• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Melatih Kerjasama Melalui Permainan Tradisional

Fachrul Misbahudin Fachrul Misbahudin
06/02/2020
in Personal
0
Melatih Kerjasama Melalui Permainan Tradisional
62
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

‘Doggggg yehhh menang’ begitulah riuh kegembiraan yang nampak dari wajah anak-anak ketika berhasil mengalahkan lawannya, dalam sebuah permaianan tradisional yang biasa dimainkan setelah selesai ngaji, ba’da salat magrib di halaman depan mushola.

Permainan ini lebih dikenal di daerah saya di Blok Umbul Balong, Desa Sindang Jawa Kabupaten Cirebon dengan nama ‘dog-dogan’.

Dog-dogan memang nama yang unik untuk sebuah permaian. Saya sendiri belum tahu betul siapa pencipta permainan ini, dan bagaimana sejarahnya kenapa permainan ini dinamakan dog-dogan. Tetapi dog-dogan di sini bukan berarti anjing-anjingan ya teman-teman. Tapi ini hanyalah sebuah nama dari permaian tradisional.

Untuk mekanismenya permainan ini cukup sederhana, permainan terbagi menjadi dua regu, dimana dari setiap regu berisi 4 sampai 8 orang, baik anak laki-laki maupun perempuan, dimana mereka semua mempunyai misi yang sama yaitu untuk saling bekerjasama dalam menjaga gawang agar tidak sentuh oleh regu lain dan juga saling bekerjasama, bagaimana dari setiap anggota untuk berhasil menyentuh gawang lawannya.

Sebab permainan akan menang jika ada salah satu anggota berhasil untuk menyentuh gawang lawannya. Menarik bukan?, Kira-kira di daerah kalian apa ya namanya?.

Baca Juga:

Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

Selain itu, mekanisme selanjutnya adalah dari setiap anggota regu juga harus saling menjaga dirinya dan teman-teman timnya agar tidak disentuh oleh lawannya, karena kalau ada salah satu anggota regu itu berhasil tersentuh oleh lawan maka ia akan menjadi tawanannya. Ia hanya akan bisa dibebaskan kalau ada orang dari regu tersebut berhasil menyentuhnya kembali.

Tentu saja, dalam permainan ini membutuhkan konsep yang sangat matang, ya konsep saling bekerjasama dan saling menjaga itulah menjadi kunci utama untuk meraih sebuah kemenangan.

Bagaimana mereka harus membuat strategi yang matang, bagaimana mereka harus bisa saling bekerjasama untuk berhasil menyentuh gawang lawan, dan menjaga gawangnya sendiri, dan bagaimana dari setiap anggota harus saling menjaga dirinya sendiri dan temannya agar tidak tersentuh oleh lawannya, tentunya demi sebuah raihan kemenangan timnya.

Oya, pernah dalam suatu permainan, regu yang banyak anak laki-laki ini kalah dengan regu perempuan, karena saking senangnya mereka sorak-sorak bergembira bersama timnya “yey… asyik kita menang, kita menang.” Dan yang kalah, sebagai sanksinya mereka harus mentraktir jajanan.

Wah seru sekali ya melihat mereka yang menang bisa tertawa lepas begitu.  Dari sini kita berpikir ternyata untuk bisa bahagia, senang dan bergembira itu sangat mudah. Tetapi, saya kira tidak hanya permainan tradisional seperti di atas yang akan kaya manfaat, permainan tradisional lain pun saya yakin akan banyak ilmu dan pelajaran yang bisa didapat juga.

Misalnya permainan congklak untuk melatih kecerdasan, permainan sodoran untuk melatih bersosialiasi, permainan layang-layang untuk melatih ketangkasan, permainan petak umpet untuk melatih kepekaan dan tentunya masih banyak lagi.

Maka dengan itu, saya kira walaupun hanya melalui permainan setidaknya telah melatih dan sekaligus memberikan wadah kepada anak-anak, baik laki-laki atau perempuan untuk sama-sama saling belajar bekerjasama dan saling menjaga satu dengan yang lain.

Tentu saja, ini menjadi bekal yang sangat penting untuk kehidupan mereka (anak laki-laki dan perempuan) ketika dewasa nanti, bahwa dalam prinsip saling bekerjasama dan saling menjaga juga menjadi nilai yang utama untuk relasi kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, hingga sampai bernegara.

Saya jadi teringat perkataan yang sering diucapkan oleh DR. KH. Faqihuddin Abdul Kodir, menurut beliau bahwa prinsip relasi dalam kehidupan keluarga, masyarakat maupun negara, baik laki-laki maupun perempuan adalah kerjasama dan kesalingan, bukan hegemoni dan kekuasaan.

Oleh karena itu, saya kira untuk belajar dan melatih prinsip saling bekerjasama dan saling menjaga itu sangat mudah untuk dipraktikkan di manapun, kapanpun dan kepada siapapun. Permainan tradisional di atas hanyalah menjadi cara lain saja.

Kita bisa mulai melakukannya kepada orang-orang terdekat dengan kita, misalnya kepada ibu, ayah, kakak, adik, tetangga, guru, bahkan hingga kepada negara sekalipun. Dengan begitu, saya yakin ketika kita semua sudah terbiasa mewujudukan prinsip tersebut maka kebahagian dalam kehidupannya akan benar-benar bisa dirasakan.

Fachrul Misbahudin

Fachrul Misbahudin

Lebih banyak mendengar, menulis dan membaca.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Isu Iklim

    Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Pesan Pram Melalui Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer
  • Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID