Mubadalah.Id– Berikut ini adalah adab berhubungan seksual. Musawah, sebuah gerakan internasional untuk keadilan hukum keluarga muslim mengadakan workshop perumusan etika egaliter hukum keluarga muslim, 23-25 Juni 2019, di Kuala Lumpur Malaysia.
Workshop ini melibatkan 24 orang aktivis, peneliti, dan akademisi yang memiliki perhatian terhadap keadilan relasi laki-laki dan perempuan dalam perspektif Islam dari berbagai belahan dunia. Salah satunya adalah Sarah Marsso aktivis Muslimah dari Prancis.
Dipanel bersama Ziba Mir-Hosseini, seorang profesor hukum Islam dan gender dari Universitas London-Inggris, pada hari kedua, Sarah menekankan pentingnya etika dan spiritualitas Islam dalam hubungan seksual suami dan istri.
Sarah mengawali presentasinya dengan refleksi, bahwa selama ini, hubungan seksual dipahami sebagai kewajiban istri yang menjadi konsep taat pada suami, yang jika tidak dilakukan, istri dianggap nusyuz, lalu boleh dihukum dan dipukul, bahkan dilaknat malaikat. “Pemahaman inilah yang mendasari banyak pandangan mengenai kebolehan seorang istri dipaksa berhubungan seks oleh suaminya (marital rape)”, kata Sarah.
Dalam refleksinya, Sarah bertanya; Bisakah kita membicarakan hubungan seksual pasutri sebagai implikasi etikal dan spiritual dari konsep bahwa pernikahan itu ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalizan) yang harus dijaga kedua belah pihak?
Tentu saja jawabanya bisa, kata Sarah. Bahkan, al-Qur’an memiliki konsep-konsep kunci yang seharusnya menjadi pondasi spritual dan etis bagi hubungan seksual pasutri. Seperti konsep ihsan (baik), ma’ruf (baik), taradi (saling memberi kenyamanan), fadl (kemuliaan), sakinah (kebahagiaan), mawaddah (cinta), rahmah (kasih), dan yang lain. Semua konsep ini ditegaskan al-Quran untuk relasi suami dan istri.
Dengan perspektif mubadalah atau kealingan, semua konsep kunci tersebut berlaku untuk dan dilakukan oleh kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. Artinya, semua praktik pemaksaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan, juga laki-laki, bertentangan dengan ajaran-ajaran inti al-Qura’an.
Sarah kemudian menegaskan bahwa masyarakat muslim kontemporer seharusnya mendasarkan pandangan dan praktik hububgan seksual mereka, tidak hanya sebagai sesuatu yang berdimensi spiritual, atau bernilai ibadah, tetapi juga etis, dimana seseorang tidak boleh memaksa dan menyakiti, tetapi saling menerima dan memberi kenikmatan serta kebahagiaan.
Demikian penjelasan terkait adab berhubungan seksual. Semoga bermanfaat. [Baca juga: Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual]