Mubadalah.id – Lebaran pasca pandemi adalah peristiwa yang langka. Momen lebaran dimaknai sebagai momen kemenangan. Selayaknya kemenangan, momen lebaran perlu diselebrasikan dengan kebahagiaan. Namun terkadang, momen lebaran justru mengundang kesedihan pada sebagian kalangan.
Bukan karena tidak memiliki baju baru atau kue lebaran, kesedihan menyelimuti disebabkan momok serangkaian pertanyaan sensitif yang seringkali menyasar pada setidaknya empat kalangan; mereka mahasiswa tingkat akhir, jobless, jomlowati-jomlowan, atau mereka yang sudah menikah tapi belum juga mendapatkan keturunan.
Pertanyaan yang Bertubi
Pertanyaan yang diawali dengan kata tanya “kapan” berubah seketika membuat bulu kuduk berdiri. “Kapan lulus?”, “kapan nikah”, “kapan program anak” dan kapan-kapan lainnya yang sungguh menyesakkan dada.
Saking membuat stress, sesi tanya jawab materi tersebut dibuatkan semacam tutorial bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara praktis dan efektif membuat jera si penanya. Tutorial ini dapat ditemui dibanyak reels, tiktok, atau video pendek lainnya.
Barangkali, pandemi menjadi semacam berkah bagi empat kalangan diatas. Dalam kurun dua tahun terakhir, empat kalangan ini setidaknya bisa melakukan saving energi karena momen lebaran pasca pandemi yang hanya dilakukan secara terbatas bahkan disyaratkan untuk tidak melakukan kunjungan. Hal ini praktis mengurangi interaksi dengan materi interview pertanyaan-pertanyaan yang bernada momok yang telah saya uraikan tadi.
Namun tidak demikian dengan tahun ini. Pasca pandemi, kehidupan mulai berangsur kembali. Momen mudik silaturahmi resmi diberlakukan kembali. Hal ini tentu menjadi momen yang perlu disyukuri. Namun bagi empat kalangan tadi, tentu akan kembali menguras energi. Lebaran pasca pandemi menjadi menyenangkan.
Tips Silaturahmi Saat Lebaran
Lebaran pasca pandemi memiliki tantangan yang berbeda. Untuk menyiasati terbuangnya energi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, ada beberapa tips silaturahmi saat lebaran pasca pandemi yang perlu diperhatikan.
Pertama, adab bertamu paling awal adalah meminta izin (تَسْتَأْنِسُوْا) dengan jalan mengucap salam (وَتُسَلِّمُوْا) dijelaskan dalam QS. An-Nur ayat 27. Dalam menghaturkan salam (dan atau mengetuk pintu) juga diatur yaitu sebanyak tiga kali sebagaimana hadis الاِسْتِئْذَانُ ثَلاَثٌ فَإِنْ أُذِنَ لَكَ وَإِلاَّ فَارْجِعْ (HR. Bukhari Muslim)
Pengaturan ini dimaksudkan untuk menjaga kenyamanan pemilik rumah. Di masa-masa Covid-19, aturan ini tentu menjadi sangat relevan.
Demi menjaga terjadinya lonjakan kasus Covid-19, pada masa pandemi dua tahu belakangan, aturan yang berlaku di masyarakat adalah untuk tidak melakukan kunjungan silaturahim. Namun dimasa pasca pandemi seperti ini, aturan tersebut telah dicabut.
Dengan pertimbangan menjaga protokol kesehatan, tidak dapat dipungkiri akan ada beberapa kalangan yang masih dengan teguh memegang aturan untuk tidak menerima tamu di masa pasca pandemi. Hal ini tentu harus menjadi perhatian. Perlu adanya sikap tidak “memaksakan” harus silaturahim dengan bertemu.
Jika dalam durasi tiga kali salam dan ketuk pintu pemilik rumah tidak membukakan pintunya, meskipun terlihat tanda-tanda pemilik rumah berada di rumah, maka seyogyanya kita dianjurkan untuk kembali.
Kedua, bertamu secukupnya (waktu). Dalam hadis disebutkan مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، جَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ، وَالضِّيَافَةُ ثَلاثَةُ أَيَّامٍ، وَمَا كَانَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ صَدَقَةٌ، وَلا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِىَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ (Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tamu, jamulah ia sehari semalam. Bertamu hanya (diperkenankan) selama tiga hari. Adapun setelah (tiga hari) itu, jamuan bersifat sedekah. Tidak boleh bagi tamu untuk menginap di tempat tuan rumah sehingga menyusahkannya.”
Sumber: https://islam.nu.or.id/ubudiyah/pesan-rasulullah-saw-terkait-etika-bertamu-dan-terima-tamu-Mtpjp
Batasan Saat Lebaran Pasca Pandemi
Yang perlu digarisbawahi dalam hadis ini adalah isyarat bertamu dengan memperhatikan waktu. Kaitannya dengan kunjungan silaturahim lebaran, waktu bertamu sebaiknya tidak berlebihan. Dalam tradisi yang berkembang di masyarakat kita, tujuan kunjungan lebaran adalah untuk bersilaturahim menyampaikan permohonan maaf dengan diselingi sedikit obrolan ringan.
Durasi waktu menjadi pengingat untuk sesi selingan obrolan tersebut. Sebab seringnya, selingan obrolan inilah yang selanjutnya melebar dan memunculkan tujuan lain selain tujuan awal bersilaturahim dan bermaafan yang tidak lain adalah ghibah.
Kemudharatan lain yang diakibatkan lamanya durasi berkunjung adalah pembicaraan-pembicaraan yang melebar mengarah pada ranah-ranah privasi yang seharusnya tidak perlu. Pembicaraan tidak perlu ini yang tentu sangat ingin dihindari para jobless, jomlowan, jomlowati dan kelompok rentan lain yang setara dengan mereka.
Oleh karenanya, cukupkan waktu berkunjung untuk sekadar menyampaikan maksud untuk bersilaturahim, bermaafan, dan meminta do’a.
Tips di atas seyogyanya merupakan tips standarisasi yang disyaratkan agama Islam saat melakukan kunjungan silaturahim. Namun tips ini seringkali terlalu mendapat permakluman dengan dalih si shohibul bait merupakan kerabat keluarga sendiri sehingga waktu, privasi, dan perkenan seringkali tidak lagi diindahkan. Maka dengan adanya momen pasca pandemi ini, mari kita bersama-sama saling menjaga harmonisasi sekaligus privasi berinteraksi dalam momen silaturahim (bertamu).
Transisi Saat Lebaran Pasca Pandemi
Alih-alih dikhususkan untuk empat kalangan, serangkaian strategi di atas sepertinya juga perlu diterapkan kepada siapa saja yang hendak merayakan lebaran dengan melakukan kunjungan silaturahmi saat lebaran pasca pandemi. Bagaimanapun, tahun ini merupakan tahun transisi. Tahun yang diperlukan banyak toleransi untuk bisa kembali menata kehidupan yang sempat diporak-porandakan oleh pandemi. Semoga, artikel ringan tentang tips silaturahmi yang baik saat lebaran pasca pandemi dapat bermanfaat.[]