• Login
  • Register
Selasa, 15 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Respon atas Pemaknaan Hadis Dayyuts di Media Sosial

Larangan menjadi dayyūts pada dasarnya isyarat agar senantiasa saling mengingatkan untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar dan menjauhi dosa-dosa besar dalam lingkup masyarakat terkecil, yakni keluarga

Kholila Mukaromah Kholila Mukaromah
17/07/2023
in Keluarga
0
Hadis Dayyuts

Hadis Dayyuts

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Suatu kali saya menjumpai salah satu meme di media sosial dengan akun Instagram @salaf.ittiba yang membuat tertegun sejenak. Meme tersebut memuat satu istilah yang baru, yakni dayyuts.

Unggahan meme diberi judul “Jangan Jadi Suami Dayyuts”. Terdapat tambahan keterangan berupa pertanyaan “apa itu dayyuts? Dayyuts adalah para lelaki yang menjadi pemimpin untuk keluarganya dan ia tidak punya rasa cemburu dan tidak punya rasa malu”. Kata dayyuts dituliskan dengan font berwarna merah yang menunjukkan titik tekan yang ingin ditonjolkan.

Saya pun beralih pada keterangan yang pemilik akun berikan untuk menelusuri apa itu dayyuts. Dalam keterangan unggahan mereka sebutkan redaksi hadis dayyuts yang bersumber dari Musnad Ahmad nomor 69 berikut,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثَةٌ قَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ الْجَنَّةَ مُدْمِنُ الْخَمْرِ وَالْعَاقُّ وَالدَّيُّوثُ الَّذِي يُقِرُّ فِي أَهْلِهِ الْخَبَث

Artinya: bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Ada tiga golongan yang diharamkan memasuki surga; pecandu khamer, orang yang durhaka, dan dayyuts (yakni) orang yang masa bodoh terhadap isterinya, dan membiarkannya melakukan perbuatan keji (zina).”

Baca Juga:

Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

Jihad Perempuan Melawan Diskriminasi

Penjelasan Hadis Dayyuts

Hadis dayyuts tersebut menjadi sumber otoritatif yang  menjadi landasan dalam pembuatan meme tersebut. Selain itu, penjelasan mengenai keterkaitan antara larangan menjadi dayyuts dengan keharusan melarang istri atau anak perempuan memamerkan foto di media sosial.

Alasan yang mendasari larangan ini, mulai dari kekhawatiran foto unggahan bisa mendatangkan fitnah (godaan) bagi laki-laki yang mengantarkan pada terjadinya zina, dan bertentangan dengan sifat malu dan ‘iffah.

Kemudian, mencegah munculnya penyakit ‘ain, iri dengki, menimbulkan dosa jariyah karena memperlihatkan aurat, termasuk dosa besar (dayyuts). Hingga menjatuhkan wibawa suami jika foto istrinya muncul di media sosial.

Sontak saja hal ini memunculkan pertanyaan besar bagi kita. Bagaimana menerima pandangan tersebut. Sedangkan realitas empiris menunjukkan bahwa masyarakat muslim Indonesia bisa kita katakan ‘gemar’ mengunggah foto pribadi maupun bersama suami atau istri.

Entah dengan niatan sekedar membagikan momen, sebagai rasa syukur (tahadduts bin ni’mah) ataupun dengan niatan lain. Apakah yang demikian berdampak pada dosa laki-laki selaku suami ataupun kepala keluarga? Tentu saja tidak bisa sesederhana itu dalam menghakimi.

Hadis Dayyuts : Otentisitas dan Pemaknaan

Hadis Dayyuts ini terdapat dalam 2 kitab hadis, yakni dalam Sunan al-Nasai 2512 dan Musnad Ahmad nomor hadis 5904, 5839, dan 5117.

Al-Nasa’I menilai bahwa hadis ini berstatus hasan shahih. Oleh karenanya, hadis ini bisa kita jadikan sebagai hujjah landasan moral umat Islam. Makna utama di atas bisa kita pahami sebagai bentuk peringatan Nabi Saw agar menjauhkan diri dan keluarga dari sejumlah dosa besar. Di mana hal itu bisa menghalangi seseorang masuk surga.

Nabi melarang keras perilaku dayyūts dan dosa besar lain (durhaka kepada orang tua, dan pecandu khamr)  karena bisa merugikan orang lain, dan bahkan merusak moral. Hal ini pun bertentangan dengan nilai-nilai dasar Islam yang menjunjung tinggi mu’asyarah bil ma’ruf  dalam menjaga relasi sosial.

Peringatan Nabi Saw tersebut juga merupakan upaya untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar demi terciptanya kedamaian dan ketentraman dalam berkehidupan di dunia ini. Tujuan-tujuan tersebut sejalan dengan gagasan mubadalah yang berusaha  mewujudkan kemaslahatan (maslahah) dan menghindarkan keburukan (mafsadah) bagi setiap manusia.

Larangan menjadi dayyuts juga berkorelasi kuat dengan ayat al-Qur’an yang menegaskan tentang tanggung jawab untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka (QS. Al-Tahrim[66]:6).

Bias Gender dalam Pemaknaan Hadis Dayyuts di Medsos

Kembali lagi pada topik awal mengenai meme di atas. Menilik penjelasan sebelumnya, penekanan subjek yang dituntut untuk bertanggung jawab terletak pada pundak laki-laki sebagai kepala keluarga. Sedangkan objek yang dituntut untuk patuh serta untuk menjauhi kerusakan (mafsadah) adalah keluarga yang perempuan (istri dan anak perempuan).

Pemaknaan literal  seperti ini bisa kita katakan cenderung parsial menimpakan kesalahan pada laki-laki sebagai suami atau kepala keluarga. Di sisi lain ia nampak turut melarang perempuan tampil di publik. Meskipun hanya sekedar foto saja. Padahal, tidak semua keaktifan perempuan di media sosial bertujuan untuk mengundang ketertarikan lawan jenis.

Dalam perspekif pemaknaan hadis secara mubadalah, hal ini tidak relevan karena tidak menunjukkan relasi kesalingan dan kemitraan dalam relasi keluarga.

Larangan menjadi Dayyuts Perspektif Mubadalah

Di era sekarang, laki-laki dan perempuan memiliki tanggung jawab yang sama dalam memastikan anggota keluarganya untuk selamat di dunia dan akhirat. Secara makna asal, dayyūts tertuju pada seorang yang merelakan keluarganya berbuat kekejian.

Dalam perspektif mubadalah, dayyūts tidak hanya berlaku bagi laki-laki saja. Namun juga mencakup perempuan yang membiarkan pasangan maupun keluarganya berbuat hal yang bertentangan dengan agama.

Larangan menjadi dayyūts pada dasarnya isyarat agar senantiasa saling mengingatkan untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar, dan menjauhi dosa-dosa besar dalam lingkup masyarakat terkecil, yakni keluarga.

Orang tua, baik laki-laki maupun perempuan harus senantiasa mensosialisasikan nilai-nilai akhlak terpuji. Begitu pula suami dan istri harus senantiasa ber-muasyarah bil ma’ruf . Dan saling mengingatkan jika pasangannya berbuat salah dan menyeleweng dari ajaran agama. []

Tags: hadis dayyutsislamKesalinganlaki-lakimaknamedia sosialnabi muhammadperempuanrespon
Kholila Mukaromah

Kholila Mukaromah

Alumni S1 Tafsir Hadis & S2 Studi al-Qur'an Hadis di UIN Sunan Kalijaga, pernah nyantri di Jombang dan Jogja, saat ini menjadi staf pengajar di Institut Agama Islam Negeri Kediri, domisili di Blitar Jawa Timur

Terkait Posts

Praktik Kesalingan

Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

12 Juli 2025
Relasi Imam-Makmum

Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

9 Juli 2025
Jiwa Inklusif

Menanamkan Jiwa Inklusif Pada Anak-anak

8 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Marital Rape

Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Krisis Ekologi

    Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi
  • Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman
  • Jihad Perempuan Melawan Diskriminasi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID