disayang, dan didukung sebagai bagian dari keluarga dan hal tersebut adalah salah satu upaya tepat untuk membangkitkan korban dari keterpurukan.

Kelekatan

Kelekatan yang dimaksud adalah sesuatu yang berkaitan dengan emosinal yang dimiliki oleh satu sama lain anggota keluarga. Hal tersebut tergambar pada scene (11:30) kekecewaan orang tuanya yang tumpah di depan Shinta hingga memicu ia menyampaikan keterbukaan dan jujur mengenai akar permasalahan yaitu perkenalannya dengan seorang laki-laki dari media sosial. Kekuatan keterbukaan antar satu sama lain ini yang memberikan informasi pada penonton bahwa permasalahan ini memang harus diselesaikan.

Meningkatkan komunikasi

Komunikasi yang dibangun oleh keluarganya selalu mengarah pada sikap keterbukaan yang mengarah pada permintaan tanggung jawab pada diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut seperti pertanyaan Ibunya pada scene (11:15) “Ibu kudu kepie Nduk?” lalu perihal menanyakan keinginan Shinta yang sesungguhnya.

Hingga pada akhirnya orang tuanya mengetahui bahwa Shinta tak ingin dinikahkan dan ingin sekolah, lalu mengejar cita-cita guna membahagiakan orang tua. Hal tersebut adalah hasil dari komunikasi yang baik antara satu sama lain, sehingga mengetahui keinginan korban dan korban pula mengetahui kekecewaan keluarganya sebagai bahan pelajaran untuk lebih berhati-hati dalam berhubungan dengan orang lain.  

Keterlibatan orang tua dalam proses penanganan

Scene (14:37) adalah gambaran jelas bahwa orang tuanya terlibat secara penuh dalam penanganan proses penanganan kasus kekerasan seksual yang menimpa anaknya. Ayahnya bersikukuh untuk membawa kasus tersebut pada jalur hukum adalah bukti keperdulian dan kasih sayang terhadap anaknya yang menjadi korban kekerasan seksual.

Pemahaman orang tua terhadap kekerasan yang menimpa anaknya

Perihal tersebut terbukti melalui peran orang tua dari mengetahui kejadian, mengawal proses penanganan pada pelaku dan korban, hingga memberikan harapan serta kebangkitan pada diri korban. Hal tersebut adalah bagian dar perlindungan yang diberikan keluarga pada korban.

Meningkatkan keyakinan spiritualitas

Scene 13:14) adalah adegan ritual keagamaan sebagai usaha mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa.  Ritual tersebut yang mehairkan nilai-nilai yang selanjutnya diyakini dapat menguatkan dan memberikan rasa tenang akibat berbagai tekanan yang sedang ditimpanya.

Ketrampilan memecahkan masalah.

Ketrampilan memecahkan masalah dalam hal ini tergambar pada kekuatan orang tua yang meminta dengan tegas bahwa kasus tersebut di bawa pada meja hijau Selain itu, keputusan orang tuanya untuk tidak menikahkan Shinta dan menyetujui untuk melanjutkan sekolah demi keinginannya untuk mewujudkan cita-cita dan membahagiakan orang tua.

Upaya-upaya tersebut adalah hal yang penting untuk diketahui oleh banyak kalangan masyarakat, sebab siapapun memiliki kemungkinan menjadi seorang korban atau orang yang akan harus berperan dalam penanganan kekerasan seksual. Tulisan ini juga sebagai bentuk terimakasih pada Rifka Annisa sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang telah menyampaikan ilmu yang berharga pada masyarakat luas.

Penyampaiannya yang sangat ramah dan milenial, sehingga terkesan santai dan menyenangkan ini juga menjadi hal yang menarik untuk disampaikan. Pesan dan ilmu tersebut penting karena penulis juga melihat bagaimana dampak yang di terima dari korban kekerasan seksual seperti depresi, goncangan jiwa, perasaan bersalah menyalahkan diri sendiri, trauma dan hal-hal yang lain.

Film Asa dalam scene (16:18) cukup menjelaskan bagaimana kegoncangan jiwa yang Shinta rasakan. Semoga kita semua selalu dapat mengambil hikmah dari setiap pelajaran dan mampu menjaga diri dan keluarga dari kekerasan seksual. Sekian. []

Tags: advokasifilm dokumenterKekerasan seksualkeluargakorbanperempuansosialstigma
Khoniq Nur Afiah

Khoniq Nur Afiah

Santri di Pondok Pesantren Al Munawwir Komplek R2. Tertarik dengan isu-isu perempuan dan milenial.

Terkait Posts

Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Rumah Tak

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID