Mubadalah.id – Di dalam Islam, sebuah rumah tangga idealnya dibangun atas pondasi kesepakatan untuk mewujudkan kehidupan yang penuh cinta dan kasih sayang (mawaddah wa rahmah). Serta untuk merengkuh kebahagiaan bersama (sakinah).
Akan tetapi, rumah tangga yang dijalani oleh dua orang dengan latar belakang budaya, pola asuh, dan kebiasaan serta adat istiadat yang berbeda tentulah bukan perkara mudah.
Dengan perbedaan ini pasti muncul perbedaan selera dan keinginan dalam mengurus rumah tangga. Belum lagi ketika anak-anak lahir dan berbagai persoalan keseharian muncul lebih banyak lagi.
Tak mustahil ini akan melahirkan perbedaan-perbedaan yang jika tidak mereka kelola dengan baik akan melahirkan ketegangan, perdebatan, dan konflik. Bagi sebagian orang yang tidak mampu mengelolanya, konflik ini bisa berujung kekerasan.
Betapapun besarnya rasa cinta yang melandasi kehidupan sebuah perkawinan, kehidupan berumah tangga tidak selamanya berjalan tenang dan mulus tanpa konflik.
Perbedaan dan perdebatan antara suami istri semestinya tidak memunculkan duri yang melukai salah satu pihak.
Sebaliknya, perbedaan pendapat dalam rumah tangga seharusnya dapat mereka kelola untuk menemukan landasan saling memahami, dan untuk menemukan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Perbedaan itu semestinya dapat menumbuhkan semangat untuk saling memahami yang meniscayakan tidak adanya kekuasaan yang dominan di antara pasangan suami istri.
Sebenarnya, konflik atau perbedaan dalam berumah tangga bisa keduanya anggap sebagai bunga kehidupan.
Dalam rumah tangga Nabi Muhammad Saw. sebagaimana dalam banyak Hadis. Maupun dalam sirah Nabi Saw, perbedaan dan perdebatan itu biasa juga terjadi. Namun, perbedaan pendapat ini ternyata tak melahirkan kekerasan.
Dalam konflik rumah tangga yang seberat apa pun, Nabi Muhammad Saw. tidak pernah menggunakan cara kekerasan. []