Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa kesetaraan dalam beragama menjadi penentu dan terpenting, karena kebahagiaan dan kesejatian hidup hanya bisa diraih dengan kecerdasan spiritual.
Agama di sini, kata Bu Nyai Badriyah, perlu memaknainya secara luas sesuai defisi agama itu sendiri, yakni sesuatu yang berasal dari Tuhan, yang Nabi Saw sampaikan untuk kebahagian manusia dunia akhirat. (Baca juga: Mengenal Perjanjian Perkawinan Menurut Ulama KUPI)
Ini berarti dalam memandang apapun di dunia, termasuk kebahagian perkawinan.
Suami istri perlu menjadikan ajaran agama sebagai pangkal tolak dan orientasi kehidupanya. (Baca juga: Konsep Kaffah Dalam Perkawinan Menurut Bu Nyai Badriyah)
Kaffah (kesetaraan) dalam agama, menurut Bu Nyai Badriyah, tidak boleh mempersempit hanya kesamaan agama.
Akan tetapi, kaffah ini mencakup orientasi dan implementasi iman, kesalehan beragama dan cara pandang terhadap hakikat kehidupan keluarga. (Baca juga: Refleksi Kursus Metodologi Musyawarah Keagamaan Fatwa KUPI)
Kemudian orientasi dan implementasi lainnya seperti karir, harta, kesuksesan dan kegagalan, pendidikan dan pengasuhan anak, dan sebagainya.
Jika pasutri satu visi dalam melihat semua itu berdasarkan alat ukur yang sama, yakni nilai-nilai agama, maka itulah kesetaraan dalam agama. (Baca juga: Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara). (Rul)