• Login
  • Register
Sabtu, 7 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pejalan Kesetaraan dan Jalan Sunyi yang Harus Dilalui

Karena itu, saya percaya Islam adalah agama pendukung keadilan, termasuk didalamnya keadilan relasi antara laki-laki dan perempuan. Dan saya akan bersetia dengan proses ini, menyusuri jalan sunyi kesetaraan

Zahra Amin Zahra Amin
19/03/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Kesetaraan

Kesetaraan

249
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – “Mbak, aja galak-galak sih!” (Mbak, jangan keras-keras dong?”) Begitu respon orang lain, atau teman-temanku sendiri setiap kali saya protes, atau mengkritik postingan teman-teman yang masih saja melanggengkan ketidakadilan gender. Seperti merendahkan status janda, menormalisasi KDRT, poligami, perselingkuhan, atau mengatakan bahwa perempuan adalah tulang rusuk laki-laki, sehingga harus patuh dan tunduk terhadap laki-laki. Ya, inilah jalan sunyi untuk terus setia pada proses sebagai pejalan kesetaraan

Saya galak, karena merasa buat apa selama ini berdarah-darah belajar tentang kesetaraan dan ketidakadilan gender. Berlari dari satu pengkaderan ke pengkaderan lain. Menjadi pemateri atau fasilitator, jika semua pemahaman tentang nilai-nilai kesetaraan itu hanya selintas lewat.

Tak hanya sebatas itu, perlawanan saya terhadap ketidakadilan yang menimpa perempuan jauh sebelum kini mampu berdiri dan menyampaikannya pada yang lain. Bagaimana upaya keras yang harus dilakukan agar bisa keluar dari toxic relationship dan kekerasan dalam pacaran, menolak perjodohan, menolak lamaran yang mematahkan anggapan jika perempuan menolak lamaran, maka akan sulit mendapatkan jodoh.

Dan saat membangun rumah tangga, saya pun mengajukan syarat pada calon pasangan agar tetap diperbolehkan bekerja, berorganisasi serta kuliah lagi. Dengan syarat yang saya ajukan tersebut, secara tidak langsung ada pembagian dan pergantian peran sebagai suami istri yang fleksibel dalam keluarga. Jadi, kendali untuk menentukan masa depan perempuan, ada di tangan perempuan sendiri. Bukan orang lain.

Maka ketika kita sebagai perempuan masih saja diam, atau bahkan mengamini segala bentuk ketidakadilan itu, sampai kapan budaya patriarki akan terus mencengkeram, dan mengancam kehidupan perempuan? Lalu bagaimana dengan masyarakat awam yang tidak pernah mengenal istilah kesetaraan gender. Bagaimana harus memberi pengertian?

Baca Juga:

Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama tentang Batas Aurat Perempuan

Memaknai Aurat Perempuan secara Utuh

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

Atau kadang saya merenung, apakah karena saya telah gagal menyampaikan seluruh konsepsi tentang kesetaraan itu? Atau ketika mengikuti kegiatan pelatihan, para peserta ini tidak serius memperhatikan? Apakah ada yang salah dengan cara saya menjelaskannya? Hingga akhirnya saya sadar ketika membaca buku “Feminisme Cari Ribut: Sebuah Perjalanan Mencari dan Menjadi.”

Dalam salah satu artikel yang ditulis apik oleh Mbak Nor Ismah, menyampaikan bahwa kadar kepekaan seseorang terhadap persoalan perempuan itu berbeda-beda. Lebih lanjut Mbak Ismah juga menjelaskan keberpihakan seseorang  terhadap persoalan perempuan juga tidak bisa muncul secara tiba-tiba.

Ada proses panjang yang memang menurut saya harus dilalui. Tidak hanya sekedar mengikuti pelatihan gender, atau membaca dari banyak buku. Bersentuhan langsung dengan pengalaman nyata itu lebih meninggalkan kesan, dan jejak yang takkan mungkin terlupakan, sehingga lebih terlatih untuk menemukenali ketidakadilan di sekitar kita.

Sejalan dengan hal tersebut Mbak Ismah menambahkan bahwa minat, kepedulian, dan kepekaan setiap individu terhadap sesuatu merupakan hasil dari proses panjang perjalanan hidupnya. Proses hidup dan pengalaman inilah yang telah menjadikan sikap dan pilihan setiap orang itu berbeda-beda. Dan saya mengamini pendapat Mbak Ismah, kandidat Doktor dari Leiden University Belanda ini.

Hal senada dipaparkan oleh Prof Dra Hj. Nina Nurmila, MA, Ph. D dalam pengantar buku “Menjadi Feminis Muslim.” Yang mendefinisikan feminisme sebagai “an awareness of the existing oppression or subordination of women because of their sex and as working to eliminate such oppression or subordination and to achieve equal gender relations between men and women.”

“Kesadaran akan adanya penindasan atau perendahan perempuan karena jenis kelaminnya, dan upaya untuk menghilangkan penindasan dan perendahan semacam itu guna mencapai kesetaraan relasi gender antara laki-laki dan perempuan.”

Jadi menurut Prof Nina, feminis adalah seseorang yang memiliki kesadaran akan adanya penindasan atau perendahan terhadap perempuan karena jenis kelaminnya, dan ia berupaya untuk menghilangkan penindasan dan perendahan semacam itu guna mencapai kesetaraan relasi gender antara laki-laki dan perempuan.

Bahkan, ditambahkan Prof Nina dalam buku yang sama, Nabi Muhammad SAW sebagai pejuang hak-hak perempuan dalam Islam juga bisa disebut feminis. Sehingga meskipun kata feminisme lahir pertama kali pada masyarakat yang berbahasa Inggris di Barat, secara esensi dan substansi, feminisme sudah ada sejak masa lahirnya Islam, dan ada di berbagai belahan dunia dalam bentuknya yang berbeda-beda atau kontekstual.

Karena itu, saya percaya Islam adalah agama pendukung keadilan, termasuk didalamnya keadilan relasi antara laki-laki dan perempuan. Dan saya akan bersetia dengan proses ini, menyusuri jalan sunyi kesetaraan. Jika ingin melangkah bersama, mari berjalan disampingku. Kita susuri jalannya dengan langkah tegak dan penuh percaya diri. []

 

Tags: feminismeGenderkeadilanKesetaraanperempuan
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Kekerasan Seksual

Perspektif Heterarki: Solusi Konseptual Problem Maraknya Kasus Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan Agama  

5 Juni 2025
Kesehatan Akal

Dari Brain Rot ke Brain Refresh, Pentingnya Menjaga Kesehatan Akal

4 Juni 2025
Pesan Mubadalah

Pesan Mubadalah dari Keluarga Ibrahim As

4 Juni 2025
Tubuh yang Terlupakan

Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

3 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Berkurban

    Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memaknai Istilah “Kurban Perasaan” Pada Hari Raya Iduladha

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Khutbah Iduladha: Teladan Nabi Ibrahim, Siti Hajar, dan Nabi Ismail tentang Tauhid dan Pengorbanan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Solusi Ramah Lingkungan untuk Pembagian Daging Kurban
  • Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha
  • Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang
  • Makna Wuquf di Arafah
  • Iduladha sebagai Refleksi Gender: Kritik Asma Barlas atas Ketaatan Absolut

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID